Episode 4 - Hari Pembalasan

34 7 6
                                    

   Cahaya merah muda masuk melalui jendela lebar dan besar. Tembusnya cahaya itu mengisi sekujur ruangan. Berjejeran kursi panjang terpasang rapi, satu podium terpampang agung di depan segala kursi. Seseorang duduk di salah satu kursi, menatap ke salah satu jendela tempat cahaya itu masuk.

Atap jendela itu berbentuk persegi, seperti sebuah kubah dengan bermacam aneka ukiran pada kacanya sehingga tidak ada apapun yang dapat dilihat. Sebuah gambar terukir pada kaca tersebut, tetapi telah lama memudar akibat udara luar.

Di samping itu, ruangan itu dipenuhi dengan suara alunan dari organ yang berbunyi dengan sendirinya. Pria itu merenung, mendengar suara itu yang beberapa kali berbunyi pada telinganya.

Suara terbukanya sebuah pintu terdengar jelas menggema. Suara organ di sekitar menghilang saat itu juga. Karena itu, pria yang duduk di kursi itu melirik, tidak menggerakan sekujur tubuhnya. "Kenapa kau masih duduk termenung menatap kaca itu? Kau tahu kalau kau tidak dapat melihat apa-apapun di baliknya." tanya orang itu.

Pria itu berdiri. "Aku tidak tahu. Mengapa kau ada di sini?"

"Aku menemukan sesuatu yang mungkin akan membuatmu berhenti menyendiri di dalam gereja ini."

"Oh ya? Beritahu aku!" serunya teralih.

"Namun, tahanlah dirimu dari membunuh manusia yang akan kita temui nanti."

Dia terdiam sejenak. "Siapa yang bilang aku akan membunuh mereka di penglihatan pertama?"

***

Lilya berjalan langkah demi langkah dari seluruh tahanan yang telah menghilang dari pengawasannya, tanpa henti mengejar dan mencari penjaga yang memiliki kunci pintu keluar. Lorong gelap yang diterangi obor api itu semakin lama berubah menjadi lentera serta ruangannya yang semakin bersih ketimbang kurungan mereka. Bata batuan bergetar diikuti kuping Lilya berkedut mendengar suara pukulan dan suara dua buah besi bersentuhan. Lilya tahu suara itu dan mengetahui itu membuat dia tidak was-was.

Langkah yang awalnya pelan itu semakin lama semakin cepat diinjak Lilya. Kedua sorot mata melirik sekitar lorong luas ini dengan cermat sembari mencari mereka semua berada. Pertempuran sedang terjadi dan Lilya sama sekali tidak dapat berbuat banyak jika itu menyangkut bertarung. Namun, Lilya tidak dapat diam saja dan melihat segala rencananya diruntuhkan akibat tidak adanya arahan lebih lanjut.

Apa yang dirasakan Lilya kini benar-benar terjadi. Dia akhirnya sampai di ujung lorong di mana terdapat banyak sekali ruangan tersusun di sekitarnya. Terdapat banyak penjaga yang bersandar di dinding dengan kondisi darah mengalir keluar dari irisan lembut dari lehernya. Walaupun darah yang dikeluarkan dapat menciptakan kolam darah di sekitar tubuh itu, Lilya sama sekali tidak memperlihatkan sebuah wajah yang takut. Dia tidak merasa kasihan, tetapi puas kepada mereka yang telah bersaksi terhadap semua ini. Mereka pantas mendapatkan ini.

"Aku dapat kunci keluarnya!" teriak seseorang di ruangan samping Lilya, dalam sekejap membuat dia menoleh dan bergegas menuju ruangan tersebut.

"Berhenti budak-budak keparat!" Sebuah teriakan dari belakang Lilya menghentikan lajunya untuk menghampiri tahanan yang telah mendapatkan kuncinya.

Lilya berbalik. "Aku tidak tahu berapa lama kalian memiliki rencana seperti ini, tetapi kalian berhasil mengelabui kami. Namun, Demi-human tidak punya tempat di dunia ini. Begitu juga dengan anak manusia yang ikut serta. Mengapa kalian ingin bekerja sama dengan anak-anak terkutuk ini? Tuhan kita telah berucap, mereka tidak layak untuk hidup."

"Berhenti ...." Lilya menutup mata, tidak ingin mendengarnya."

Penjaga itu lanjut mengatakan ucapannya. "Yang tua akan dibantai dan yang muda akan diperbudak, seperti itulah takdir kalian sekarang!"

Stellar Temporis - SarnovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang