AS-43

2.4K 94 27
                                    

♣♣♣

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

♣♣♣

Malam hari-nya. Alva dan keempat temannya berkumpul di ruang tengah markas bersama anggota yang lainnya. Raka, Pano, dan Jeje duduk lesehan di karpet bulu yang tersedia di tengah-tengah, kedua bola mata ketiganya fokus menatap setiap kata yang tertera dalam buku yang mereka baca. Tadinya, sempat ada keributan, dimana Raka dan Pano menolak untuk belajar padahal niat hati keduanya ingin berkumpul tanpa memikirkan hari terakhir ujian besok. Namun, karena ajakan dan paksaan dari si paling pintar Jeje, keduanya menginyakan ajakan Jeje karena terpaksa.

"Je. Niat hati gue ngajak kalian kumpul kan, buat seneng-seneng. Kok malah belajar sih?" kesal Pano. Dia menutup bukunya asal.

"Fano. Gimana lo mau pinter, kalo di ajak belajar banyak alesan. Dengerin ya, belajar itu nyenengin kalo lo lakuinnya dengan ikhlas." balas Jeje.

"Otak gue cape di isi angka sama huruf terus. Emang lo ga cape apa?" Pano membalas. Dia sendiri yang baru belajar setengah jam saja sudah mengeluh, berbeda dengan Jeje yang sudah belajar sedari pulang sekolah sampai sekarang.

"Denger ya. Ngga ada kata cape buat gue belajar, emang sih kadang gue juga ngrasa bosen belajar terus-terusan. Tapi balik lagi, itu semua buat diri kita sendiri dan mungkin juga buat orang lain biar bisa bermanfaat. Jadi ga usah ngeluh, pengetahuan gue dan tentunya lo, belum seberapa." balas Jeje panjang lebar.

Prok prok prok

Raka menegakkan badannya. Kedua tangannya bertepuk tangan setelah mendengar perkataan sahabatnya. "Baru temen gue." tunjuknya bangga pada Jeje.

Jeje mengangkat kedua alisnya acuh. Kemudian, dia kembali fokus untuk membaca.

"Gue temen lo bukan Ka?" tanya Pano menatap Raka.

"Elo?" tunjuk Raka kearah Pano. "Bukan. Soalnya lo bego, jadi ga bisa buat bahan contekan." ucapnya lagi.

"Sialan lo! Temen laknat." ketus Pano kesal.

Alva menatap jengah keributan ketiga temannya. Mulutnya aktif menyesap asap rokok yang berada di apitan kedua jarinya. Kepulan asap terus saja keluar masuk dari dalam hidungnya. Tatapannya kosong, tertera jelas raut wajahnya sedang tidak baik-baik saja. Bayang-bayang membawanya pada kedekatan antara Ayla bersama Aksa. Sudah sejauh mana keduanya dekat? Baru dua hari hubungannya dengan Ayla merenggang. Namun, Aksa jauh lebih cepat untuk mendekati Ayla.

Alva tidak akan membiarkan kedekatan Aksa bersama Ayla semakin menjadi. Dia harus cepat-cepat menjelaskan kepada Ayla, bahwa kejadian antara dirinya dengan Checil adalah kesalah pahaman. Namun bagaimana lagi dia menjelaskannya.

ASZAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang