Jangan lupa tinggalkan jejak teman-teman :)
Vote
Dan
Komen yang baik
***
"Papa!"
Emira berseru senang dan langsung menubruk tubuh Bimantara selesai membuka pintu utama.
Bimantara membalas pelukan anaknya, telapak tangannya yang besar mengusap kepala Emira yang tertutup kerudung.
"Jawab salam dulu, dong."
Emira menjauhkan tubuhnya setelahnya terkekeh kecil.
"Wa'alaikumussalam," ucapnya seraya mencium tangan sang Ayah.
Sadar seperti ada yang kurang, Emira melihat ke belakang punggung Ayahnya mencari keberadaan seseorang.
"Mama mana?" tanyanya.
"Nanti nyusul ke sini, setelah pulang kajian, diantar sopir."
Emira mengangguk singkat, lalu menarik tangan Ayahnya untuk masuk ke dalam rumah.
Emira menuntun laki-laki paruh baya itu untuk sampai di ruang keluarga, kemudian ia menyuruh Bimantara duduk di sofa dan menyalakan televisi.
"Aku ambil minum dulu, ya." pamitnya untuk pergi ke dapur.
Bimantara membuka jas yang dipakainya, lalu ditaruh di tangan sofa. Emira kembali sambil membawa nampan berisi minum dan berbagai makanan ringan.
Setelah menaruh nampan tersebut, Emira memilih duduk di sebelah kanan Ayahnya.
Ruangan sudah tidak hening lagi akibat suara Emira. Ia terus bercerita segala hal kepada sang Ayah, kecuali keburukannya.
Bimantara tersenyum tipis, melihat anaknya yang ternyata baik-baik saja. Ia menunduk menatap wajah cantik yang sedikit mirip dengannya sambil mengusap kepala anaknya yang sedang bersandar di dadanya.
"Sepertinya saya tidak salah memilihkan suami untuk Mira." batin Bimantara.
***
Al turun dari mobil yang dikendarainya, matanya melirik sebuah mobil yang dapat diketahui pemiliknya. Senyumnya mengembang seraya melangkahkan kakinya masuk ke rumah.
Tangannya yang tadi bergerak untuk membuka kancing jas kini berpindah pada gagang pintu.
Terdengar suara samar-samar dari posisi Al yang masih berada di ambang pintu. Al berjalan, mencari sumber suara tersebut.
"Assalamualaikum." ucapnya, yang disambut langsung oleh Bimantara yang kebetulan sedang duduk di ruang keluarga.
Al mencium punggung tangan mertuanya, lalu bertanya. "Ira ke mana, Pa?"
Bimantara menunjuk ke sebelah kanan dengan dagunya.
"Di dapur."
Al mengangguk singkat lalu pergi ke dapur. Sesampainya di pintu dapur, senyumannya tidak tahan untuk disembunyikan. Al melihat bagaimana menggemaskannya ekspresi wajah istrinya yang terlihat ketakutan saat menggoreng ikan.
Al menghampiri seraya mengucap salam yang dibalas oleh mereka. Al menjabat tangan mertuanya untuk disalami, kemudian memberikan tangannya pada sang istri yang langsung disambut dengan baik.
Bibir Al kembali tersungging, lalu mengecup singkat dahi sang istri.
"Aduh! Bisa-bisanya kalian mesra-mesraan di depan mama." sindir Salamah disertai kekehan kecil.
"Mira, biar mama aja yang masak, kamu layani suami kamu dulu sana."
Karena tidak ingin mamanya menaruh curiga, Emira pun menurut, ia pergi meninggalkan dapur sambil merangkul lengan suaminya.
Al tersenyum melihat layanan dari istrinya, seperti saat Emira menaruh tas kerja milik Al, membukakan jasnya, lalu berjongkok untuk membukakan sepatu Al. Namun, langsung dicegah oleh Al. Ia menahan bahu Emira dan mengangkatnya untuk berdiri.
Al memeluk Emira dengan lembut, kemudian mengecup puncak kepala istrinya yang tertutup kain.
Hal tidak pernah diduga oleh Al, Emira balas memeluknya tak kalah lembut. Bahkan perempuan itu mengusap punggung tegapnya dengan halus.
Semua beban dan rasa lelah yang hinggap di diri Al kini hilang entah ke mana. Rasanya, nyaman dan tenang.
"Saya harap kamu selalu seperti ini."
Emira menarik sudut bibirnya yang terhalang dada suaminya setelah bergumam dalam hati.
"Do not expect."
***
Emira sekarang tengah mengenakan pakaian rumahan yaitu terusan yang panjangnya selutut bermotif bunga abstrak yang dominan warna merah jambu. Orang tuanya sudah pulang selesai mereka makan malam bersama.
Kini hanya tersisa dua manusia yang saling diam mengisi rumah ini. Keduanya sibuk dengan urusannya masing-masing, Al sibuk berkutat dengan laptopnya, sedangkan Emira sibuk dengan ponselnya.
Namun jika dilihat dari dekat, Emira hanya menggeser-geser layar tersebut dengan tatapan kosong. Pikirannya entah sedang melayang ke arah mana.
Al melirik dengan sudut matanya pada Emira. Lalu memusatkan kembali pada layar laptop, ia sedang mengerjakan pekerjaannya di kamar bukan di ruang kerja seperti biasanya.
Jam sudah menunjukkan pukul 22.57 WIB, Al menghela napasnya sesaat, kemudian menutup laptop dan melepas kacamata yang bertengger di hidung mancungnya.
Merasa tubuhnya kaku, Al merenggangkan otot-otot tubuhnya terlebih dahulu sebelum beranjak menghampiri ranjang yang terdapat sang istri.
Emira sedikit tersentak saat tiba-tiba mendapati seseorang yang berdiri di sampingnya. Ia kemudian bergeser ke sebelah kanan, memberikan ruang untuk Al.
Mulutnya sudah terbuka hendak mengucapkan sesuatu, namun segera Emira tahan saat melihat Al yang sudah membaringkan tubuhnya sambil menatap langit-langit kamar.
Emira menghela napas, lalu menaruh ponselnya di nakas, dan ikut berbaring di sebelah Al.
Mereka berdua tengah berbaring sambil menatap langit-langit kamar untuk menerawang jauh pikiran mereka.
Betah dengan posisi seperti itu selama beberapa menit, Emira memutuskan untuk beranjak. Membuat Al memusatkan perhatian padanya.
Emira menatap wajah laki-laki yang memakai kaos putih panjang itu tidak berekspresi apa-apa. Membuatnya hendak mengurungkan niat jika saja Al tidak bersuara.
"Ada yang mau kamu omongin?" tanya Al lembut.
Emira memilin ujung dasternya hingga tersingkap sedikit. Hal itu mampu mencuri perhatian Al. Sedangkan Emira tidak sadar bahwa ia sedang dihadapkan dengan singa lapar.
Al menghela napas seraya memejamkan mata, setelah membukanya ia bangkit untuk duduk berhadapan dengan istrinya.
"Ada apa?" tanya Al lagi karena Emira sedari tadi hanya diam, Ia menatap penuh istrinya. Tubuhnya terlihat tegap dan besar walaupun sedang duduk, berbanding terbalik dengan Emira yang memiliki tubuh mungil.
Emira yang tadinya menunduk mengangkang kepalanya untuk menatap langsung manik mata Al.
"Saya mau kuliah."
***
Yang baca cerita ini dari kota mana saja ya?
Terima kasih yang sudah memberikan dukungan berupa vote dan komen 💐
KAMU SEDANG MEMBACA
ALKHAIRA [End]
Spiritual[BELUM REVISI] Gagal masuk ke perguruan tinggi impiannya, Emira melampiaskan segala emosinya dengan pergi ke sebuah club bersama teman-temannya. Saat perjalanan pulang dari Kantor, sang papa memergoki Emira yang keluar dari club dengan langkah semp...