Louis dan Lilya, digambar oleh temanku
Aku membuka kedua mata, langsung saja disambut oleh sinar matahari yang menerpa wajahku yang masih terbaring pulas. Walaupun terbangun secara alami, aku masih merasa tubuhku berada dalam kondisi yang tidak mengenakan untuk diangkat, apalagi untuk beraktivitas bebas.
Sebuah suara terdengar jelas terdengar olehku. Berkat suara itu, aku langsung beranjak bangun dari tempat tidurku. Sebuah cermin ada pada kiriku, menampilkan seseorang dengan rambut pendek acak-acakan. Itu adalah aku yang baru saja terbangun setelah harus menenangkan Lilya sepanjang malam.
Aku menoleh ke sampingku, tidak ada siapapun kecuali sebuah kasur yang berantakan dan selimut yang telah jatuh mengenai jari kakiku. Ada sesuatu yang salah di tempat ini, mengapa hanya ada aku di tempat ini?
Aku menoleh ke sana kemari, tidak mendapati Lilya di dalam kamar. "Ke mana perginya anak itu?"
Suara itu kembali terulang dari luar. Kali ini aku dapat memastikannya, kalau itu bukanlah perbuatan dari alam, melainkan ulah seseorang. Tanpa berpikir lama, kedua kakiku kuturunkan menyentuh lantai dingin di atas matahari terbit. Berperasaan cemas, aku bergegas pergi keluar kamar.
"Lily?" Aku membuka pintu sepelan mungkin untuk tidak menyebabkan suara.
Aku disambut oleh sebuah ruangan yang luas dengan dinding yang berwarna-warni, yang dipenuhi dengan dekorasi yang mengisi kekosongan rumah. Lantai yang terbuat dari kayu yang terawat dengan baik, dengan karpet-karpet yang lembut dan empuk yang menambah kesan hangat dan nyaman. Di sisi lain, terdapat sofa yang besar dan empuk yang mengelilingi meja kayu yang indah. Di bagian lain ruangan, terdapat sebuah meja makan yang berada jauh dari sofa, yang selalu siap untuk diletakkan makanan dan duduk di samping untuk menyantapnya.
Dengan kedua mataku, aku melihat seseorang berdiri di belakang sofa. Pakaian compang campingnya terungkap dari sinar matahari yang masuk melalui jendela. Kupingnya berkedut naik turun. Dia berbalik untuk menatapku.
Kakiku keluar kamar tidur. Tangan kuangkat ke atas. "Halo, Lily," sapaku kepadanya.
Tidak ada jawaban datang kepadaku. Balasan yang kudapat hanyalah Lilya yang berbalik menghadapku dengan tatapan kosong berwajah datar miliknya yang sudah seperti itu sedari kemarin. Aku sudah tahu bagaimana Lilya akan selalu menjawab sehingga aku tidak heran lagi.
Akan tetapi, pakaian yang dia gunakan saat ini sedikit membuatku tak nyaman, bukan karena pakaian kotor yang digunakan olehnya dari kemarin., tetapi sebuah fakta kalau Lilya masih berpikiran untuk menggunakannya hingga saat ini.
Suara teriakan dari sebuah perut terdengar jelas, memotong seluruh keheningan yang telah terbentuk. Aku melihat ke sana kemari, memastikan bahwa tidak ada seorangpun di tempat ini selaim kami berdua. Itu bukan berasal dariku, sehingga bisa kupastikan kalau Lilya yang saat ini sedang merasa kelaparan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stellar Temporis - Sarnova
FantasyDisclaimer - Cerita ini "Sunshine and Rainbow" Stellar Temporis Vol 1 Demi-Human, sekelompok ras hibrida menyerupai manusia. Keberadaan mereka di dunia membawa sebuah pengaruh kepada manusia yang hidup bersama mereka. Akan tetapi, tidak semua manusi...