BAB 10

62 8 12
                                    

"Without making someone else a villain, can we become heroes?"

(Eden by Aqua Timez) 

.

.

Aifa tidak pernah bersemangat setiap hari Rabu, tapi kali ini berbeda. Membayangkan tumpukan buku baru disertai wishlists-nya yang terwujud gratis membuat kakinya tidak sabar untuk melangkah. Selain itu, rencana yang telah ia susun akhirnya bisa dimulai juga.

Begitu sampai di depan perpustakaan, Aifa bergegas melepas sepatu. Ia bahkan tidak memerhatikan Bu Diana yang duduk di singgasananya seperti biasa, fokus berjalan lurus ke ruang pertemuan.

"Hei, cepet banget datangnya. Padahal masih ada 40 menit lagi sebelum mulai."

Langkah Aifa terhenti di depan pintu. Disana, menyandarkan punggung di sudut ruangan, Arvi tersenyum lebar, melambaikan tangan. Beberapa kardus besar yang sebelumnya tidak ada teronggok di seberang cowok itu.

"Kenapa kamu udah disini?" tanya Aifa, tidak berusaha menyembunyikan nada keki pada kalimatnya.

"Karena aku tahu kamu bakal datang cepet." Cengiran jahil di wajah tengilnya itu membuat Aifa gemas ingin melemparinya dengan ransel.

Kalau gitu jangan dateng dong. Ngerusak mood baik orang aja, gerutunya dalam hati.

Tahu berdebat dengan Arvi tidak akan ada habisnya, Aifa memutuskan untuk mengabaikannya, hendak menghampiri kardus-kardus tersebut. Namun, ucapan Arvi berikutnya mencegat gerakannya.

"Sebelum kamu bongkar kardusnya, ayo ikut aku dulu."

Cowok itu bangkit dari duduknya, menepuk-nepuk celana abu-abu, kemudian melangkah ke pintu tempat Aifa berdiri dengan mimik keberatan dengan guratan heran.

"Ngapain?"

"Promosi." balasnya sambil menyeringai kecil.

"Cuma berdua?"

Nada tidak suka yang tersirat dalam ucapan gadis itu membuat Arvi tergelak, "Sayangnya enggak. Shafira bakal nyusul nanti."

"Oh, baguslah." Gadis itu menghembuskan napas dengan gaya berlebihan, mengundang tawa Arvi sekali lagi.

Mereka keluar dari perpustakaan. Berjalan melewati lapangan sekolah yang penuh dengan gerombolan cowok yang tengah bermain basket. Kevin ada diantaranya. Sibuk mendribble bola dengan langkah ringan seperti bulu dan melemparnya ke ring penuh gaya. Three point. Para penggemarnya memekik girang, menambah semarak siang yang terik. Aifa mengembalikan pandangan ke depan.

Perjalanan mereka hanya ditemani hening. Setelah memasuki Gedung C, Arvi melirik Aifa dari sudut mata, bertanya, "Kamu gak penasaran kita mau kemana gitu?"

Aifa mengangkat bahu acuh, "Gak. Kalo udah nyampe nanti tau sendiri juga."

"Basa-basi gitu?"

Aifa menatap Arvi sebal, segitu gak sukanya dia dengan kedamaian?

Arvi mengangkat tangan, memberi gestur menyerah, "Sori, sori. Kalau kamu gak mau nanya, aku aja yang jelasin."

Tanpa menunggu respon Aifa, Arvi melanjutkan perkataannya, "Sekarang ini, kita sama sekali gak punya pengaruh di sekolah. Walau Shafira dan Kevin udah bergabung, itu aja gak cukup untuk membuat murid lain tertarik untuk berkunjung. Makanya, aku berencana untuk membangun hubungan dekat dengan semua divisi, sekalian naikin pamor dan mendapat dukungan dari mereka. Nah, karena aku paling akrab sama Ethan, makanya sekarang kita mulai dengan Divisi Bahasa & Sastra-"

The Librarian MissionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang