Meletakan hpnya di samping tubuhnya selepas menutup vc nya bersama anin dan gracia
ia Berbaring terlentang menatap langit-langit kamarnya
Sesekali mengalihkan tatapannya pada luar jendela, fokusnya jatuh pada sebuah ranting pohon yang hampir mati
Ranting yang mulai merapuh dengan daun yang tidak lagi menetap di penjuru ujung2 nya
Tangannya bergerak menghapus tetes airmata di ujung matanya
Mata yang terasa panas dan memerah mulai penuh lagi dengan air bening yang sekali lagi ingin menyembul keluar
Sejenak ia menggeleng keras dan beranjang bangkit mendudukan tubuhnya
"I Hate my self but u love my self, kehidupanku yang seperti apa yang kamu sukai?" Lirihnya bertanya sendiri
Bangkit lalu meraih kunci motornya
Dia, shani berjalan keluar kamarnya dengan hoodie yang sudah melekat di tubuh semampainya...
di tempat lain,
gracia juga sama, merebahkan tubuhnya di atas kasur sambil sejenak memejamkan matanya, menetralkan lelah di tubuh setelah aktivitas seharian mereka yang padat dari pagi
"sisa 3 minggu" lirihnya
mengingat waktu 1 bulannya di Jogja sudah 1 minggu ia habiskan
tubuh yang terasa lelah semakin lelah dengan fikirannya jika ia akan kembali pulang ke Jakarta
apa hal yang ia akan bawa pulang
apa alasan untuk menunda lagi pernikahannya
haruskah ia pasrah menjalani kehidupan sebagai seorang istri yang duduk manis di rumah melayani suaminya
mengingat sifat frans sangan posesif, di awal atau sekarang frans mungkin membiarkan saja gracia masih tetap bekerja sebagai fotografer, namun satu hal yang gracia pahami dari sifat lelaki yang menjadi calon suaminya itu
'Frans lambat laun pasti akan memaksanya untuk berhenti'
mata yang masih terpejam , fikiran gracia masih penuh dengan hal-hal yang berada di kotanya, juga tentang keluarganya
terlahir dari keluarga yang memiliki banyak saham dan anak perusahaan, masih bersyukur gracia sedikit di beri kebebasan untuk bekerja di luar kendali orang tuanya
namun jika ia kembali menunda pernikahannya, bagaimana gracia membuat orang tua nya tidak malu di hadapan relasi mereka?
di tambah hubungan kerja sama perusahaan frans dan ayahnya, bagai mana jika terjadi hal yang mengganggu bisnis ayahnya?
'Ceklek'
Pintu kamar mandi terbuka
tampak anin yang menatap heran pada gracia
anin mendekat sekilas menelisik wajah sahabatnya itu
"Lu nangis gre? " tanya anin yang melihat sebulir air mata yang jatuh di pipi gracia
gracia hanya diam, tidak berniat menanggapi ucapan anin
tangan anin bergerak menghapus jejak air mata gracia
"Nin, hiks.. hiks.. g-gue gk mau buru nikah ma frans, g-gue butuh waktu sedikit lebih lama disini hiks.." lirih gracia yang tak tahan lagi menyimpan resah di hatinya
anin mengangkat tubuh sahabatnya itu
merangkulnya dengan hangat dan memeluknya sesekali menepuk pundak gracia yang bergetar menahan tangisannya
"nangis saja gre, lu bebas keluarin unek-unek lu, gue selalu ada di sini dengerin semuanya" balas anin yang memeluk hangat gracia
tangis gracia semakin menjadi di dalam kukuhan pelukan anin, tak ada lagi kata-kata yang keluar, hanya emosi yang teralirkan pada tangisannya dan tepukan pundak dari anin yang menenangkan
Malioboro.
"Sudah enakan gre?" tanya anin yang melihat wajah gracia kembali sedikit cerah walau bengkak di matanya mesih jelas terlihat
duduk sambil menikmati alunan pengamen jalanan sedang bernyanyi
gracia tampak menganguk sambil meminum susu jahe hangat nya
anin membalas nya dengan tersenyum
mengajak gracia keluar malam walau mungkin bisa di katakan tengah malam sepertinya hal yang ampuh
"makasih nin" ucap tulus gracia sambil tangannya kembali memotret keadaan di sekitarnya
anin menangguk sekilas, menatap wajah samping gracia yang fokus mengambil gambar dengan kamera kesayangannya yang selalu ia bawa dan memotert apapun yang menurutnya menarik
anin sedikit terhanyut akan indahnya wajah gracia, memperhatikan dengan pancaran mata yang sulit di artikan
"Kita begini saja, gue sudah seneng gre" lirih pelan anin
samar gracia mendengar gumaman, menoleh pada anin
"Kenapa nin?" tanya gracia
Anin tersentak
"eh? gk gpp.. gue tanya lo jepret apaan?" sahut bohong anin
gracia kembali memalingkan wajahnya dan kembali mengintip dari celah fokus kameranya
"Biasa lah nin, kek gk tau gue aj lo" balas acuh gracia
"gue heran deh, emang gunanya lo menuhin memori lo dengan jepret banyak buat paan sih gre" tanya anin sambil kembali meminum teh hangatnya
gracia meletakan kameranya di atas meja dan berbalik menatap anin
"Dari memotret gue bisa merasa bebas, bebas untuk melihat dan bebas untuk bertanggung jawab dengan apa yang gue rekam
sebuah gambar itu berbentuk kejujuran, gambar yang gue jepret gk pernah berubah walaupun objek dalam gambar itu sudah berubah
lo pernah merindukan sesuatu atau seseorang nin?"
tanya gracia kembali di akhir penuturannya
anin mengangguk yang berarti mengaku pernah
gracia kembali tersenyum
"Lalu bagaimana dengan sebuah kenangan tentang sesuatu yang lo rindukan tanpa sebuah gambar?"
next.
KAMU SEDANG MEMBACA
sesuatu di Jogja (Greshan)
FanfictionApa yang lebih indah, sebuah kota dengan sejuta ke istimewaan atau sebuah kota yang di kunjungi orang yang istimewa? Bisa kah sebuah lensa merekam jejak waktu dan mematrikan kenangan di setiap kilat flashlightnya