Selamat membaca 💐
***
"Kamu jangan kasih tau Mira dulu ya, nak."
Di ruangan yang menjadi singgasana pimpinan itu, terjadi keheningan lumayan lama, didukung dengan kondisi ruangannya yang memang kedap suara.
Dua orang laki-laki itu belum ada yang membuka suaranya lagi, masing-masing sibuk dengan pikirannya.
Al menghela napas, ia menatap mertuanya dengan sorot khawatir, "tapi Al takut Emira salah paham, pa... " lirihnya.
Bimantara tersenyum, hingga kerutan di wajahnya tidak dapat disembunyikan. Namun, aura wibawanya tidak akan pernah luntur.
"Nanti sedikit-sedikit akan papa kasih pemahaman sama dia."
Perasaan Al terasa mengganjal, ia belum sepenuhnya menerima.
Lagi-lagi ia menghela napasnya, menatap sorot teduh mertuanya yang tengah bersandar di sofa yang disediakan di ruangannya. Mereka duduk berhadapan.
Al menautkan kedua tangannya, "kondisi papa gimana?"
Bimantara menuangkan teh hangat dari tumbler mini yang dibawanya dari rumah ke dalam cangkir, lalu menyodorkan ke hadapan menantunya.
"Diminum." suruhnya, ia menyeruput teh tersebut hingga berbunyi decapan. "Ini buatan ibu mertuamu." terangnya.
Al mengelap bibirnya setelah menyecap teh tersebut. Ia kembali fokus menatap laki-laki paruh baya di depannya, menunggu jawaban.
Bimantara merapihkan jas hitamnya yang sedikit kusut. "Alhamdulillah, minta doanya saja untuk kebaikan papa." jawabnya yang tidak memberikan jawaban pasti.
Al belum puas, terlihat dari raut wajahnya. Namun dia enggan untuk kembali bertanya, lebih baik ia mendoakan saja sesuai permintaan papanya.
"Al akan sering mengantar Emira untuk main ke rumah papa. Lagian di rumah juga, dia sendirian." ungkap Al.
Bimantara kurang setuju, "tapi... " namun segera dipotong oleh Al. "Pa... Mau bagaimanapun, dia anak papa, berhak tau."
Al mengesampingkan gelar mertuanya itu, kini mereka tengah berperan layaknya seorang ayah dan anak, bukan atasan dan bawahan.
Bimantara menghela napas beratnya, kemudian ia mengangguk pelan. Ia menyandarkan punggungnya pada sofa.
"Kamu boleh membuka statusmu dengan Mira ke publik." selorohnya.
Al mengulum bibirnya, kemudian termenung sejenak.
"Insyaallah, kalo Al dan Ira sudah siap."
Bimantara tersenyum tipis, kemudian ia teringat sesuatu. "Oh iya, jangan lupa segera pergi bulan madu, sebelum beban tugasmu semakin banyak."
***
Emira bergegas menuruni anak tangga saat mendengar bel berbunyi, namun kalah cepat dengan suaminya yang kini sudah berjalan ke arahnya.
"Assalamualaikum... " ucapnya. Yang dibalas dengan senang hati oleh Emira, ia langsung mendekat pada suaminya lalu menyalaminya dan dibalas kecupan singkat di keningnya.
Al mengusap lembut rambut Emira, lalu membawa ke pelukannya.
Emira sedikit terpaku saat merasa suaminya sedang murung. Ia menenggelamkan kepalanya di dada, lalu membalas pelukan.
Telapak tangannya mengusap-usap punggung tegap suaminya, membuat Al semakin membenamkan kepalanya di bahu Emira.
"Kenapa, hmm?" suara lembut Emira menyapa gendang telinganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALKHAIRA [End]
Spiritual[BELUM REVISI] Gagal masuk ke perguruan tinggi impiannya, Emira melampiaskan segala emosinya dengan pergi ke sebuah club bersama teman-temannya. Saat perjalanan pulang dari Kantor, sang papa memergoki Emira yang keluar dari club dengan langkah semp...