"Saya bukan om kamu,"
Emira tidak merespon apapun, tatapannya lurus. Mulutnya mengunyah pelan makanan yang masuk.
Al dengan telaten menyuapi Emira, bahkan ia sendiri tidak mempedulikan perutnya yang keroncongan minta diisi. Emira yang mendengar bunyi suara perut Al itu, melirik sekilas ke arah perut Al.
Ia kemudian melemaskan punggungnya bergegas untuk berbaring.
"Udah," ucapnya pelan.
Al mengangguk, kemudian menyodorkan segelas air yang diterima langsung oleh Emira.
Emira menarik selimutnya hingga menutupi sebagian wajahnya. Tidak ada sepatah katapun yang keluar lagi dari mulutnya.
Hal itu membuat Al menghela napasnya. Kemudian, ia membereskan alat makan tadi dan membawanya ke dapur.
Al berdiri seraya membawa nampan, ia menatap istrinya yang tengah memejamkan mata.
"Saya makan dulu ya," pamitnya walaupun sangat yakin tidak akan mendapat respon.
Setelah pintu kamar ditutup rapat dengan bantuan kaki Al, Emira mengangkat kepalanya untuk memeriksa.
Helaan napas keluar dari mulutnya, "takut banget gue sama om-om itu." cicitnya. Lalu ia meraih ponsel yang berada di bawah bantal.
Emira memainkan benda tersebut, membuka sosial medianya dan aplikasi tukar pesan. Ada banyak yang mengirimkan pesan simpati kepadanya. Hal itu membuat hatinya sesak kembali, mengingat dirinya yang tidak lulus seleksi masuk perguruan tinggi impiannya.
Berusaha mengesampingkan rasa sedihnya, Emira memutuskan untuk tidak aktif lagi di sosial medianya.
Alternatif untuk mengurangi rasa bosannya, Emira memilih untuk menonton Drama Korea saja.
Emira larut oleh drama tersebut, bahkan sudah beberapa episode telah ditontonnya.
"Ck, andai gue bisa bela diri. Udah gue hajar kali itu om-om." decaknya, "jadinya sekarang gue gak bisa ngapa-ngapain, takut di apa-apain juga." gumamnya.
Suara pintu kamar dibuka tidak mengambil fokus Emira. Hal itu membuat suaminya mengerutkan dahi.
Al menghampiri istrinya yang tengah fokus menonton video dalam ponselnya. Kemudian duduk di pinggiran kasur, hingga menimbulkan bunyi berderit, yang langsung membuat Emira tersadar.
"Nonton apa?" tanya Al, berusaha mendekatkan dirinya untuk merapat dengan Emira.
Emira mendongak sekilas, lantas mengarahkan layar ponselnya ke arah Al, tanpa mau membuka suaranya.
Al ikut berbaring di sebelah istrinya, ia menyangga kepalanya dengan sebelah tangan. Kemudian mengamati aktivitas istrinya yang sangat fokus menonton.
"Saya habis dari ruang kerja, ngerjain beberapa berkas penting yang sempat tertunda." jelas Al tanpa diminta, namun Emira terlihat tidak peduli.
Al menghela napasnya, lantas tersenyum miris. Kemudian ia memberanikan diri untuk merapatkan tubuhnya pada Emira, ia dapat merasakan tubuh mungil Emira yang menegang.
Entah mendapat keberanian dari mana, tiba-tiba tangan besar Al mengelus pelan perut Emira seraya bertanya.
"Masih sakit?"
Emira mengerjapkan matanya cepat, lalu melirik ke atas melihat wajah suaminya dari dekat, yang ternyata sedang menutup matanya.
Emira menggeleng cepat, yang dapat dirasakan oleh Al yang langsung membuka kedua matanya.
"Syukurlah," ucapnya seraya menggesekkan wajahnya dengan kepala Emira.
Al menarik memindahkan tangannya, yang tadinya berada di perut Emira kini beralih untuk mengangkat kepala Emira untuk bersandar di dadanya.
Emira tidak bisa berkutik, seperti katanya tadi. Ia takut karena tidak bisa apa-apa. Dan posisi ini juga dapat menguntungkan Emira yang merasa nyaman. Entahlah, Emira tidak mengerti dengan suasana hatinya saat ini.
Al tersenyum senang, melihat istrinya yang tidak menolak. Padahal ia akan menurut jika istrinya itu tidak mengizinkan dirinya untuk menyentuh, seperti kesepakatannya malam itu.
Tatapannya senantiasa mengamati wajah sang istri dari dekat, sedangkan tangannya bergerak untuk mengelus rambut istrinya dengan sayang.
"Jangan keseringan nonton, gak baik."
Emira tidak mendengarkan, ia malah bersenandung kecil menyanyikan lagu yang menjadi soundtrack drama tersebut. Bibir kecilnya bergerak-gerak lincah menyebutkan bahasa yang tidak dimengerti Al.
Al mengamati lebih dekat, karena merasa tertarik dengan bibir tersebut.
Emira merasa ada yang mendekati wajahnya, sehingga ia memberanikan diri untuk mendongak. Namun belum sempurna mendongak, tiba-tiba sebuah benda sudah jatuh, tepat di atas bibirnya.
Hal itu mampu membuat keduanya membeku, terutama Emira.
Merasa tidak ada pergerakan apapun dari istrinya, Al memberanikan diri memejamkan matanya untuk lebih lanjut.
Namun, sebelum itu. Emira langsung mendorong keras wajah Al hingga keduanya terpisah jauh. Bahkan Emira langsung bingkas duduk, dan menatap kosong ke depan.
Menyadari itu, Al mengacak rambutnya, merasa bersalah. Ia pun beringsut turun untuk menghindari istrinya.
"Sudah mau maghrib, saya mandi dulu." pamitnya, dengan gerakan cepat memasuki kamar mandi.
Emira menatap dinding kamar dengan kosong, video dari ponselnya masih berputar dengan baik.
Ia menyentuh bibir ranumnya. Kemudian mengerjapkan matanya berkali-kali, berusaha sadar.
Matanya menyapu sekeliling, kemudian terhenti pada pintu kamar mandi yang terdengar suara gemericik air.
"Ini bukan first kiss gue," lirihnya. "Tapi, kok, kayak masih nempel, ya?" tanyanya entah pada siapa.
Emira berusaha membasahi bibirnya dengan lidah. Dan malah membuatnya kembali membeku.
"Manis," cicitnya.
Emira membelalakkan matanya, lantas menampar kecil pipi mulusnya.
"Otak gue diracuni om-om, sialan!"
***
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
ALKHAIRA [End]
Spiritual[BELUM REVISI] Gagal masuk ke perguruan tinggi impiannya, Emira melampiaskan segala emosinya dengan pergi ke sebuah club bersama teman-temannya. Saat perjalanan pulang dari Kantor, sang papa memergoki Emira yang keluar dari club dengan langkah semp...