7

3.8K 289 8
                                    










Meletakan hpnya di samping tubuhnya selepas menutup vc nya bersama anin dan gracia

ia Berbaring terlentang menatap langit-langit kamarnya

Sesekali mengalihkan tatapannya pada luar jendela, fokusnya jatuh pada sebuah ranting pohon yang hampir mati

Ranting yang mulai merapuh dengan daun yang tidak lagi menetap di penjuru ujung2 nya

Tangannya bergerak menghapus tetes airmata di ujung matanya

Mata yang terasa panas dan memerah mulai penuh lagi dengan air bening yang sekali lagi ingin menyembul keluar

Sejenak ia menggeleng keras dan beranjang bangkit mendudukan tubuhnya

"I Hate my self but u love my self, kehidupanku yang seperti apa yang kamu sukai?" Lirihnya bertanya sendiri

Bangkit lalu meraih kunci motornya

Dia, shani berjalan keluar kamarnya dengan hoodie yang sudah melekat di tubuh semampainya...
























di tempat lain,

gracia juga sama, merebahkan tubuhnya di atas kasur sambil sejenak memejamkan matanya, menetralkan lelah di tubuh setelah aktivitas seharian mereka yang padat dari pagi

"sisa 3 minggu" lirihnya

mengingat waktu 1 bulannya di Jogja sudah 1 minggu ia habiskan

tubuh yang terasa lelah semakin lelah dengan fikirannya jika ia akan kembali pulang ke Jakarta

apa hal yang ia akan bawa pulang

apa alasan untuk menunda lagi pernikahannya

haruskah ia pasrah menjalani kehidupan sebagai seorang istri yang duduk manis di rumah melayani suaminya

mengingat sifat frans sangan posesif, di awal atau sekarang frans mungkin membiarkan saja gracia masih tetap bekerja sebagai fotografer, namun satu hal yang gracia pahami dari sifat lelaki yang menjadi calon suaminya itu

'Frans lambat laun pasti akan memaksanya untuk berhenti'

mata yang masih terpejam , fikiran gracia masih penuh dengan hal-hal yang berada di kotanya, juga tentang keluarganya

terlahir dari keluarga yang memiliki banyak saham dan anak perusahaan, masih bersyukur gracia sedikit di beri kebebasan untuk bekerja di luar kendali orang tuanya

namun jika ia kembali menunda pernikahannya, bagaimana gracia membuat orang tua nya tidak malu di hadapan relasi mereka?

di tambah hubungan kerja sama perusahaan frans dan ayahnya, bagai mana jika terjadi hal yang mengganggu bisnis ayahnya?

'Ceklek'

Pintu kamar mandi terbuka

tampak anin yang menatap heran pada gracia

anin mendekat sekilas menelisik wajah sahabatnya itu

"Lu nangis gre? " tanya anin yang melihat sebulir air mata yang jatuh di pipi gracia

gracia hanya diam, tidak berniat menanggapi ucapan anin

tangan anin bergerak menghapus jejak air mata gracia

"Nin, hiks.. hiks.. g-gue gk mau buru nikah ma frans, g-gue butuh waktu sedikit lebih lama disini hiks.." lirih gracia yang tak tahan lagi menyimpan resah di hatinya

anin mengangkat tubuh sahabatnya itu

merangkulnya dengan hangat dan memeluknya sesekali menepuk pundak gracia yang bergetar menahan tangisannya

"nangis saja gre, lu bebas keluarin unek-unek lu, gue selalu ada di sini dengerin semuanya" balas anin yang memeluk hangat gracia

tangis gracia semakin menjadi di dalam kukuhan pelukan anin, tak ada lagi kata-kata yang keluar, hanya emosi yang teralirkan pada tangisannya dan tepukan pundak dari anin yang menenangkan

























Malioboro.

"Sudah enakan gre?" tanya anin yang melihat wajah gracia kembali sedikit cerah walau bengkak di matanya mesih jelas terlihat

duduk sambil menikmati alunan pengamen jalanan sedang bernyanyi

gracia tampak menganguk sambil meminum susu jahe hangat nya

anin membalas nya dengan tersenyum

mengajak gracia keluar malam walau mungkin bisa di katakan tengah malam sepertinya hal yang ampuh

"makasih nin" ucap tulus gracia sambil tangannya kembali memotret keadaan di sekitarnya

anin menangguk sekilas, menatap wajah samping gracia yang fokus mengambil gambar dengan kamera kesayangannya yang selalu ia bawa dan memotert apapun yang menurutnya menarik

anin sedikit terhanyut akan indahnya wajah gracia, memperhatikan dengan pancaran mata yang sulit di artikan

"Kita begini saja, gue sudah seneng gre" lirih pelan anin

samar gracia mendengar gumaman, menoleh pada anin

"Kenapa nin?" tanya gracia

Anin tersentak

"eh? gk gpp.. gue tanya lo jepret apaan?" sahut bohong anin

gracia kembali memalingkan wajahnya dan kembali mengintip dari celah fokus kameranya

"Biasa lah nin, kek gk tau gue aj lo" balas acuh gracia

"gue heran deh, emang gunanya lo menuhin memori lo dengan jepret banyak buat paan sih gre" tanya anin sambil kembali meminum teh hangatnya

gracia meletakan kameranya di atas meja dan berbalik menatap anin

"Dari memotret gue bisa merasa bebas, bebas untuk melihat dan bebas untuk bertanggung jawab dengan apa yang gue rekam

sebuah gambar itu berbentuk kejujuran, gambar yang gue jepret gk pernah berubah walaupun objek dalam gambar itu sudah berubah

lo pernah merindukan sesuatu atau seseorang nin?"

tanya gracia kembali di akhir penuturannya

anin mengangguk yang berarti mengaku pernah

gracia kembali tersenyum






"Lalu bagaimana dengan sebuah kenangan tentang sesuatu yang lo rindukan tanpa sebuah gambar?"











next.

sesuatu di Jogja (Greshan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang