Keesokan harinya, aku duduk di depan teras, mengamati arus waktu yang terus berjalan di sekitarku. Pandanganku melihat Lilya yang bersandar di samping pohon apel yang sering sekali diambil buahnya untuk dimakan. Pakaiannya masih lusuh, belum diganti sejak kemarin. Aku menepuk jidat, mengingat saat menyuruhnya mengganti baju. Dia menolak, bersembunyi meski aku sudah selembut mungkin berbicara kepadanya. Saat aku bisa berinteraksi dengannya hanya di saat dia butuh bantuan dariku.
Rambut biru cerahnya terbawa oleh angin yang berhembus. Rambut pendek itu terlihat memanjang layak sebuah senar yang sangat halus. Jepitan hitam menyangga rambutnya. Ikatan rambut dibentuk seperti poni yang panjang pada bagian kanan, membuat sebuah ilusi rambut panjang yang dimiliki Lilya. Matanya berpaling ke arah lain, mengamati pemandangan danau yang sangat luas dan tenang. Dia mengigit apel yang dipegang, suaranya bergema menuju telingaku. Selain itu, suara kicauan burung bermekaran dari atas, mengisi hari dengan sangat gembira.
Tak lama kemudian, Lilya mengambil secarik kertas lebar yang tak lebih besar dari dirinya, tetapi tidak sekecil jari tangannya. Sembari menggaruk kepalanya, aku tahu kalau dia sama sekali tidak paham dengan apapun yang kini dilihatnya. Aku hendak tertawa kecil, tetapi Lilya menoleh ke arahku.
Tertegunlah aku melihat anak itu menoleh pada saat aku nyaris tertawa. Dia tidak berbicara, sama seperti yang kuketahui. Lilya terus menatapku tanpa merusak kontak penglihatannya padaku. Jemari kuangkat, menujuk diriku sendiri. Lilya mengangguk mengkonfirmasi pertanyaanku. Lilya sedang memanggilku, sebuah panggilan yang sungguh aneh sejak dia tidak pernah memanggilku selama ini. Selain saat dia tidak bisa tidur, dia akan menarik tubuhku yang terlelap, membuatku mabuk saat itu juga. Bisa-bisanya aku mengingat ini.
"Ada apa?" tanyaku.
Lilya menunjuk kertas yang dipegangnya. Telunjuknya terbilang panjang, lebih panjang yang yang kukira. Aku tentu tertarik dengan apa yang sedang dia pertanyakan saat ini.
Ada beberapa tulisan yang sepertinya bukan milikku, bentuk tulisannya berantakan tetapi masih dapat dibaca. Yang kulihat, ini bukanlah tulisan dari bahasa yang kutahu. Ini sudah semestinya sejak aku bukan orang yang berasal dari sini, tetapi aku beruntung pernah diajari tulisan seperti ini.
Aku menebak ini milik Lilya sendiri. Aku membacanya, menyadari bahwa itu sebuah gambaran. Lilya membutuhkan bantuan mengenai gambar yang dia temukan di dalam sebuah buku di dalam rumah. Gambarnya masih belum selesai dan masih membutuhkan sedikit penyesuaian. Melihat segala itu, aku yakin kalau dia masih tidak memahami baca tulis dengan benar.
"Yang kau perlihatkan kepadaku itu adalah peta Lily, apa kau tidak tahu itu?"
"Ha ... h?" Lilya menelengkan kepala. Rambut poninya jatuh mengikuti gaya gravitasi.
Aku menerima kertas itu dari Lilya dan meraih kuas tinta dari sakuku. Perlahan, aku mengangkatnya ke atas, membiarkan cahaya matahari menyentuh permukaan kertas. "Ini adalah kertas yang menggunakan tinta transparan. Sudah sewajarnya untuk tidak dapat kau lihat dengan jelas, kecuali."
Dengan menghadapkan kertas itu ke atas, cahaya matahari itu mendadak memunculkan garis-garis lanjutan. Peta itu mulai menggambar dengan sendirinya dunia yang berada sangat jauh di luar mata kami berdua. Satu per satu, cahaya itu mulai menyelesaikan peta yang diinginkan oleh Lilya.
Peta itu kurentangkan, memperlihatkan wujud peta itu dengan lebih jelas kepada Lilya. "Secara singkat Lily, kita sekarang ada di kawasan Hutan Bytn. Lihat ke mana tanganku menunjuk. Di sinilah kita sekarang." Lilya mengangguk, aku tersenyum tipis.
"Baiklah, kita lihat peta ini lebih dekat. Kau lihat wilayah yang bergambar besar ini? Ini adalah benua tempat aku menemukanmu dua tahun yang lalu, yaitu Benua Osperedia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stellar Temporis - Sarnova
FantasyDisclaimer - Cerita ini "Sunshine and Rainbow" Stellar Temporis Vol 1 Demi-Human, sekelompok ras hibrida menyerupai manusia. Keberadaan mereka di dunia membawa sebuah pengaruh kepada manusia yang hidup bersama mereka. Akan tetapi, tidak semua manusi...