Chapter 35 : Kencan Buta (Bagian Kedua)

75 24 2
                                    

Cuaca di sekitar area pegunungan gampang berubah. Langitnya diselimuti dengan awan hitam dan dalam sekejap datanglah hujan deras.

Ada seorang lelaki berpakaian compang-camping, ia berlarian menantang hujan, berpergian bolak-balik di dalam hutan lebat. Ia sangat putus asa, sesekali ia akan menolehkan kepalanya untuk melihat sekitar. Tak begitu jauh, ada sekelompok lelaki berbadan tegap yang memegang pedang. Mereka sedang mengejar untuk membunuh lelaki ini. Suara terengah-engah yang berat, suara angin, suara hujan, suara ranting kering yang hancur terinjak dan matahari disembunyikan oleh lapisan awan, kesuraman tengah berada di puncaknya. Semuanya tampak keras dan hingar-bingar.

Lelaki itu sempoyongan sewaktu ia menuruni pegunungan. Ia tersandung satu akar dan berguling menuruni lereng gunung. Ia menggertakkan giginya seraya bangkit dan terhuyung-huyung beberapa langkah lagi. Pada akhirnya, ia tidak sanggup bertahan lebih lama dan berlutut di lereng pegunungan yang berlumpur tersebut. Ia menundukkan kepalanya, terlihat sangat putus asa.

Area pegunungan tersebut mendadak berubah sunyi. Lelaki-lelaki berbadan tegap yang mengejar untuk membunuhnya tidak datang kemari.

Tidak lama, sepasang sepatu seputih salju muncul di hadapan lelaki itu. Lumpurnya, seolah-olah menyadari kerendahannya sendiri, seakan menyadari kehormatan dari orang yang memakai sepatu itu, sama sekali tidak berani menempel di sepatu itu. Seorang Tuan terhormat yang bersih berambut perak menjuntai turun ke tanah. Sejernih sungai perak di langit, terselimuti oleh bintang. Seharusnya, ia menjadi bagian dari malam yang gelap, sekujur tubuhnya memancarkan cahaya yang cemerlang, tetapi tubuhnya tidak bersuhu.

"Bangunannya sudah dihancurkan dan reputasiku sudah tersapu dan dikejar-kejar orang, untuk dibunuh. Apakah kau kemari untuk membunuhku juga?" Lelaki yang sedang berlutut di tanah berujar putus asa sambil tersenyum berat, mengangkat kepalanya dan melirik lelaki itu.

"Membunuhmu?" Ia tidak pernah perlu untuk secara pribadi membunuh seseorang, apa lagi jenis nyawa rendahan semacam ini. Ia menekuk pinggangnya dan mengangkat lelaki yang sedang berlutut di atas tanah, memperlihatkan wajah tak tertandingi di bawah payung. "Karena kau sudah menjadi anjing Pangeran ini, Pangeran ini sudah pasti tidak akan meninggalkanmu."

"...."

***

Di waktu yang sama, kencan buta Yang Mulia Putra Mahkota sepanjang siang ini tidak membuahkan hasil. Demi menghindari dikriktik oleh Ayahanda Kaisar karena pulang lebih awal ke istana, ia memutuskan untuk berjalan-jalan sendirian di jalanan. Mei Qian Deng melihat Putra Mahkota ingin keluar tanpa membawa pelayan satu pun, sehingga dalam sekejap ia memperlihatkan dirinya dan sangat mengagetkan Chu Xun.

"Kasar, kenapa kau ada di sini?!"

Mei Qian Deng menolehkan kepalanya, membongkar Pejabat Senior Song dan Di Mu Yang.

Chu Xun langsung mengerti. Wajahnya merah saat ia meraung, "Kalian semua sekelompok pelayan kurang ajar, licik! Benar-benar mengintip kencan buta Putra Mahkota ini! Bajingan!" Ia selalu bilang kalau ia adalah seorang lelaki yang sopan, tetapi sesungguhnya ada kalanya ketika ia tetap merasa malu. Terutama, ketika ia mengingat sebelumnya, diam-diam ia mempergunakan gerakan Mei Qian Deng melawan Saudari Keempat Di dan benar-benar dilihat oleh si kasar ini. Ia merasa dirinya seperti anak kecil yang diam-diam makan kudapan dan ketahuan oleh orang tuanya.

Mei Qian Deng sebenarnya sama sekali tidak terganggu dengan itu.

Ia berkata dengan tenang, "Kami sedang membantumu memeriksa mereka secara bersamaan."

"Siapa yang membutuhkan bantuan kalian?!" Chu Xun marah. Dalam hatinya, ia menambahkan, tidak perlu diperiksa sama sekali, semua gadis biasa sekuler ini sepenuhnya tidak sebanding dengan Putra Mahkota ini. Ia menghentakkan kakinya saat ia berjalan menuju ke arah luar.

What An Audacious And Sly Servant! [Terjemahan Indonesia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang