.
"Yaampun Lexaa, mama baru aja disini 3 hari, nenek kamu juga belum baikan. Masa... Mama pulang gitu aja."
"Mama lagi lama disana?" Tanya lexa sambil menatap seorang pemuda yang kini tengah duduk di seberang nya sambil tersenyum meremehkan.
"Mama nggak tau. Pokoknya kalo nenek kamu udah sembuh, mama pasti pulang. Lagian kamu dirumah nggak kenapa-kenapa kan? Ada kakak kamu kan dirumah."
Ucapan Pamela membuat Lexa menyenderkan badannya pasrah, nggak kenapa-kenapa apanya? Bahkan sejak kemarin ia merasa tak nyaman dengan Levi yang terus saja membuat dirinya kesal.
"Yaudahh, mama mau kepasar dulu ini. Nanti lagi telepon nya ya."
"Iya."
Sambungan telepon terputus, Lexa menaruh ponselnya di sampingnya. Ia memang menyuruh Pamela untuk cepat-cepat pulang, karena dirinya tak nyaman dirumah sendirian bersama kakaknya itu.
Sedari kemarin, Levi tak henti-hentinya membuat Lexa kesal dengan kelakuannya.
"Gimana?" Tanya Levi dengan nada mengejek, karena tidak berhasil membuat mamanya pulang cepat.
Lexa menatap Levi tajam. "Bodo amat."
"Gimana? Udah suka?" Tanya Levi, bermaksud bertanya apakah Gadis itu sudah mulai menyukainya apa belom.
Lexa memutar bola matanya malas, sedari kemarin ia terus saja mendengar pertanyaan itu dari mulut Levi setiap hari, bahkan setiap menit ia mendengarnya.
"Mimpi." kata gadis itu lalu bangkit dari duduknya, dan pergi ke munuju kamarnya.
Hari ini ia berangkat kerja Shift sore, jadi mungkin ia akan gunakan waktu dengan menganggambar di kamarnya.
.
Di sebuah ruang TV, seorang pemuda kini tengah menonton TV dengan sesekali tertawa karena adegan lucu yang di tayangkannya. Pemuda itu adalah Levi, hari ini ia berangkat kerja sore.
Levi melirik jam dinding, jam menunjukan pukul 11 pagi. Ia berencana akan memasak hari ini, daripada nanti beli di luar.
Tanpa mematikan TV nya, pemuda itu bangkit dari duduknya, lalu berjalan menuju ke dapur. Memeriksa bahan makanan yang ada di sana, apakah cukup untuk ia masak atau tidak.
Levi pun mencuci tangannya terlebih dahulu sebelum memulai memasak. Dan tak mau berlama-lama, pemuda itu langsung saja menyiapkan bahan-bahannya.
Di sisi lain, Lexa baru saja keluar dari kamarnya, dia ingin kebawah dan mau memasak mie instan. Dirinya juga sudah lama tak pernah makan mie instan karena tidak di perbolehkan oleh Pamela.
Gadis itu mulai perlahan menuruni anak tangga, pandangannya kini teralihkan pada seseorang yang kini tengah fokus dengan kegiatannya itu. Lexa berjalan ke arah dapur.
"Masak?" Tanyanya singkat.
Levi melirik sebentar, lalu mulai fokus lagi ke kegiatannya sebelumnya. Pemuda itu hanya berdehem menjawab pertanyakan Lexa.
Melihat kegiatan kakaknya sekarang membuat dirinya mengurungkan niatnya untuk memasak mie instan. Ia pun melangkah kan kakinya, gadis itu berinisiatif untuk membantu Levi memasak.
"Ngapain?" Tanya Levi ketika melihat Lexa berdiri di sampingnya.
"Mau bantuin."
Levi tersenyum kecil, ia kali ini membiarkan Lexa untuk membantunya. Biasanya, pemuda itu akan melarangnya untuk membantu dirinya memasak, karena setiap kali gadis itu membantunya akan selalu membuat kesalahan.
"Yang bener."
Lexa melirik Levi, nadanya terlihat seperti meremehkan dirinya. Tak menjawab, gadis itu pun mulai melakukan kegiatannya.
.
"Tepung nya jangan banyak-banyak." Ingat Levi kepada Lexa yang kini tengah menuangkan tepung ke dalam baskom.
Mereka telah selesai memasak lauk, dan kini tinggal memasak tempe goreng yang akan di kasih tepung.
"Segini?" Tanya Lexa.
"Dikit lagi."
"Udah?"
"Iya."
Lexa menaruh kembali plastik berisi tepung ketempat semula. Levi mengambil alih baskomnya, dan mulai menaruh berbagai bumbu ke dalam tepung. Setelah selesai, ia pun kembali memberikan baskom tersebut kepada Lexa agar gadis itu melanjutkannya.
"Apa lag-, ihhh."
Lexa terkejut ketika tiba-tiba pemuda itu menyolek pipinya dengan tepung.
Gadis itu melotot, lalu membersihkan tepung yang ada di pipinya. Levi tertawa membuat Lexa kesal.
Lexa pun membalasnya dengan menyolek wajah Levi menggunakan kelima jarinya.
"Aduhh," Rintih Levi sambil memegangi mata kirinya.
Lexa yang melihat itu langsung cepat-cepat menghampiri penuda itu, apakah tadi kena mata? Tapi tadi ia rasa hanya mengenai pipinya saja.
"Kena mata? Coba sini." Ucap Lexa khawatir. Gadis itu merasa bersalah kepada Levi.
Levi menjauhkan dirinya pada Lexa, dengan sesekali mengucek-ucek matanya yang perih karena kemasukan tepung.
"Coba sini aku liat!" Seru Lexa.
Gadis itu menarik tangan Levi yang berusaha menutupi matanya. Tak terlihat jelas, tapi Lexa bisa melihat sekilas jika mata Levi merah.
Ia merasa bersalah karena sudah membuat pemuda itu seperti ini, lagian jika bukan dirinya yang mulai, ini tidak akan terjadi.
Lexa berjinjit untuk melihat lebih jelas, karena tubuh Levi yang tinggi membuat dirinya kesusahan untuk melihatnya.
Gadis itu mendecakkan lidahnya, meraih pundak pemuda itu lalu menurunkannya dengan paksa agar pemuda itu berjongkok. Lexa pun ikut berjongkok untuk menyamakan tingginya.
Menarik paksa tangan Levi yang sedari tadi menutupi matanya.
Mata kiri pemudah itu memerah.
"A-aku minta maaf. Mata kakak jadi merah." Ucapnya sambil menatap wajah Levi.
Levi tak menjawab, pemuda itu hanya diam membuat Lexa tambah merasa bersalah.
"Kak! Jangan marah!"
Tak ada jawaban.
"Jangan marah yaaa!" Ucap Lexa dengan wajah memelas.
Levi tersenyum kecil, menundukkan kepalanya lalu mendongakkan kepalanya menatap wajah gadis yang kini ada di hadapannya. Ia memang sengaja membuat Lexa khawatir, matanya memang perih tapi bukan berarti dirinya marah karena tindakan Lexa.
Lexa menatap bingung kakaknya, pemuda itu marah atau tidak?
"Nggak marah kan?" Tanyanya lagi.
Levi menggeleng, tangannya menunjuk mata kirinya. "Perih." Adu-nya.
"Pake air." Ucap Lexa, gadis itu hendak bangun namun ditahan oleh Levi.
"Nggak usah!" Ucap pemuda itu. "Tiup aja, biar nggak perih lagi. " Suruhnya.
Lexa menatap Levi, "tiup?"
"Iya. Cepet!"
Dengan malas, Lexa mendekatkan dirinya pada Levi, memegang mata kiri pemuda itu, lalu dengan perlahan mulai meniupnya.
Levi, pemuda itu tak berkedip memandang wajah Lexa yang kini masih fokus meniup matanya. Kegiatan yang kini dilakukan oleh gadis itu membuat jantungnya berdegup lebih cepat.
.
Like & comment
KAMU SEDANG MEMBACA
ABOUT US √
Teen Fiction[CHAPTER LENGKAP] [TAHAP REVISI & TAHAP PENULISAN ULANG. JANGAN KAGET KALAU ALUR CERITANYA SEDIKIT BERBEDA] Hubungan keluarga yang mereka jalin dari dulu tak berjalan dengan baik seperti yang mereka harapkan. Bermula, ketika sepasang suami istri me...