(Warning! Dalam bab ini terdapat beberapa kalimat kekerasan dan seksual yang tidak layak untuk ditiru.)
***
"Jennie, sudah cukup. Kau sudah terlalu banyak minum."
Jongin baru saja menghalangi Jennie yang akan kembali menuang cairan soju ke dalam mulutnya dengan cara menahan lengannya.
"Biarkan aku menghabiskan segelas lagi. Kumohon, Jongin." Jawab Jennie dengan nada suara sedikit mabuk sambil memasang raut wajah memelas.
Malam ini, Jennie dan Jongin menghabiskan waktu berdua di kedai pinggir jalan untuk menikmati ramyeon dan soju seperti yang sering mereka lakukan di masa kuliah dulu.
"Tidak ,Jennie, kau akan mabuk berat, dan itu bisa memberikan dampak buruk terhadap kau hingga besok pagi dimana kau harus berangkat ke kampus. Lebih baik aku antarkan kau pulang saja, arraso?! Kajja!" Jawab Jongin, kemudian ia menarik lembut lengan milik Jennie yang masih betah duduk di bangkunya itu.
"Jongin, aku tidak ingin pulang. Sebaiknya kita bernostalgia sampai kita benar benar mabuk kali ini. Hehe."
"Tapi suamimu akan marah jika kau pulang larut malam dalam keadaan mabuk berat, Jennie."
"Hehe." Jennie terkekeh getir setelah telinganya mendengar kata suamimu barusan.
Akhirnya dengan segala usahanya, Jongin pun dapat membuat Jennie beranjak dari tempat duduknya.
"Perhatikan jalanmu, Jennie, kau bisa terjatuh kapan saja." Jongin sesekali memegang kedua bahu milik Jennie.
Yang saat ini Jennie tengah berjalan dengan sempoyongan.
Jennie dan Jongin telah berbaikan dan kembali bersahabat seperti sebelumnya.
"Pria itu sangat egois. Dia bahkan tidak memiliki perasaan sedikitpun terhadapku, Jongin. Aku sangat mencintainya tetapi dia tidak pernah melihatku sekalipun. Apa menurutmu, pria yang tidak berperasaan itu masih pantas aku sebut sebagai suamiku setelah apa yang sudah dia lakukan terhadapku?! Ah, bodohnya aku yang masih tetap setia mencintai pria cabul itu sampai dengan saat ini." Jennie kembali meneteskan airmatanya saat mengingat betapa rendahnya ia di hadapan suaminya sendiri.
Sementara itu, Jongin menghentikan langkah kakinya setelah telinganya mendengar ucapan menyakitkan perasaannya dari Jennie barusan.
Jennie menoleh ke arah belakang karena ia tidak lagi merasakan tangan milik Jongin di bagian pundaknya.
"Jongin, dimana kau, hah?"
"Berpisahlah darinya, dan kembalilah kau kepadaku karena aku masih sama seperti yang dulu, Jennie. Aku masih memiliki perasaan cinta itu terhadap kau, karena aku selalu setia menunggu hingga saat ini tiba dimana kau telah tersadar betapa bajingannya pria cabul yang kau sebut sebagai suamimu itu."
Jennie kembali terkekeh ditemani oleh derai airmatanya mendengar ucapan tulus dari sahabatnya barusan.
"Seandainya saja aku bisa melakukannya dengan semudah itu, sudah pasti aku akan melakukannya, Jongin. Tapi entah kenapa aku merasa dan percaya bahwa suamiku itu pasti akan kembali padaku seperti yang dulu lagi." Jawab Jennie dengan nada suara getir.
Jongin mengambil langkah untuk segera menghampiri Jennie, kemudian Jongin menghapus airmata milik wanita yang sangat dia cintai itu menggunakan ibu jarinya sambil berkata.
"Jennie, aku tidak ingin kau tersakiti lebih dalam lagi karena cintamu yang seperti ini. Bisakah kau melihat aku sedikit saja sebagai seorang pria yang tulus mencintaimu? Aku yakin kau akan merasakan betapa tulusnya aku."

KAMU SEDANG MEMBACA
You're Still The One(JENLISA)
Romance"Maafkan aku Jane, aku mencintai kekasih ku yang sekarang, mari kita bersahabat saja." Limario Akankah kisah cinta masa kecil itu kembali bersemi setelah melalui begitu banyak tahap yang menyakitkan? "Akan aku rebut kembali apa yang sudah seharusny...