Secara mendadak, pandangan Lilya mati. Bayang-bayang yang menyertainya telah pupus menjadi kegelapan. Suara Louis tak lagi memberikan Lilya apa pun lagi untuk dilihat. Kata-kata terakhir itu terpotong begitu saja. Lilya membuka mata dengan keingintahuan atas hentinya cerita tersebut, hanya langsung disambut oleh Louis yang telah membuka mata. Kini, ia menatap ke lantai, mulut tertutup dan kedua tangan digenggam erat.
"Dia adalah Voyager tercantik yang pernah kutemui. Dia adalah ...." Louis menghentikan ucapannya hingga di situ. Ia tidak dapat melanjutkannya. Kepalanya tertunduk menatap lantai.
"Louis ...?" Lilya mengenggam tangan Louis. Tercenggangnya Lilya saat menyadari kalau genggaman itu langsung membuat dia mengigil tak karuan.
"Aku harus melakukannya. Aku terpaksa ... untuk melakukannya. Tidak ada cara lain untuk menjaga dunia ini."
"Apa itu Voyager Louis?" tanya Lilya.
Louis mengangkat kepala, menatap Lilya. "Voyager, itu adalah sebutan bagi anak-anak yang diberikan kekuatan berasal dari bintang-bintang di atas langit." Lilya menaikkan alis serta membuka mulutnya, terpukau mendengar pengertian tersebut.
"Namun." Lilya menutup mulut, mengembalikan raut muka seriusnya.
"Menjadi seorang Voyager berarti kau telah berada di perbatasan hidup dan mati. Sebelum memiliki kekuatan itu, maka kau sudah dipastikan telah memiliki tubuh yang sekarat."
Mata Lilya tertegun, mendengar ucapan Louis yang tertunduk meraih sebuah sapu tangan. Ia mengusap mata yang perlahan memerah akibat kedipan cepat dan air mata yang mengalir.
"Bintang adalah penunjuk arah. Mereka adalah alat navigasi dari atas langit. Maka dengan itu, tujuan mereka ada hanyalah untuk menuntun anak-anak tersebut kepada keinginan terakhir mereka sebelum hidup. Namun, batas waktu itu ada, itu akan terus kekal hingga kau mencapai akhirmu."
"Kekuatan itu juga menjadi daya tarik dari mereka. Sebagai kekuatan yang akan terus ada hingga mereka mencapai akhir, kekuatan itu membawa malapetaka kepada siapa pun yang memegangnya."
"Kalau begitu ...?" Lilya bertanya. Louis mengangkat tangan menahan ucapan Lilya lebih lanjut.
"Dewi Renalla telah memeriksa kehidupan anak-anak itu sebelum memberikan kekuatan Voyager, sehingga kejadian seperti itu tidak pernah terjadi. Kau juga tidak perlu khawatir."
"Dewi ... Renalla?" tanya Lilya.
"Renalla adalah dewi yang telah memberikan anak-anak itu kesempatan kedua untuk menyelesaikan keinginan mereka di dunia. Kebanyakan anak-anak Voyager itu memiliki ambisi yang amat besar hingga di sanalah tugas Renalla untuk meminjamkan mereka kekuatan tersebut."
Lilya menekan dada, menghembuskan napas. "Baguslah kalau begitu."
"Aku belum selesai bicara Lily. Banyak orang menginginkan kekuatan itu, entah untuk kekuatan atau untuk kejayaan pribadi masing-masing. Sehingga itulah, mereka diincar sebelum dapat menyelesaikan keinginan mereka."
"Jadi itukah yang terjadi kepada Lino?" Louis mengangguk.
"Yang mengincar Lino adalah Skales, unit dari Benua Ardoregia. Jika kau bertemu dengan mereka, segeralah lari dan jangan coba-coba melawan mereka." Louis menepuk bahu Lilya.
"Apa yang diinginkan Lino saat itu?" tanya Lilya. Kristal inti Stellar berkelap-kelip setelah ucapannya keluar.
"Untuk kasus Lino. Permohonannya adalah ...." Louis menahan suara untuk keluar. Ia melirik Lilya, perlahan mengepal tangan.
"Dia ingin mencari seseorang yang dapat dia percayai, seseorang yang dapat menghentikan penderitaannya," jelas Louis menekan hidung dan mengangkat kepala. Mata terpejam membayangkan akhir dari kejadian saat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stellar Temporis - Sarnova
FantasyDisclaimer - Cerita ini "Sunshine and Rainbow" Stellar Temporis Vol 1 Demi-Human, sekelompok ras hibrida menyerupai manusia. Keberadaan mereka di dunia membawa sebuah pengaruh kepada manusia yang hidup bersama mereka. Akan tetapi, tidak semua manusi...