Keesokan harinya, Rae berlari cepat menuju kantor, tidak sabar mengetik idenya yang ada di dalam kepalanya menjadi sebuah tulisan di dalam komputernya.
Perasaannya hari ini jauh lebih baik dari hari sebelumnya. Hal tersebut disebabkan pertemuannya dengan Hoseok dan juga Namjoon kemarin. Setelah Hoseok dan Rae selesai makan seafood, Namjoon mengajak mereka berdua untuk hangout di kedai kopi langganannya. Layaknya teman biasa mereka berbincang-bincang dan bercanda bersama, membuat Rae juga merasa lebih dekat dengan Namjoon dan Hoseok. Hatinya menjadi lebih ringan.
"Hai sayang," sapa Rae manis ketika melihat Jimin duduk di sofa kantor sambil memainkan handphone-nya.
Jimin menatap Rae dengan wajah berseri-seri campur terkejut karena melihat sahabatnya yang sudah lebih bersemangat dibanding kemarin.
"Hai," sapanya balik, pelan dan merdu.
"Aku bikinin sarapan buat kamu, makasih ya, kemarin udah bikinin aku teh anget pagi-pagi," lanjut Rae kemudian menyodorkan kotak bekal plastik berisi sandwich rumahan yang sederhana.
"Wah, makasih loh, padahal gak usah repot-repot, aku juga gak keberatan kok bikinin kamu teh kemarin," ungkap Jimin heran kenapa Rae sampai sebegitunya membalas kebaikannya yang sederhana.
"Gak hanya itu sih," lanjut Rae kemudian agak gugup. Rae kemudian duduk di sofa yang sama di samping Jimin lalu melanjutkan ucapannya. "Aku mau minta maaf juga kemarin aku agak beda sama kamu, padahal kamu udah dengan baik hati mau perhatian sama aku gara-gara kejadian kemarin lusa. Aku pengen orang-orang gak peduliin aku biar aku lupa sama kejadian itu, tapi semakin aku berusaha pengen ngelupain malah jadi keingetan terus," jelas Rae sambil tersenyum sungkan. "Aku jadi malah gak apresiasi perhatian kamu sama temen-temen yang lain," lanjutnya kemudian menundukan kepalanya malu.
"Rae.." Jimin menyentuh pundak Rae terlihat simpatik. "Geli tau gak sih dengerin kamu ngomong serius kayak gini," komentarnya bercanda..
Rae langsung menghantamkan bantal yang ada di sofa ke wajah Jimin, "aku tuh lagi serius, malah dibecandain!" serunya kesal.
"Hahahahaha," Jimin tertawa puas, "It's okay, Rae, tapi lain kali kalau kamu memang butuh space, kamu harusnya langsung bilang aja biar aku gak khawatir," balas Jimin menggenggam tangan Rae.
"Iya, maaf ya udah bikin kamu khawatir."
Jimin hanya menatap Rae, tersenyum, menunggu karena sepertinya Rae masih ingin menyampaikan hal lain.
"Emm.. Aku juga mau bilang makasih, udah bikin aku tenang waktu aku breakdown kemarin," ucap Rae dengan wajah yang merah.
Ah, akhirnya dia membahas ciuman mereka, pikir Jimin. Akhir-akhir ini Jimin selalu terpikirkan oleh itu, selain karena dia sudah mencium sahabatnya, dia juga merasa hal ini harus dibicarakan oleh mereka berdua.
Jimin sudah tidak bisa tidur selama 2 hari memikirkan hal tersebut, dia overthinking, bagaimana kalau Rae tidak menyukainya dan memutuskan hubungan persahabatan mereka, atau bagaimana kalau Rae suka sekali sampai-sampai dia mengajak Jimin untuk menikah. Jimin berpikir konyol.
Belum lagi ciumannya, entah kenapa bayangan wajah Rae yang penuh air mata itu selalu ada di kepala Jimin, bibirnya yang basah dan lembut juga masih bisa terasa olehnya. Terkadang Jimin menyentuh bibirnya sendiri sambil melamun, sampai akhirnya dia tersadarkan lalu menggelengkan kepalanya keras-keras berusaha menghilangkan bayangan itu dari isi kepalanya.
"Iya, aku juga mau ngomongin soal itu sih dari kemarin," balas Jimin.
"Aku tahu kok kemarin kamu cium aku supaya bikin aku tenang aja, jadi gak ada artinya kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Men in Her Life
FanfictionRae adalah seorang gadis sederhana yang bekerja sebagai koordinator tim produksi periklanan. Hidupnya hanya berfokus pada pekerjaan dan orang-orang disekitarnya. Ibu, kakak, sahabat kakaknya yang sangat tampan, sahabatnya yang selalu ada untuknya, a...