32. INVU

16 2 0
                                    

HAPPY READING!!!





Hembusan nafas kasar dari San saat ini menarik atensi semua guru yang kebetulan sedang berkumpul di ruang guru karena , memang ini waktu istirahat berlaku. Senyum hambar menghiasi wajah tampannya yang menandakan kepingan masalah yang kini San hadapi bukan hal sepele lagi.

Pak Wisnu Widyatama  yang menjabat sebagai guru olahraga dan sahabat dari orok hanya bisa memperhatikan San dengan tatapan berharap. Karena tak kunjung ada jawaban dari sang sahabatnya itu Wisnu hanya menatap nanar indah miliknya yang sudah menjadi kebiasaan sejak 10 lamanya.

Baik San ataupun Wisnu hanya bisa terdiam tanpa berani mempertanyakan hal satu sama lain, dengan sekali tarikan nafas gusar yang terlontar dari Wisnu berhasil membuat San menoleh padanya. Pada dasarnya San ini takut kalo Wisnu udah ngambek, pasalnya si Wisnu ini pernah mau lompat dari jembatan dan itu kenangan yang bener-bener sayang banget di lupain serta sekaligus membuat dirinya malu bukan kepalang.

“aku, di samperin anak cewe kelas sebelas. Dia nawarin untuk bekerja sama dalam upaya melancarkan misinya ” sela Wisnu yang berhasil membuat San terkejut bukan main “awal datangnya ramah sih walau komuknya agak julidnya bukan maen. Nah setelahnya dia ngancam aku dengan cara bakal merusak citra kerja aku yang sudah aku bangun di dunia pendidikan. Tapi, itu tergantung dengan dengan cara penolakan atau penerimaan dari diriku pribadi” lanjutnya yang seketika atensinya tertuju pada sosok San yang tengah meratapi nasib.

Niatnya mo hijrah
malah ambyar ╥﹏╥.
-batin San

Kini jari lentik milik San langsung membuka handphone dan menunjukkan foto sangat gadis yang diucapkan oleh sang sahabatnya dan di luar dugaan Wisnu mengangguk dengan mantap.

“iya, itu. Dia ngenalin dirinya sebagai Nic. Ya, itu. Nich. Pokoknya Nich lah” dengan setengah histeris Wisnu memberikan kartu nama yang San yakini sebagai nomer cadangan atau lebih dikenal nomer samaran. Yang diduga adalah milik Nana.

Selepas itu keduanya hanya bisa terdiam menatap satu sama lain. Tak ada percakapan di ruang guru, mungkin faktor cuaca yang sedikit panas membuat mereka lelah. Tak teras bel masuk berdenting cukup kerasnya. Dengan perasaan yang tak terarah baik Wisnu ataupun San pergi menuju ruang kelasnya sesuai jadwal. Kalau Wisnu sendiri sudah habis jam mengajarnya karena jam sudah menunjukkan pukul 11.20 yang menandakan sebentar lagi tiba waktunya untuk kembali ke rumah masing-masing.

Berbeda dengan San yang kini berjalan ke ruang kelas 5 dengan langkah berat dan tak ada daya, bak sesosok zombie yang kelaparan. Dengan perasaan yang terus berputar bak bianglala dirinya terus memikirkan ucapan apa yang membuat Wisnu mau mengikuti persetujuan dari Nana. Mengingat Wisnu ini walau tampangnya polos seperti santri baru lulus, tapi apa daya. Dirinya itu seorang pembunuh berantai paling cerdik dan seorang perentas data penting.

San sungguh bingung, kenapa Nana menawarkan kerja sama pada dirinya dan Wisnu. Padahal kemampuan Nana cukup mumpuni jika hanya sekedar menculik bocah berusia delapan tahun saja.

“ancaman apa yang Nana lontarkan dan rencana apa yang mengharuskan aku menculik bocah? ” gumamnya seorang diri.

.
.
.

Pelantikan OSIS beserta Dewan kali ini berjalan dengan lancar, walau ditemani awan mendung yang disertai hembusan angin dari arah barat. Penyerahan jabatan dan tanda mata dari OSIS lama pada OSIS baru dan berakhir pada pidato singkat dari sang mantan kabinet OSIS ataupun Dewan, Kepala Sekolah yang berakhir pada ketua OSIS baru yang dipegang oleh Nana.

DEAR HAECHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang