43

4.8K 304 4
                                    

-

"Jam besuknya sudah habis, Mbak."

Emira mengangkat wajahnya lantas menoleh ke arah perawat yang hendak bertugas. Emira menatap papanya sekali, lantas bangkit seraya menunduk. Ia berjalan lesu ke arah pintu lalu melepas seragam steril yang dipakainya.

Pintu ruangan terbuka, wajah suaminya lah yang pertama kali ia lihat. Segera Emira berhambur memeluk suaminya yang langsung mengusap lembut punggungnya.

"Makan dulu yuk?"

Emira menggeleng di balik dada Al.

"Buna nggak sayang sama baby?" gumam Al menumpu dagunya di atas kepala Emira.

Helaan napas terdengar, berasal dari mulut Emira. Ia menjauhkan wajahnya terus mengangguk.

Al tersenyum tipis, merangkul istrinya untuk membawanya keluar rumah sakit. Sebelumya ia pamit dulu kepada orang tuanya yang sedang bergantian berjaga. Ibu mertuanya ia suruh untuk pulang ke rumah terlebih dahulu.

Sudah satu minggu, nafsu makan Emira benar-benar menurun. Jika saja ia tidak ingat dengan bayi yang dikandungnya, jadwal makan sudah benar-benar Emira lupakan.

"Mau makan di restoran jepang?" tawar Al.

Karena sudah bosan dengan makanan yang tersedia di kantin rumah sakit. Emira mengangguk saja menyetujui.

Al membawanya menuju parkiran rumah sakit. Setelah menutup pintu mobil di bagian penumpang, telepon dari Hamzah masuk.

"Halo, assalamualaikum?"

Emira menatap suaminya dari dalam mobil tengah serius menelpon. Wajahnya tidak seceria biasanya, calon ibu ini sedang merasakan gundah di hatinya sejak tahu papanya terbaring di rumah sakit.

Cukup lama hening terdengar suara pintu terbuka, disusul dengan kemunculan Al yang duduk di kursi kemudi.

Emira tidak bertanya, membuat Al inisiatif mengeluarkan suara lebih dulu.

"Hamzah telepon Mas. Biasa, urusan kantor." Al melirik ke arah istrinya yang diam. Ia mulai menyalakan mobilnya dan melakukannya keluar dari parkiran dan membaur di jalanan.

"Mas fokus urus perusahaan aja," setelah lama diam, Emira akhirnya membuka suara.

Al menghela napasnya. "Mas gak bisa fokus sayang, kepikiran papa sama kamu terus."

Emira menatap suaminya. "Mas punya amanah  pimpin perusahaan."

Al terdiam, ia melupakan amanah satunya lagi.

"Mas boleh mulai produktif lagi mulai besok," ujar Emira.

Setelah memikirkan kemungkinan terbaik, Al berucap. "Tapi kamu harus makan tepat waktu,"

Emira menunduk untuk menatap perutnya yang buncit, diusapnya pelan. Lantas ia mengangguk singkat, "Iya."

Mobil sudah terparkir di area restoran jepang. Al melakukan kebiasaannya seperti biasa lalu turun dari mobil.

Ia merangkul pinggang sang istri setelah menghampirinya. Lalu mulai memilih tempat duduk yang tersisa. Pilihannya jatuh pada meja yang letaknya di ujung.

Pelayan datang dan menyerahkan buku menu. Mereka langsung memilih menu yang sama untuk makan siang kali ini.

Emira dan Al bercengkrama ringan untuk menghangatkan suasana. Mereka sudah jarang berinteraksi intens sejak Emira fokus pada papanya.

Senyum Emira kini kembali terbit saat mendengar guyonan receh dari suaminya, sedikit meredakan keresahannya.

Perhatian Emira kini tertuju untuk menatap sekeliling yang ramai. Tatapannya terhenti saat mendapati sosok yang sangat familiar baginya.

ALKHAIRA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang