"Maksudnya?"
"Pasien Tengah Hamil. Dan penyebab ia sampai pinsan yaitu dikarenakan dehidrasi dan kurangnya asupan makanan serta vitamin kedalam tubuh, seandainya pasien tak dibawa ke rumah sakit lebih cepat kemungkinan besar janinnya tidak dapat terselamatkan. Syukurnya, sekarang keadaannya mulai stabil dan segera akan terus membaik. Yang ia butuhkan adalah istirahat yang cukup jadi mungkin ia kan tertidur cukup lama. "
"Baik, dok. Terimakasih."
Setelah Jovan dan Bang Diyo melepas kepergian Dokter dengan sopan. Dua pria itu keluar dari ruangan dengan wajah serius. Sedangkan gue memilih menemani teh Raina yang masih terlelap dan tanpa sadar lama kelamaan gue ketiduran di sebelahnya dengan posisi tidak sehat, duduk bersandar di brankar perawatan teh Raina.
Sampai entah berapa lama waktu berlalu, seorang wanita memanggil nama gue seraya mengusap pundak coba membawa gue balik ke dunia nyata. Ternyata Teh Raina udah sadar.
"Teh? Alhamdulillah teteh udah Siuman. Imel khawatir banget sama teteh seharian ini ih, teh. " sekilas gue melihat jam di dinding dan menyadari jika ternyata waktu baru berlalu dua jam. Yah artinya gue ketiduran hampir dua jam dalam posisi tak lazim seperti tadi. Pantas punggung ini terasa pegel banget.
Mendapati belum ada tanda-tanda Jovan dan bang Diyo yang kembali keruangan, gue pun inisiatif beranjak hendak mencari dua pria itu yang bukannya ikut jagain pasien malah sibuk jajan entah dimana.
"Bentar yah teh, Imel panggil bang Jovan dan Bang Diyo dulu sebentar."
Namun tangan Raina menahan gue dengan raihan tangannya yang masih lemah.
"Kamu sudah tahu, Mel? ... Perihal kandungan aku?"
Gue terhenyak sejenak mengangguk pelan menatap wanita itu "Sejak kapan Teteh nyembunyiin ini semua?
Bukannya menjawab, teh Raina malah menggeleng dan mulai terisak sedih. Sepertinya benar, hormon kehamilan memang bisa mempermainkan emosi seekstrim itu dan tak butuh waktu lama sampai Raina sungguh menangis.
"Aku harus gimana, Mel? Aku ga tau harus gimana? Aku takut, malu dan ga tau harus berobat apa, Mel... Tolong aku... Kasih tau aku harus apa sekarang, Mel?!"
Ditanya sambil menangis tersedu- sedu begitu yah gue cuma bisa kicep kemudian mencoba beri jawaban menenangkannya semampu gue.
"Tenang teh, sekarang teteh ga sendirian. Imel ada disini akan temenin teteh hadapi ini semua, Teteh harus tetap kuat yah, kandungan teteh udah besar. Sebentar lagi kita punya keluarga baru, teh. Imel yakin nanti teteh pasti akan merasa lebih bahagia."
"Engak, Mel... kamu ga mengerti. Kehamilannya ini Ga seharusnya ada, bayi didalem kandunganku ini bukanlah anak yang aku inginku, Mel! Aku ga mau punya anak! Aku ga mau karirku hancur begitu saja sekarang! Dan aku ga mau... Buat malu mama papa, Mel. Sekarang aku harus gimana?"
"Teh, dunia teteh ga berakhir hanya ditentukan dengan ini, walau heran menolak sebanyak apapun itu ga bisa mengubah fakta jika bayi dalam perut teteh ini ga punya salah apapun hingga boleh teteh Benci, dia bagian dari diri teteh sendiri."
Raina menggeleng. "Aku ga mau.... Tolong aku, Mel... jangan benci aku. Aku udah cari bermacam cara untuk memusnahkan janin ini, Mel tapi ga berhasil... Dan aku juga semakin hari aku makin ga tega membunuh janin ini..."
"Maksudnya teteh pernah mencoba mengaborsi janin ini? Astagah teh, Imel ga mungkin membenci teteh hanya sebab perkara Ini! Tapi Imel ga habis fikir sama pemikiran teteh yang malah menyimpan semua ini sendirian bahkan pernah melakukan hal keji semacam itu, bagaimanapun janin ini bagian dari diri teteh sendiri! Kenapa teteh bisa tega?!"
"Maaf Mel, aku begitu terpuruk hingga ga mampu berfikir dengan rasional saat itu, tapi aku sangat menyesalinya sekarang, Mel! Sumpah... Mel... kamu... mau tolong aku?"
Gue mengangguk tanpa ragu sebagai jawaban. "Please jadi Ibu dari anak aku yah..."
Lah...
Apa? Gimana?
"Aku takut, Mel. Aku takut... dunia akan kecewa dan menghujat. Aku ga tau apa yang musti aku lakuin..."
"Tapi teh, Imel ga di situasi bisa merawat seorang bayi, teh. Teteh kan tau sendiri, kalau Imel masih sibuk ngampus, nanti gima-"
"Setidaknya kamu punya suami, Mel! Ga ada yang bisa menghujat kamu dengan fakta itu jika kamu memiliki bayi dalam waktu dekat, bukan? Kumohon Mel. Kumohon tolong aku..."
"Tapi teh... Imel ga bisa memutuskan hal sepenting ini sendirian. Imel harus mendengar pendapat bang Jovan dulu sebelum Imel bersedia menjadi orang tua asuh anak teteh."
"Apa? Orang tua asuh? Orang tua asih apa?"
To Be Continue...
01 February 24
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Blue Sky : JOVAN
RomanceCakra, Seorang pria berpemikiran dewasa dan Romantis namun kadang terlalu overprotektif. Menikah dengan Cakra bagai sebuah cita-cita bagi Imel, namun apa mau di kata saat sebuah prahara tak terduga menimpa dan buatnya harus terpaksa menikah dengan...