Angin berhembus tidak terhentikan oleh apa pun yang dilaluinya. Debu kekuningan serta pasir bergerak mengikuti angin di antara tumpukan berbatuan. Langit tertutupi awan gelap seakan malam telah tiba. Tidak ada siapa pun yang berdiri, kecuali batu-batu dan material bangunan yang berserakan di lantai. Tumpukan darah berceceran di mana-mana, masih ada yang mengalir dari tumpukan batu. Banyak peralatan patah dan sungai yang dipenuhi dengan tubuh yang mengambang dengan terkontaminasinya sungai itu dengan debu dan darah mereka.
Dalam salah satu tumpukan batu, sebuah suara ketukan keluar dari dalamnya. Tidak segan-segan suara itu mengetuk beberapa kali hingga terdengar robekan dari dalam. Berbatuan mulai berguncang sembari sesuatu bangkit dari dalamnya. Sebuah tangan penuh luka bangkit dari dalam berbatuan. Di sampingnya, tangan lain dari seseorang juga ikut mengangkat diri.
Hybrid keluar sembari tersedak dengan jumlah debu yang telah terhirup masuk ke dalam tubuhnya. Tangannya menyentuh tanah, kemudian berusaha untuk mengangkat tubuhnya agar dapat naik ke atas. Louis menyentuh tanah dan ikut mengangkat dirinya.
"Louis. Kau tidak apa-apa?" tanya Hybrid tersedak dan menepuk dadanya.
"Apa kau kira ledakan seperti itu bisa dianggap biasa saja? Aku rasa tidak," respon Louis menarik napas panjang.
Hybrid melihat ke sana kemari, tidak menemui siapa pun kecuali reruntuhan dari apa yang dulunya sebuah kota. Segalanya telah hancur. Banyak darah yang masih baru, mengalir di segala penjuru. Hembusan angin menyentuh lukanya, tidak lama sebelum menghilang seakan-akan tidak terjadi apa-apa.
"Memiliki kemampuan untuk beregenerasi tentu bermanfaat ya?" tanya Louis. Hybrid tidak merespon.
"Sudah tidak ada apa-apa lagi di tempat ini selain banyak mayat yang tertimbun di dalam batu. Sebentar, kau sedang apa?"
Louis berjalan dan melihat ke sana sini hingga ia terhenti di sebuah tumpukan batu yang sedari tadi menjatuhkan banyak kerikil. Seseorang masih berhasil bertahan dari segala ledakan tersebut. Hybrid menyimak sembari menyilangkan tangan di depan dada. Louis mendorong beberapa batuan dan sesaat ia terdiam.
"Aku akan menyelamatkan gadis ini terlebih dahulu," jawab Louis kembali melanjutkan.
"Gadis itu ya ...," bisik Hybrid untuk didengar sendiri.
Setelah beberapa dorongan pada timbunan batu, Louis melihat sebuah tangan tergeletak di berbatuan, penuh dengan sayatan dan darah di sekitarnya. Melihat tangan itu secara langsung membuat Louis tahu siapa yang ada di balik batu itu, Lilya. Kedua tangan Louis bergegas mengangkat batu terakhir, menunjukkan kuping yang penuh luka. Lilya tidak sadar akan keberadaannya, tetapi beruntungnya Louis masih dapat mendengar suara napasnya. Lilya diangkat ke pangkuan Louis. Namun, Louis mencium bau tidak asing dari kepalanya.
Darah dari dahi Lilya mengalir deras tidak dapat berhenti. Wajahnya memutih dan keringat mulai keluar dari pori-pori wajahnya. Hybid dan Louis tahu pertanda buruk seperti ini. Jika pendarahan Lilya tidak segera diatasi, maka nyawanya akan segera melayang lebih cepat ketimbang waktu yang dibutuhkan untuk mencari pertolongan. Louis menelan ludahnya, memikirkan sesuatu di dalam benaknya. Tiba-tiba ia berjalan sambil mengendong Lilya. Hybrid menepi dari jalannya. Dengan pelan, Louis menurunkan Lilya di sebuah dataran datar sehingga ia dapat mengambil beberapa barang.
"Oh aku tahu apa yang ingin kau lakukan," ucap Hybrid.
Satu buah gulungan perban diambil dari dalam saku Louis. Tidak memalingkan pandangan dari Lilya, ia menarik dan mengoyakkan kain panjang tersebut dan mengikatnya memutari dahi Lilya. Namun itu sama sekali belum cukup, mengingat itu hanya menahan pendarahannya untuk beberapa saat. Ia butuh sesuatu yang dapat mempercepat proses pembekuan darahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stellar Temporis - Sarnova
FantasyDisclaimer - Cerita ini "Sunshine and Rainbow" Stellar Temporis Vol 1 Demi-Human, sekelompok ras hibrida menyerupai manusia. Keberadaan mereka di dunia membawa sebuah pengaruh kepada manusia yang hidup bersama mereka. Akan tetapi, tidak semua manusi...