Selepas pulang nonton film, laki-laki itu kini berada di dalam kamarnya. Ia sedang mencoba berjalan tanpa bantuan tongkat. Berkali-kali El mencoba berjalan, berkali-kali pula ia gagal. Namun ia tidak langsung menyerah, ketika dirinya terjatuh ia akan langsung bangkit kembali. Pemuda itu mencoba lagi, lagi, dan lagi.
El mencoba berjalan secara perlahan. Baru juga berjalan dua langkah tubuhnya mulai tidak seimbang sampai pada akhirnya El pun terjatuh kembali. Suara tubuh El yang jatuh bertepatan dengan terbukanya pintu kamar.
Bunda Vio terkejut kala melihat kondisi putranya. Terdapat beberapa memar pada tubuh El apalagi pada bagian kaki. Bunda Vio bergegas menghampiri El dan membantu anaknya untuk duduk di atas kasur.
"Kamu sedang apa? Kenapa tubuh kamu bisa memar-memar kayak gini?" Khawatir Bunda Vio.
"El sedang latihan jalan tanpa menggunakan tongkat."
"Dan untuk memar-memar ini mungkin akibat dari jatuh ke lantai."
"Kamu pasti sudah jatuh berkali-kali." Gumam Bunda Vio.
"El gak kenapa-napa kok Bun, sekarang El mau latihan jalan lagi."
"Enggak! Bunda gak akan ngizinin kamu untuk latihan jalan lagi. Tubuh kamu udah memar-memar kayak gini masa mau lanjut latihan jalan lagi?"
"Lagian memarnya juga cuman sedikit kok."
"Sedikit kamu bilang? Ini banyak loh."
"Kalau El gak latihan lagi, El pasti lama kembali normalnya." Ucap laki-laki itu lesu.
"El mau berjalan normal seperti semula, El gak mau ngerepotin semua orang terus. El juga gak mau buat Lia malu kalau lagi jalan sama El."
Hati bunda Vio tersentil mendengar penuturan dari putranya. Ia tidak pernah mengira anaknya akan mempunyai pemikiran seperti itu. Wanita paruh baya itu menghembuskan napas berat.
"Kalau kamu mau latihan jalan lagi, ayo Bunda bantu." Senyuman tipis laki-laki itu terbit kala mendengar perkataan sang ibu.
Laki-laki itu mencoba kembali berjalan tanpa menggunakan tongkat dengan dibantu oleh Bunda Vio. Ia berjalan perlahan-lahan. Bunda Vio mulai melepaskan pegangan tangannya kala melihat anaknya sudah mulai bisa berjalan dengan sendirinya.
Akan tetapi hal tersebut tak berlangsung lama, tubuh El kembali kehilangan keseimbangannya, melihat hal tersebut dengan cepat Bunda Vio menahan tubuh putranya agak tak jatuh ke lantai.
El kembali berjalan secara perlahan tanpa bantuan Bunda Vio. Ia meminta agar ibunya tidak perlu menahan tubuhnya kembali, ia tidak ingin terus-menerus mendapatkan bantuan dari sang ibu.
Bunda Vio menatap El cemas, apalagi ketika melihat anaknya itu jatuh saat mencoba berjalan. Sebenarnya ia ingin sekali membantu El kembali, namun anaknya itu memintanya untuk tidak melakukan hal tersebut. Ketika melihat anaknya terus-menerus jatuh di hadapannya, Bunda Vio tidak bisa lagi menuruti permintaan anaknya untuk tidak membatu laki-laki itu bangun.
"Latihan berjalannya dilanjut besok aja ya?" Ucap Bunda Vio sambil membantu El berdiri.
El dengan tegas menggelengkan kepalanya. "El mau latihan jalan lagi."
Bunda Vio menghela napas kasar. Anaknya ini memang sedikit keras kelapa, jika anaknya sudah membuat keputusan susah sekali untuk dibujuknya. Wanita paruh baya itu kembali melepaskan tangannya dari tubuh sang anak.
"Tuhan, aku memohon kepadamu tolong sembuhkanlah kaki ku." Batin El.
Laki-laki itu menghembuskan napas panjang, lalu mulai kembali berjalan secara perlahan. Sudah beberapa langkah El berjalan, tetapi anehnya kaki kanannya tidak kembali merasakan sakit. Laki-laki itu kembali melanjutkan berjalan dengan langkah yang mulai cepat.
Senyuman lebar terbit dari wajah El. Akhirnya setelah berkali-kali ia mencoba, sekarang ia bisa kembali berjalan secara normal. El berjalan menghampiri Bunda Vio dan langsung memeluknya. Wanita itu mematung, tercengang melihat putranya yang sduah bisa berjalan kembali secara normal.
"El sudah bisa jalan lagi." Senang El.
Bunda Vio membalas pelukan El tak kalah erat. Wanita itu mengelus rambut putranya lembut, penuh kasih sayang.
"Bunda ikut senang."
"Ada apa ini?" Tanya Ayah Calvin menghampiri Bunda Vio dan El yang sedang berpelukan.
"El sudah bisa berjalan secara normal kembali." Jawab Bunda Vio.
"Serius?" El mengangguk menganggapi perkataan ayahnya.
Ayah Calvin memeluk El senang. Pada akhirnya mereka bertiga saling berpelukan karena rasa bahagia.
*****
Seorang gadis baru saja keluar dari kamarnya. Ia berjalan turun menuju lantai bawah. Gadis itu menghampiri ibunya yang sudah menunggunya di meja makan.
"Nanti kamu ke rumah El dulu?" Tanya seorang wanita disela-sela makannya.
"Enggak."
"Loh kenapa, memangnya El gak sekolah?"
"Tadi pagi sih dia bilang mau sekolah, tapi Lia dilarang ke rumahnya. Katanya langsung ke sekolah aja." Mama Ziva mengangguk mengerti.
"Lia berangkat sekolah dulu." Pamit gadis itu kala selesai sarapan.
"Belajarnya yang rajin." Lia menanggapi dengan anggukkan kepala.
Setelah berpamitan kepada Mama Ziva, gadis itu segera berangkat ke sekolah. Ia diantar oleh sopir pribadi keluarganya. Hanya membutuhkan waktu sekitar lima belas menit untuk tiba di sekolah.
Gadis itu keluar dari mobil dan berjalan menghampiri teman-temannya yang sudah menunggu di parkiran sekolah.
"Pagi." Sapa Lia tersenyum manis.
"Pagi juga." Jawab Flora, Adi, dan Aksa serempak.
"El mana?" Tanya Adi ketika tidak melihat kehadiran El.
"Tadi bilang sih udah di jalan."
"Loh kalian gak bareng?" Tanya Flora bingung. Tidak biasanya El dan Lia berangkat sendiri-sendiri.
Lia menjawab dengan gelengan kepala.
"Tumben, kalian gak lagi berantem kan?" Tanya Aksa memastikan.
"Enggak kok, kita baik-baik aja." Jawab Lia jujur.
"Terus kenapa dia gak berangkat bareng sama lo?"
"Aku juga gak tau." Jawab Lia jujur.
Ia sendiri juga tidak tahu alasan kenapa El tidak mau berangkat bersama dengan dirinya. Apakah karena kejadian tadi malam?
"Itu bukannya mobil om Calvin?" Ujar Adi menunjuk ke arah salah satu mobil yang ada di gerbang sekolah. Lia, Flora, dan Aksa secara serempak menolah ke arah gerbang sekolah.
Seorang pemuda keluar dari mobil itu. Ia berjalan menghampiri mereka dengan senyuman yang mengembang. Lia, Flora, Adi, dan Aksa terkejut ketika menyadari pemuda itu berjalan tanpa bantuan tongkat lagi. Mereka menatap pemuda yang berada di hadapan mereka tak percaya.
"Gak mau meluk aku?" Ucap laki-laki itu merentangkan tangannya kepada Lia.
Perkataan laki-laki itu menyadarkan Lia, Flora, Adi, dan Aksa dari rasa keterkejutannya.
"El!" Lia langsung berhamburan ke pelukan El.
"Kaki kamu udah sembuh?" Tanya gadis itu setelah pelukan mereka lepas.
"Seperti yang kamu lihat."
"Aku senang banget." Lia kembali memeluk tubuh laki-laki di hadapannya erat. Ia masih tidak menyangka dengan apa yang ia lihat sekarang. Semoga saja dirinya sedang tidak bermimpi.
#TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet Again (Completed)
Teen FictionBagaimana jadinya jika seseorang dari masa lalu kembali datang, apa yang akan kamu lakukan? Apa kamu akan menerimanya kembali ataukah mengusirnya dari hidupmu selama-lamanya? Kehidupan Michael Gabriel Hienze yang awalnya tenang kembali terusik setel...