Chapter 55 : Ikrar

61 16 0
                                    

Malam hari, setelah Chu Xun mendengarkan kata-kata Mo Nian Yuan, ia bolak-balik di ranjang sembari mencoba untuk tidur.

Satu waktu, ia akan berpikir, jika Mei Qian Deng benar-benar sudah menebak Mo Nian Yuan adalah dalangnya, maka, mengapa ia tidak mengatakannya? Apakah ia mencoba untuk melindungi Mo Nian Yuan? Atau haruskah ia katakan, Mei Qian Deng sudah mengetahui jati diri Xiao Jian tetapi ia berpura-pura tidak tahu. Kenapa? Karena insiden keluarga Yue disebabkan oleh seseorang di pemerintahan dan Mei Qian Deng cemas, setelah mengatakannya, Xiao Jian tidak akan aman di dalam istana. Ini sudah jelas tidak memercayai dirinya.

Ia berpikir lebih jauh, sebelumnya, ia mengejar Mei Qian Deng keluar dari istana kekaisaran dan kemudian merekrut putra Ketua Aliansi Zhao sebagai teman belajar Putra Mahkota. Apakah Mei Qian Deng, si kuudere dungu itu kebanyakan berpikir? Akankah ia berasumsi, keluarga kekaisaran sedang menjajaki garis batasan keluarga Mei dan Zhao, mempermainkan aliansi seni bela diri di tangan mereka?

(T/N: istilah Tiongkok yang digunakan di sini adalah 闷骚 (mensao) yang berarti seseorang yang dingin di luar tapi hanga di dalam. Tidak ada padanan bahasa yang sesuai. Penerjemah bergumul apakah akan menggunakan dandere atau kuuedere karena keduanya istilah yang paling mendekati, akhirnya dipilihlah kuudere.)

Chu Xun memutar tubuhnya. Hal yang paling mendesak adalah, Ayahanda Kaisar berencana untuk mengambil kembali Pulau Kecil Mei Zi. Jika itu diketahui oleh Mei Qian Deng, bisa-bisa ia meninggalkan istana kekaisaran karena marah dan memutuskan hubungan mereka untuk selama-lamanya.

Berpikir sampai di sini, Chu Xun sudah membayangkan dalam benaknya, adegan dimana Mei Qian Deng memutuskan untuk pergi jauh.

Tidak boleh! Yang Mulia Putra Mahkota yang biasanya sombong, sekarang ini tidak tahan lebih lama lagi. Ia memutuskan untuk turun dari kudanya yang tinggi, mencari Mei Qian Deng dan membicarakannya dengan jelas. Kalau-kalau si kasar itu salah paham padanya tentang sesuatu dan menyimpannya sendiri tanpa mengatakan apa-apa dan itu menyebabkan luka yang tidak perlu, itu benar-benar kerugian yang melebihi keuntungannya ....

***

Ditengah malam.

Chu Xun merasakan jalannya ke kamar Mei Qian Deng. Kamar itu masih menyala di dalamnya. Ia sudah mengetuk pintunya tetapi ia tidak mendapatkan respon apa pun. Chu Xun berpikir, ia sudah tidur, sehingga ia mencoba membuka pintunya. Pintunya terbuka, tetapi tidak ada Mei Qian Deng di dalamnya.

Saat ini, Mei Qian Deng kembali dari belakang Istana Ming Jue. Ketika Chu Xun berjalan keluar dari kamar, ia mendengar suara kepakan tak jelas dari burung yang sedang terbang. Ia menengadahkan kepalanya untuk mencarinya, tetapi malam sekarang ini terlalu gelap, ia tidak bisa melihat dengan jelas. Chu Xun mengernyit. Sesuatu berdetak dalam hatinya sewaktu ia diam-diam berpikir: Tidak mungkin kan, si kasar itu mengirimkan surat dengan burung merpati?

"Putra Mahkota?" Di ujung koridor, suara Mei Qian Deng bergema.

"Darimana saja kau?"

"Aku ada di halaman belakang, berlatih pedang."

Chu Xun tidak mengeskposnya. Ia hanya menganggap seolah Mei Qian Deng benar-benar sedang berlatih pedangnya di halaman belakang. Ia menegangkan wajahnya yang cantik. Dengan kedua tangan di punggungnya, ia berujar berat, "Ikuti aku masuk ke dalam ruangan. Ada yang ingin kubicarakan denganmu."

"Oh ...."

Mei Qian Deng menundukkan kepalanya, memandangi kakinya sendiri. Tampaknya, ia sangat pendiam dan patuh. Seringnya, saat Chu Xun berwajah tegang, Mei Qian Deng akan menindaklanjuti dengan ekspresi ini. Barangkali, ia merasa dengan begini, ia akan membuat Yang Mulia Putra Mahkota lebih cepat tenang.

What An Audacious And Sly Servant! [Terjemahan Indonesia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang