"Mel... Mel... " Bang Diyo mengguncang pelan pundak gue seraya bertutur lembut, membuat mata ini perlahan terbuka dan sayub-sayub gue bisa melihatnya."Abang pamit yah, mau jenguk Raina sebentar lalu langsung pulang ke Bogor. "
Gue membuka mata lebih lebar seraya beranjak bangun dari pembaringan. "Pagi-pagi gini? "
"Mana ada pagi, liat matahari udah setinggi apa diluar tuh. " Gue mengikuti arah jendela yang di tatap Bang Diyo dan menyadari jika hari sudah terang benderang.
"Capek ih, masih males bangun. Imel ga ikut yah Bang. Kita pisah disini aja aku ga bisa anter sampe Bogor. "
"Cih, emang siapa yang minta kamu nganter, hah? Ini pun abang lagi pamitan 'kan?"
Gue mengangguk-angguk sok paham seraya melihat jam di layar handphone.
"Udah jam sepuluh? Cepet banget perasaan baru bobo. "
"Yauda lanjut lagi bobo sana. Tapi jangan lewat jam 12 yah, diusir kamu entar sama orang hotel. " Ujar Bang Diyo mengingatkan seraya pria itu membuka dompet.
"Ah, males ah. Udah ga nyaman lagi merem kalau gitu ceritanya. Abang sih ah kenapa ga booking kamar buat seminggu sekalian, ih. "
"Buat apa hah?! " Tanpa tadang aling-aling Bang Diyo menoyor kepala gue tiada belas kasih. "Bang Diyo! "
"Bisa di kira Arin abang punya ani-ani di Jakarta kalau buang uang sebanyak itu ngebayarin hotel doang. "
"Kan bayar hotel buat aku! Bukan sekedar 'buang duit doang dong ah'. Abang tega gitu aku luntang lantung di Jakarta mulai sekarang? "
"Kamu kan masih punya Jovan, Mel. Udah ga usah mentingin gengsi terus, sampai kalian beneran masuk proses persidangan cobalah tetep tinggal di sana meski ga akur yah, abang tau betul kok, Jovan ga mungkin ngusir kamu mau dunia kiamat sekalipun. Kamunya yang turunin ego dan coba mulai akur. Denger? "
"I-iya... "
"Oke."
Bang Diyo mengulurkan tangan dan gue sambut untuk di cium alakadarnya.
Tak lupa setelah gue menitip berkas yang kemarin dibawa bang Diyo untuk disampaikan ke Jovan saja di rumah sakit agar aman, ia beranjak hendak keluar kamar gue membuntuti di belakangnya.
"Oh ya, Mel... "
"Iya bang? Ada lagi pesan dan kesannya? " Jawab gue menghumor garing.
"Tentang pacar kamu itu... Kamu beneran akan ninggalin dia? Kamu udah yakin? " Ujar bang Diyo memunggungi gue.
"Ah... Cakra? I-iya bang... Imel yakin. Imel mau tobat. Mental aku ga dibikin buat setegar para pelakor, hehe " Ucap gue terbata, jujur gue terkejut dengan pertanyaan tiba-tiba yang membuat hati mungil ini seketika bergetar perih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Blue Sky : JOVAN
RomanceCakra, Seorang pria berpemikiran dewasa dan Romantis namun kadang terlalu overprotektif. Menikah dengan Cakra bagai sebuah cita-cita bagi Imel, namun apa mau di kata saat sebuah prahara tak terduga menimpa dan buatnya harus terpaksa menikah dengan...