🥤44. Rasa Curiga

91 26 4
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Akhirnya Gue sampai ke rumah Cakra, tentu berkat di antarkan Sean yang setelah gue beri terima kasih langsung gue tinggal begitu saja tanpa sempat basa-basi menawarinya berkunjung masuk ke dalam rumah barang sebentar atau bagimana.

Gue bergegas masuk kerumah sambil memanggil-manggil nama Cakra lalu berkeliling area luar dan dalam rumah, namun gue tak mendapati Cakra ada di manapun barulah membuat gue menyadari jika Cakra belum kembali. Entah sedang dimana pria itu saat ini yang jelas ia pasti akan sangat marah sebab gue telah membuatnya khawatir.

Gak lama, Cakra pulang dengan tampang kacau, matanya langsung menyorot lega begitu mendapati gue sudah duduk bersantai menonton televisi sekaligus menunggunya, gue berdiri dan menghampiri pria itu yng dengan cepat memeluk gue."Hhh, syukurlah kamu Pulang Mel... Syukurlah. Aku terus dihantui firasat buruk hari ini tentang kamu Mel... Aku takut kamu sungguh pergi ninggalin aku-"


Deg


Bagaimana Cakra bisa tahu perihal niat gue itu...

"Aku takut kamu beneran kembali pada pria itu, Mel... Aku takut sakali."

Dada gue mendadak sesak, perih dalam tiap detakan jantung gue lagi-lagi menujam. Gue balas merengkuh Cakra lebih erat menenggelamkan wajah gue dalam dada bidangnya yang dari sana gue bisa mendengar debaran jantung yang terpompa menggila.

Cakra kamu sungguhan? Takut kehilangan aku? Ah, kok gue pingin nangis gini ih...

"Sejak semalam aku memimpikan itu, Mel... Kamu pergi, kamu melepas aku dan menyerah pada kisah kita. Itu ga mungkin kan, yang? Ga mungkin..."

Satu tombak besi seolah baru menujam sanubari gue, memburaikan kepingan perih yang kian menyebar memenuhi rongga dada. Demi apa pria ini sampai memimpikan keputusan yang telah gue pilih untuk masa depan hubungan kita? Lalu ia memohon agar gue tak meninggalkannya dengan setulus ini?

Lantas gue bisa apa?

Dalam hitungan detik Perasaan gue mulai luluh lantah, ide untuk mengakhiri hubungan toxic ini pun mulai tersamarkan. Kalau di pikir-pikir, dimana dan di era mana lagi gue akan menemukan pria seperti ini?

Pria yang mau memperjuangkan dan memohon untuk dicintai.

Tuhan, sumpah gue sayang banget sama pria ini... Tapi apa gue bisa bahagia jika selamanya harus membuat Cakra membagi hatinya?

Gue menyudahi pelukan kami dan melepaskan diri dri tubuhnya yng sedikit basah. "Cak, jangan bilang kalau kamu sehabis keliaran mencari aku? Di luar hujan loh, Liat badan kamu, basah kuyub kan?"

"Kamu kemana aja? kamu tau aku hampir gila nyariin kamu di kampus? kenapa pergi ga pamitan ? Ga bisa di hubungi juga. Ini namanya kamu mau bunuh dengan buat aku panik berlebih, Mel..."

Gue menggeleng penuh rasa sesal mencoba meyakinkannya jika gue
Sama sekali tidak melakukan hal apa yang ia takutkan. Air mata sampai luruh dikedua pipi gue tak mampu menahan ngilu yang memenuhi dada gue merasa bersalah telah berniat meninggalkan pria yang begitu baik dan baru membuat gue merasa berharga bagi dirinya.

Our Blue Sky : JOVANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang