Beberapa mobil memasuki pekarangan rumah mendiang yang dipenuhi oleh banyak karangan bunga sebagai ucapan turut berduka cita dari berbagai perusahaan maupun kalangan. Beberapa satpam yang berjaga di depan gerbang menunduk saat melihat keadaan majikan mereka. Mereka berhasil mengusir para wartawan yang berdatangan ke rumah.
Al menuntun istrinya turun dari mobil menuju kamar. Ditatapnya wajah cantik istrinya yang sekarang terlihat pucat. Ia mendudukkan Emira di pinggiran kasur bergerak untuk melepaskan kerudungnya.
"Kamu mandi dulu ya. Mau mas mandiin?" tawarnya, bukan maksud menggoda.
Emira menggeleng lemah, tanpa mau membuka mulutnya.
Al mengangguk singkat ia mengambil handuk serta pakaian istrinya dan menyerahkannya. Ia menatap punggung kecil istrinya yang memasuki kamar mandi dengan sendu.
"Jangan lama-lama, sayang."
Helaan napas keluar saat pintu kamar mandi sudah tertutup rapat. Al meluruh, ia duduk di lantai yang dingin seraya bersandar pada sisian ranjang.
Rasa sesak langsung menghimpit dadanya, membuat Al langsung memukulinya. Air matanya sudah meluruh sedari tadi, disusul dengan suara isakan yang perlahan kian terdengar. Namun Al segera membekap mulutnya agar tidak ada yang mendengar dirinya menangis.
Perasaan terasa diaduk, ia merasakan takut serta sedih yang dominan. Kilasan momen bersama mertua sekaligus atasannya itu berputar di kepalanya, membuat isakannya kian melirih.
Hal yang paling ditakutkan Al adalah, ia tidak bisa menjalankan amanah yang sudah diberikan mendiang kepadanya.
Setelah cukup mengurangi kesesakannya, Al menghentikan tangisannya. Ia mengatur napasnya agar tidak tersendat-sendat. Setelah normal, pintu kamar mandi terbuka menampakkan Emira yang terlihat segar.
Emira menyampaikan handuknya, lalu mengambil handuk suaminya dan berlalu untuk menyerahkannya.
"Sekarang, Mas yang mandi." katanya setelah sampai di depan Al yang berdiri.
Al memberikan senyum terbaiknya, kemudian mengangguk. Ia meraih handuk tersebut dari tangan sang istri, lantas mengecup kepala Emira yang basah.
"Habis ini kita makan, ya." ujarnya sambil berjalan ke depan lemari untuk mengambil pakaiannya yang kebetulan masih ada beberapa.
Emira beranjak menaiki kasur untuk berbaring. "Aku mau tidur," ucapnya dengan suara lemah.
Al menoleh pada istrinya, "Ya udah, nanti aku bawa makanannya ke sini."
Padahal jika Al tidak perlu repot-repot membawa makanannya ke sini. Ia melupakan tugas maid.
Sebuah benda basah mendarat di atas bibirnya, membuat Emira tersentak.
"Jangan bengong terus, sayang." ujar pelaku yang sekarang sudah berlalu ke kamar mandi.
Emira menatap punggung tegap Al dengan sedih, tangannya terulur mengusap perutnya yang buncit. Bahkan ia sudah bisa tidur secara terlentang lagi.
***
Selesai melaksanakan sholat maghrib berdua di kamar Al langsung turun ke bawah untuk mengambil makanan di dapur.
Pintu berderit, membuat atensi Emira yang tadinya menatap langit-langit beralih ke arah Al yang datang membawa nampan besar berisi makanan serta air minum. Lalu menyimpannya di nakas yang terletak di samping ranjang.
Emira mengamati gerakan suaminya yang menata makanan dengan hati-hati. Setelah selesai Al berbalik duduk di samping istrinya yang tengah berbaring.
Telapak tangannya yang besar mengelus surai hitam milik istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALKHAIRA [End]
Spiritual[BELUM REVISI] Gagal masuk ke perguruan tinggi impiannya, Emira melampiaskan segala emosinya dengan pergi ke sebuah club bersama teman-temannya. Saat perjalanan pulang dari Kantor, sang papa memergoki Emira yang keluar dari club dengan langkah semp...