IV

219 8 0
                                    

Tak terasa aku sekarang sudah kelas 9 SMP dan Haechan pun sudah hampir menyelesaikan skripsinya tersebut.

Aku mendengar kabar tersebut dari Oemma Haechan. Appa dan Oemma Haechan selalu memberi kabar mereka, begitupun dengan diriku sebaliknya.

Tak ada angin diantara hujan.
Ntah rindu atau apa beliau menelpon diriku.. Dengan nada yang sangat bahagia.

Secara tiba-tiba Oemma menelpon diriku yang biasa membaca buku disore hari di belakang rumah dengan ditemani oleh Kakek dan Nenek.

"kiyowonya ( Lucu dalam Bahasa Korea) Oemma ko ninggalin kita disini, jadinya Oemma cuman sama si Haechan doang. Kadang kita kalo jalan-jalan rame banget, masa sekarang cuman sama Bunda doang sih? Kan kurang rame.. Pas lagi ada kalian berdua tu ramenya udah kaya sekompleks, sekarang? Kaya masakan tau jadinya hambar" ucap Oemma yang terus berbicara sama halnya dengan anaknya ketika merindukan atau menginginkan sesuatu.

Aku pun berbicara "Iya nanti Nana pulang ko kerumah Oemma, tapi bukan sekarang ya Oemma.. " ucapku untuk memperjelas semua.

Tidak terasa aku dan Oemma telponan hampir 1 jam lamanya.
Akhirnya aku yang memilih mengakhiri telpon dan Oemma mematikannya.
Dan tak lama Nenek dengan wajah curiga karena aku jarang tersenyum ataupun dengan nada santai ketika menjawab telpon, selain kepada orang tua sendiri.

"Tumben gak julid, biasanya kalo ada yang nelpon muka sama suara datar banget? Apa jangan-jangan itu pacarmu yah? " ledek Nenekku dengan senyum yang tak pernah luntur,
akupun menjawab "Bukan ko, itu sodara yang ada di Bandung dari tadi ngeledek aku, tenang aja bukan pacar aku ko Nek, " aku hanya bisa tersenyum ketika menjelaskan sesuatu kepada Nenekku.

Seminggu berlalu dengan cepatnya. Tiba-tiba aku ditelpon oleh Bunda,

"Nana,Keluarga LEE!! " ucap Bunda yang mencoba untuk menstabilkan pernapasan dan menahan tangis.

Karena keadaan Bunda tidak memungkinkan untuk berbicara lagi akhirnya Ayah pun angkat berbicara
"Yang dimaksud oleh Bunda itu, Appa, Oemma dan Haechan sayang,
mereka mengalami kecelakaan yang cukup serius, sampai ada korban jiwanya. Untuk saat ini semuanya belum sadarkan diri, Ayah harap Nana tetap stay di sana ya.. jangan kesini dulu jaga Kakek dan Nenek, okay anak manis. "

seketika aku diam membeku tanpa ekspresi dan aku tidak menyadari bahwa air mataku tiba-tiba mengalir cukup derasnya.

Seketika lamunanku berhamburan layaknya debu yang terbawa angin ketika Ayah mencoba menyadarkan diriku. Ketika itupun aku mencoba baik-baik saja

"Baiklah kalau begitu, " aku mencoba bertanya kepada Ayah, mereka dirumah sakit yang mana,

akhirnya "Ayah sama Bunda dirumah sakit pas Opung dirawat, masih ingatkan?"

seketika aku menjawab "Ya tentu, Nana mengingatnya dengan jelas".

Tanpa berfikir panjang lagi aku berpamitan kepada Kakek dan Nenekku untuk kembali ke Bandung sendirian, awalnya Kakek ingin ikut tapi, aku beralasan hanya Ayah yang sakit dirawat.

"Aku gak akan lama ko. Kalian disini aja, aku udah ijin ke wali kelas buat 3 harinya, dan aku memilih naik gojek yah biar cepet, aku pamit ya,, " mereka mengiyakan dan juga terselip raut wajah kesedihan

Aku yang kini benar-benar kacau dengan pikiran ku saat ini,hanya bisa mencoba tegar dihadapan banyaknya orang yang berlalu lalang.

Sesampainya di stasiun, aku tidak berhenti berdoa memohon kesehatan untuk mereka.

Kurang lebih menunggu 5 menit aku mendudukan diriku di kursi nomer 6B yang mengingatkanku tentang sosok Lee Haechan .

Akhirnya , keesokan harinya aku tiba pukul 02.00 dini hari di stasiun.
Aku mencoba untuk menenangkan  diriku sejenak , karena aku masih belum ingin bertemu HAECHAN, tetapi disisi lain aku sangat mengkhawatirkan nya.

DEAR HAECHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang