49

9K 246 7
                                    

"Pada kenapa sih?" tanya Hamzah heran pada rekan kerjanya.

Wanita berpakaian formal dilengkapi hijab yang melekat di kepalanya menjawab.

"Bos lo."

"Bos gue-bos gue. Bos lo juga kali! Kenapa emang?" timpal Hamzah.

Wanita dewasa itu memutar bola matanya malas. "Ini bukan waktunya bercanda, Zah!" omelnya. "Al udah masuk kerja." sambungnya.

Bola mata Hamzah langsung melebar. "Demi apa?"

Aci mengangguk cepat, "Lo lihat aja sana."

Hamzah langsung berlari ke ruangan Al. Pantas saja ia merasa heran dengan desas-desus yang dibicarakan karyawan-karyawan lain. Pasti mereka membicarakan yang tidak-tidak terkait bosnya yang malah bekerja disaat suasana masih berkabung.

"Al!" panggil Hamzah sambil membuka pintu Al.

"Assalamualaikum." sindir Al datar.

Hamzah mengatur napasnya. "Wa'alaikumussalam." balasnya cepat.

"Lo kenapa kerja anjir?!" tanyanya tidak bisa menutupi kekesalannya.

Al yang duduk di kursi kebesarannya mengerutkan kening merasa tidak senang dengan pertanyaan Hamzah.

"Kerjaan gue banyak," balasnya singkat, dan kembali sibuk mengutak-atik laptopnya.

Hamzah menghampiri temannya. Lalu berdiri di depan meja Al. "Lo masih berduka, Al." lirihnya.

Dapat dilihat dengan jelas oleh mata kepala Hamzah, bahwa kondisi Al tidak memungkinkan untuk dirinya bekerja. Wajahnya yang pucat pasi, serta matanya yang merah dan bengkak, membuktikan bahwa kondisi Al benar-benar tidak sehat.

"Al--"

"Diam."

Hamzah terdiam. Namun ia kembali berusaha untuk menuntaskan perkataannya.

"Lo ha-"

"Keluar."

Oke. Hamzah mengangkat kedua tangannya, ia mengangguk paham. Takut emosi Al akan meledak, jadi Hamzah memilih untuk mengalah saja.

Al memijat keningnya setelah pintu ruangan ditutup oleh Hamzah.

"Sialan!"

***

Terhitung sepuluh hari, Al benar-benar seperti kerasukan setan. Ia menjadi sosok yang dingin dan gila kerja. Kesehatan dirinya pun tidak ia pedulikan, apalagi menyangkut orang lain. Al sudah menjadi orang yang masa bodo.

Al melirik pintu kamarnya yang terbuka, hanya sedetik saja. Setelahnya ia kembali sibuk mengutak-atik laptopnya. Tumpukan kertas berserakan di atas kasur. Ia sudah menyulap kamarnya menjadi ruang kerja.

"Assalamualaikum, Bang?"

"Wa'alaikumussalam."

Nabeela menghela napas sebelum melangkah lebih dekat ke sisi ranjang.

"Bang, lihat deh! Gemes banget," ucapnya gemas seraya menunjukkan wajah bayi mungil itu ke hadapan Al.

"Abang lagi kerja, Dek."

Nabeela mengecup berkali-kali wajah bayi di gendongannya.

"Bang dia senyum, Bang!" pekiknya senang. Namun tidak dengan Al yang malah acuh.

Tidak menyerah, Nabeela duduk di sebelah abangnya dengan hati-hati.

"Mau gendong?" tawarnya.

Al melirik tak minat. "Abang lagi banyak kerjaan," cetusnya kemudian.

ALKHAIRA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang