47

4.6K 244 10
                                    

"Mama..."

"Mama ada di luar sayang, bantu mendoakan." Al membisikkan kalimat-kalimat menenangkan saat mendengar ringis kesakitan istrinya.

"Tarik napas Bu!" Emira mengikuti instruksi dari dokter perempuan itu. Tangannya mencengkram kuat tubuh suaminya yang menunduk.

Al hanya mampu menatap dari dekat wajah yang penuh dengan peluh serta guratan kesakitan. Lantunan doa serta sholawat ia rapalkan.

"Sakit, Mas..."

Kalau saja ia mampu menyerap segala bentuk kesakitan yang diderita istrinya, ia sanggup menanggungnya. Sekuat mungkin Al menahan agar air matanya tidak luruh saat terus-terusan mendengar suara kesakitan Emira.

"Sedikit lagi Bu!"

Emira mengejan semakin kuat, hingga suara tangisan bayi langsung memenuhi ruangan.

"Alhamdulillah..." lirih Al mengecup setiap inci wajah istrinya. "Jazakillah sayang," Ia sudah tidak bisa lagi membendung tangisnya, Al menangis haru.

"Bayinya laki-laki." ucap sang dokter, lalu menangkupkan bayi yang masih berlumuran darah itu di atas dada ibunya. Lalu dokter itu sibuk mensterilkan bagian Emira dibantu suster. Suster satunya lagi mengabarkan berita gembira tersebut pada pihak keluarga yang menunggu di luar.

"Masyaallah... Alhamdulillah..." Al terus mengucap syukur seraya mengamati bayi yang sekarang sudah berhenti menangis di atas tubuh ibunya.

Al beralih menatap istrinya yang tengah tersenyum tipis dengan tatapan sayu. Bibirnya di daratkan pada tiap inci wajah Emira.

"Jazakillah... Ana Uhibbuki Fillah ya jauzati." lirihnya.

Al menjauhkan wajahnya seinci untuk menatap jelas wajah istrinya. Deru napasnya mulai tenang, serta senyum segarisnya tak pernah hilang. Demi Allah, istrinya terlihat berlipat-lipat kali lebih cantik.

Al diperintahkan dokter untuk terus menjaga kesadaran Emira dengan cara mengajaknya berbicara. Tatapan Al turun untuk menatap bibir tipis itu yang bergerak lambat. Di dekatkanlah indera pendengarannya ke depan mulut Emira.

"Alhamdulillah," lirihnya seringan kapas.

Senyuman bahagia terpatri di wajah Al, ia menjauhkan tubuhnya mengambil posisi untuk menggendong bayinya yang akan ia adzani. Namun, teralihkan saat melihat mata sang istri terpejam.

Rasa bahagia berganti dengan rasa takut serta khawatir. Al kembali membungkukkan badannya.

"Sayang?" tidak menyerah, Al kembali membangunkan istrinya.

"Sayang? Mas di sini, anak kita di sini." Walaupun rasa sesak langsung menghantam dadanya, Al mengenyahkan itu.

"Sayang...?"

Suasana ruangan berubah menegangkan, Dokter dan suster yang sedang menyelesaikan pekerjaannya dibuat panik dengan suara Al yang terdengar bergetar.

Suster langsung mengambil bayi di atas tubuh ibunya karena untuk dibersihkan.

Air mata sudah menggenang di pelupuk mata Al. Ia mengecek bagian leher Emira lalu berganti ke pergelangan tangannya.

Al langsung tergugu di tempat. Air matanya meluruh, langsung saja ia memanggil dokter.

"Dok! Tolong cek istri saya! Saya yakin, saya yang salah!" pekiknya kacau. Tangannya tidak mau lepas di genggaman istri yang lemah.

Dokter langsung mengerahkan seluruh tenaganya untuk mengurusi pasiennya dengan segala caranya.

Tahu hasil akhir dari usaha dokter dan rekan sejawatnya tersebut. Al memilih untuk menjauhkan tubuhnya.

Hancur. Hati Al remuk redam. Mati, jiwa Al terasa mati.

ALKHAIRA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang