45. Inception

38 2 0
                                    


HAPPY READING!!!!







Na...”

“ayo lihat kearah taman itu. Lihatlah bunga aster itu, keindahannya masih kalah dengan dirimu, Na..”

“nak, makanlah ini. Bukannya ini kesukaanmu?

swiingg.... Pesawat datang...”

Eomma, berhenti ini memalukan....”

“jangan pergi dahulu, ayo lihat teater”

“apakah anak Ayah masih menyukai latte? Kalau masih, cobalah sedikit saja”

          “astaghfirullah, pertanda apa ini? ” racau Nana yang masih terdiam di meja belajarnya, dirinya menatap kearah jam beker dengan tatapan berharap “sesusah itukah, gua buat kumpul lagi bareng kalian, walaupun didalam mimpi? I really Miss you, but, fate said otherwise.”

          Keheningan malam menjadi bukti betapa terpuruk dan kehilangan sosok orang-orang tersayangnya. Dirinya ingin memiliki mereka seutuhnya walau hanya sebatas mimpi pun bisa menjadi penyembuh dari segala rindu ataupun penyakitnya. Dirinya selalu berangan dapat berkumpul dengan mereka, namun khayalan itu selalu membuat relung hatinya seperti di himpit bebatuan besar.

          Waktu tak terasa berlalu dan tak terasa sudah menunjukkan pukul 03.00 dini hari, dirinya langsung menarik hoodie dan keluar dengan menunggangi  mobil hitam keliatan Jerman yang menjadi kendaraan favorit sang Ayahnya yang tak lain adalah Audi A6.

          Instrumental era tujuh puluhan yang menemani perjalanannya di tengah - tengah keheningan kota Kembang ini. Tarikan nafasnya memberat ketika dirinya berhasil sampai di tempat yang pernah menjadi titik balik kehidupan normalnya, sebelum menjadi seperti ini. Tempat itu adalah cafe milik si sulung dari keluarga Abimanyu, yang tak lain adalah Abimanyu Jihoon.

          Nuasa tenang dan aroma cendana langsung menyapa dirinya, tak lama seorang barista yang masih lengkap menggunakan apron mendekati dirinya dengan menyodorkan sebuah cangkit berisikan Americano Latte dan cake ulang tahun kecil yang diatasnya terdapat angka enam belas tahun.

          Sang empu sebagai pelakunya langsung menyalahkan korek “happy birthday cantik. Gua akan selalu ada disini buat lo sampai sembuh, jangan merasa sendiri ya, karena ada human yang tinggi, and handsome seperti dewa yang akan selalu siap jadi bantal pukulan buat anda. ” sela si Jihoon yang tersenyum ke arah Nana
“ sweet sixteen ya, gua gak akan lupa, kalo hari ini adalah hari spesial buat lo. ” imbuhnya yang masih setia merekahkan senyum dengan dimpel.

         Tatapan kosong masih menghuni di manik coklat milik Nana, dirinya tak berkutik dan hanya menatap tanpa minat kearah cake itu “bahkan gua aja lupa, kalau gua lahir di tanggal ini. ” dirinya menghela nafas sejenak  “gua gak banyak berharap kalo kali ini bakal selamat. Gua harap, setelah ini selesai, tepat ‘pertempuran terakhir’ . Gua pengen pergi dan gak akan datang lagi. Kalo lo bilang, masih ada Bunda ataupun yang lain, Gua rasa, semua harus pisah jauh, biar ke depannya semuanya aman. Secara, makin kesini, semua cara dan pemikiran gua beneran liar dan gak terkontrol dan itu bisa mengancam keselamatan semuanya dan itupun termasuk pun  diri lo sendiri, Hoon. So? Gua harap, lo bijak dalam menyimpulkan ucapan gua kali ini. ”

DEAR HAECHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang