Fight For Dream - 34

584 82 3
                                    

Roseanne POV

Aku mungkin bisa membaca dengan mudah apa yang Lisa pikiran, itu mudah karena Lisa biasanya ekspresif. Tapi kali ini aku tidak yakin sepenuhnya akan hal itu.

Kami berada di dalam taksi untuk perjalanan ke suatu tempat. Lisa hanya menatap jalanan dan aku meraih tangan Lisa meminta perhatian dia.

"Cinta, kau baik-baik saja?" Tanyaku menangkup pipinya lembut.

"Ya," Dia menjawab pelan. Aku bisa dengan mudah mengetahui dia berbohong karena dia bahkan tidak berani menatap mataku. "Hanya sedikit gugup."

Aku mengecup punggung tangannya sambil mengusap ibu jariku di sana, berharap sedikit pergerakan ini akan membantu dia lebih tenang.

"Sudah ku bilang, jika kau masih belum ingin melakukannya, kita tidak perlu melakukannya." Kataku meyakinkan Lisa.

"Kita sudah dalam perjalanan sayang," Lisa memberiku senyum kecil, bibirnya gemetar. Aku tau ini semua tidak akan mudah. "Aku ingin kau bertemu dengan mereka."

"Baiklah. Beritahu aku soal perasaanmu, oke? Aku tidak ingin kau diam seperti ini." Pintaku serius. Karena kali ini aku sulit membaca ekspresinya.

Lisa tidak menjawab, hanya membawa tanganku ke pangkuannya dan kembali melihat jalanan. Perjalannya memakan waktu sekitar 30 menit, agak jauh. Sekarang kami berdiri di satu tempat yang mungkin akan dengan mudah menguras energi Lisa.

Dengan hati-hati aku memperhatikan Lisa. Sejenak dia memejamkan mata, sebelum meraih tanganku dan kami berjalan masuk. Lisa mengerutkan kening sepertinya sedang mengingat dimana letaknya. Sambil terus berjalan, Lisa terus meremas tanganku beberapa kali.

Sampai Lisa berhenti membuatku otomatis membaca sesuatu bertuliskan Marco Manoban dan Amy Scwiliaz. Gundukan tanahnya tertata rapi yang jelas di rawat dengan baik. Aku melirik Lisa lagi, memastikan bahwa dia baik-baik saja dengan membawaku ke makam kedua orangtuanya.

Itu sudah bertahun-tahun yang lalu. Dan meskipun aku tidak pernah merasakan bagaimana rasanya kehilangan kedua orangtuaku, aku tau mau selama apapun, rasanya akan sulit. Tanganku yang bebas merangkul lengannya, memberi dia dukungan emosi dan diam-diam ingin memberi tahu Lisa bahwa apapun yang dia rasakan, tidak apa-apa. Aku ada di sini untuk mendukungnya.

Setelah Lisa berdiri selama beberapa menit, dia membawaku ke sisi makam ayahnya terlebih dahulu. Kami berjongkok di sisi makam. Lisa menahan nafas ketika dia meraba batu nisan, jarinya mengukir tulisan nama Ayahnya dan dia menghembuskan nafas. Mataku melihat sebuah foto kecil yang menempel di sana, terlihat sudah usang. Tapi dengan senyum gadis kecil yang tercetak di sana, aku mudah untuk mengetahui bahwa itu foto Lisa.

"Kau sangat lucu di foto itu." Kataku, menunjuk saat Lisa tampak masih berusia 4 tahun rambutnya panjang tanpa poni.

"Kami sedang berlibur di pantai saat itu." Beritahu Lisa padaku, aku menarik Lisa ke pelukanku dan dia dengan mudah meletakkan kepalanya di pundakku.

"Ya? Bagaimana dengan itu? Kita belum pernah pergi ke pantai sebelumnya kan?"

"Bisakah kita kembali kesini saat musim panas tiba?" Tanya Lisa. Aku mengangguk dengan cepat mengetahui keinginannya.

"Kita akan pergi ke pantai yang kau kunjungi dengan orangtuamu?"

"Itu hanya ayahku sebenarnya." Lisa terkekeh sekaligus terisak. Aku menahan diri untuk tidak ikut menangis, memeluk dia semakin erat. "Ibuku bekerja terus menerus sementara aku sudah lama merengek ingin pergi ke pantai dan ya, Ayahku akhirnya mencari cuti selama dua hari untuk membawaku ke pantai."

"Kau sangat senang hari itu?"

"Tidak begitu banyak kenangan yang tercipta. Ini hari dimana kami bersenang-senang sebelum beberapa bulan kemudian aku mengetahui bahwa dia jatuh sakit." Tubuh Lisa mulai bergetar.

FIGHT FOR DREAM || CHAELISA ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang