Episode 18 - Ingatan Inti Stellar

24 3 4
                                    

    Pasir berhembus di sekitar tanah kasar suatu daerah, dicahayai dengan rembulan dan jutaan bintang. Bukit-bukit kecil menghiasi sekitar seakan mengisi kosongnya tempat itu seperti sebuah rute menuju akhir. Aroma pahit tercium dari sekumpulan kabut asap yang bangkit dari kejauhan. Gurun pasir itu tiba-tiba diterpa angin kencang yang menghanguskan segala tumbuhan hijau yang ada di sekitar.

    Suara batu dihancurkan serta kerasnya sebuah pukulan memercik di sekitar tempat tersebut. Dua buah pedang saling berselisih, memberikan suara melengking yang memecah gelombang suara dan menghentikan angin untuk berhembus. Tiba-tiba, suara hentakan dikeluarkan, menerbangkan seseorang menjauh dari sosok lain.

    Seorang gadis dikelilingi dengan tarian api bangkit dari dalam kawah di sekitarnya. Jas hujan hijau yang dia kenakan terdorong angin, membuat dia harus mengaturnya sekali lagi. Tangannya gemetar sembari memegang pedang yang diturunkan menyentuh butiran pasir. Pada saat itu juga pasir itu menjadi padat. Napas dikeluarkan tak beraturan. Mata tutup sebelah, melirik sosok di hadapannya.

    "Menyerahlah ... dan serahkan—." Sebuah angin dingin tepercik membelah udara, dengan cepat membuat ia berhenti berbicara.

    Rembulan menyentuh permukaan rambut birunya, perlahan turun ke tangan yang diangkat ke atas. Pedang itu telah diayunkan, membuat dia harus mengangkatnya untuk menyerang. Napasnya semakin dalam, serak di dalam.

    Mata dia berkedip menatap kobaran api berlari dari kejauhan, mendatanginya. Suara tapak kaki terdengar jelas bergema menusuk telingannya. Sosok yang di hadapannya tidak menoleh, dan tetap menatapnya, meskipun tidak memiliki mata di balik segala hal yang ada di kepala kosong itu.

    Seorang makhluk tanpa kepala memegang sebuah pedang yang diselimuti api seperti pengganti kepalanya itu. Penutup kepala terbakar api hingga menciptakan bara api terang di dalam penutup tersebut. Warnanya semakin lama semakin gelap di setiap momen dia dapat melihatnya berdiri tegak.

    "Voyager Lino, sampai kapan kau ingin melarikan dari takdir yang telah diserahkan padamu?" Suara itu bangkit dari dalam api, terdengar sangat mendalam hingga membuat ludah gadis itu tertelan.

    "Aku tidak tahu, tetapi aku tidak akan menyerahkannya kepada seorang iblis sepertimu!" Lino membantah.

"Sudah berapa kali kita saling bertarung hingga menembus batasan evolusi kita? Saat itu aku juga dibuat lengah oleh pendeta itu. Namun sekarang, aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama." Dia mendekat.

Pedang dipersiapkan Lino. "Aku juga ... sudah berkembang sejak saat itu. Majulah!"

    Dari kejauhan mereka, sesuatu melesat melewati Lino, menghancurkan berbatuan yang ada di sampingnya. Lino menoleh kepada awan debu pasca kehancuran batuan tersebut. Seseorang yang dia kenali berada di sana, tetapi dia tidak dapat menggerakkan tubuhnya untuk memeriksa. Sosok yang ada di hadapannya terus menerus menghentikannya untuk melihat balik.

    "Louis." Lino berucap.

    Sesosok pria tanpa menggunakan kacamata dengan rambut cokelatnya keluar dari awan kabut. Dengan penampilan penuh luka-luka akibat tabrakan dan pertempuran, ia mengelap darah yang menetes dari dalam mulutnya. Melihat sosok tanpa kepala itu, secara mendadak merubah pandangan biasa itu menjadi sebuah tatapan yang sepenuhnya mendidihkan kepalanya. Sesuatu beranjak dari dalam diri Louis, dan itu adalah sebuah ingatan yang selalu diingat Louis.

Stellar Temporis - SarnovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang