BAB 38

24 2 0
                                    

"It's only you reflected in my eyes. When I close my eyes, you're next to me."

(Mizukiri by Yuuri)

.

.

"Gimana soal masalah Irsha-Yordan kemaren?"

Aifa mengangkat kepala dari buku dipangkuan, beradu tatap dengan Arvi yang berjalan masuk ke ruang pertemuan dan mengambil tempat di sebelahnya dengan santai.

Gadis itu hanya mengangkat bahu, kembali pada bacaannya, "Udah selesai kata Irsha," jawabnya singkat. Seolah teringat sesuatu, ia melanjutkan, "Tadi Yordan nyamperin aku di depan perpus. Dia bicara muter-muter, tapi intinya bilang makasih sama 'kalau ada yang mau dibantu, kasih tau aja' gitu,"

"Terus?"

"'biar kupikir dulu'" Aifa mengulangi jawaban yang sama, lalu melirik Arvi, "Kan kamu yang butuh bantuan dia,"

Arvi mengulas senyum simpul, "Thanks ya. Sampai repot-repot,"

Mata Aifa menyipit, penuh kecurigaan, "Abis makan apa? Tiba-tiba sopan. Creepy tau,"

"Salah mulu aku perasaan,"

"Siapa suruh banyak tingkah,"

Mereka terus berbincang-bincang. Sesekali, ada jeda sesaat ketika Aifa membalikkan halaman buku sebelum lanjut menimpali.

Beberapa saat kemudian, gadis itu menghembuskan napas, menutup novelnya. Melihat hal itu, Arvi pun menyahut, "Gak sesuai ekspektasi?"

"Begitulah,"

Perhatian Arvi berpindah pada sampul buku tersebut, "Itu bukannya novel reverse isekai yang lagi nge-tren di Tiktok?" matanya tertuju pada kata villainess yang tercetak di judul yang tercetak besar-besar.

"Gak suka karena temanya mainstream?" tebaknya.

Aifa menggeleng, "Selama dikemas berbeda, aku oke-oke aja baca tema mainstream. Yang bikin kesel tuh tokoh-tokohnya,"

Jemarinya mengepal kuat saat bibirnya mulai melontarkan keluhan, "Antagonisnya dibikin super jahat. Gak ada motif ataupun karakterisasi yang jelas. Kerjanya ngejulidin tokoh utama, tapi gak jelas kenapa selain 'dia emang jahat.'Rasa-rasanya dia ada di sana cuma sebagai samsak tinju buat dibully tokoh utama sama pembaca. Aku malah kasihan sama dia. Emang tokoh yang pure evil itu ada, tapi itu pun ada konsepnya, bukan dua dimensi gaje begini. Aahh, diingat-ingat lagi bikin tambah marah,"

Arvi hanya menyengir mendengar rentetan komentar bak peluru itu.

"Oke, oke, aku paham. Kita jalan-jalan dulu yuk. Supaya ilang stresnya," balasnya ringan.

Seperti biasa, Arvi menunggu ekspresi sebal serta penolakan tajam Aifa. Jadi saat gadis itu berdiri dan beranjak ke pintu, Arvi malah mengerjapkan mata seperti orang bodoh, "Kamu mau kemana?"

Aifa menatapnya seolah ia orang terbodoh di dunia, "Kamu ngajak keluar, kan?"

Arvi berniat menanyakan apa gadis itu sedang sakit, tapi buru-buru menarik komentarnya. Cowok itu menggaruk kepala, kemudian beranjak berdiri, menyusul Aifa yang sudah berjalan medahului, "Tungguin dong!"

***


The Librarian MissionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang