13

8.4K 461 2
                                    

Seperti mendapatkan kejutan secara tiba-tiba yang dapat membuat jantung berdebar kencang. Namun, lain hal ketika kejutan itu tidak sesuai dengan harapan kita.

Pagi ini Al dikejutkan dengan sikap istrinya yang kembali seperti awal. Bahkan kepalanya yang berat karena kurang tidur, semakin memberat karena memikirkan istrinya.

Dengan tubuhnya yang sedikit panas, Al menyiapkan menu sarapan untuknya dan Emira. Biasanya, Emira akan menghampirinya dan berusaha mengacau. Namun, kali ini tidak. Bahkan, saat tadi dibangunkan untuk sholat subuh saja Emira enggan.

Karena kondisi tubuhnya yang terasa lemas, Al memilih menu yang gampang dibuat.

Ia membuat nasi goreng dan telur dadar sebanyak dua porsi. Setelah masak, Al memilih untuk makan terlebih dahulu, baru sesudahnya ia akan mengantarkan makanan itu ke kamarnya.

Bahkan makanan yang biasanya terasa nikmat ini, terasa hambar di mulut Al. Sedari dari mulutnya hanya ia gunakan untuk makan saja, tidak untuk bersuara.

Al membaca doa setelah makan dalam hati, lantas menaruh piring kotor ke wastafel. Ia meraih nampan yang berisi piring dan gelas untuk dibawa ke kamarnya.

Sesampainya di atas, Al langsung masuk ke dalam kamar.

"Sarapan dulu, sayang." ucap Al masih penuh kelembutan.

Setelah menaruh nampan di atas nakas, Al menarik pelan selimut Emira yang menutupi kepalanya, lantas mengusapnya lembut.

"Maafin saya, kalo saya ada salah." lirihnya tepat di telinga Emira. Al menggeser kepalanya kemudian mengecup lembut bagian dahi istrinya cukup lama.

Emira merinding mendengar suara Al sedekat itu, namun ia meneguhkan hatinya untuk terus memejamkan matanya.

Al menarik kepalanya, kemudian tersenyum tipis. "Saya tau, kamu sudah bangun, Ira."

Emira berdecak dalam hati, kemudian ia pura-pura menggosok matanya, lalu menatap suaminya yang sudah rapih dengan pakaian formal.

Mau Kerja? batin Emira.

"Sarapan dulu," Emira mendelik, dan malah kembali menarik selimut untuk menutupi kepalanya.

Al menghela napasnya, terus beristighfar. Ia bangkit, menyiapkan keperluannya untuk pergi ke kantor. Ia harus ekstra bekerja agar bisa melupakan sejenak masalah terkait istrinya.

"Saya pamit ke kantor," pamit Al diakhiri kecupan singkat di punggung tangan Emira yang digunakan untuk menahan selimut.

Emira menahan debaran di dadanya, hingga terdengar suara pintu tertutup baru ia menghela napas lega seraya menyibak selimutnya.

"Gila! Sabar banget. Giliran gue goda aja gak sabaran. Dasar om-om mesum!"

***

Emira mengunyah kacang dengan malas, kemudian bingkas dari sofa. Ia sedang merasa bosan, karena hanya ada dirinya saja di rumah sebesar ini.

Otak liciknya kembali bekerja, ia mematikan televisi yang menayangkan drama favoritnya. Kemudian ia melompat turun dari sofa menuju kamarnya.

Sesampainya, ia langsung mencari keberadaan ponselnya yang lupa di taruh karena jarang digunakan.

Setelah dapat, ia mencari kontak temannya. Lantas menghubunginya lewat pesan. Ia beraniat akan keluar bersama temannya.

Emira terkekeh saat mendapat balasan temannya yang mengomelinya karena dirinya tidak ada kabar. Katanya, takut Emira dikirim ke pesantren oleh Papanya.

Emira bersorak riang saat temannya itu menyetujui untuk bertemu dengannya sekarang. Ia bergegas mengganti pakaiannya yang biasa ia gunakan di dalam Rumah saja.

ALKHAIRA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang