BAB 23

46 4 0
                                    

"How come we are full of contradictions?"

(Akuma no Ko by Ai Higuchi)

.

.

What if we rewrite the stars?~

Say you were made to be mine~

Aifa mengerang. Pagi hari Minggunya yang seharusnya bebas gangguan rusak sudah. Tangannya meraba-raba malas, berusaha meraup ponselnya yang terus bergaung. Segera setelah telapaknya menyentuh layar, ia menjawab panggilan itu dengan malas.

Suara di seberang terdengar jauh. Familiar, tapi dengan kesadarannya yang terombang-ambing, Aifa tidak dapat mengenalinya. Ia hanya samar-samar mendengar kata 'pergi' 'café'. Mendengar itu, Aifa buru-buru menolak, beralasan kalau ia sedang tidak enak badan. Bahkan sengaja memperdengarkan suara serak habis bangun tidurnya. Tidak sanggup lagi menahan kantuk, kelopak matanya mulai jatuh, membawanya ke dunia mimpi.

.

.

Nothing could keep us apart~

You'll be the one I was meant to find~

Aifa berseru frustasi, menutupi telinganya dengan bantal kuat-kuat. Ia menyerah saat ponselnya kembali berdering untuk ketujuh kalinya. Ia bersiap untuk menyumpahi siapapun penelpon tak tau sopan santun itu saat suaranya didahului oleh rentetan kalimat bagaikan misil.

"Aifaaaaa! Bangunnnnn! Lo bukannya kemaren bilang mau ke Gramedia?? Cuci gudang hari terakhir kata lo!!"

Seruan nyaring khas Natya itu sontak berhasil membuat Aifa melompat dari kasur. Kantuknya langsung hilang dalam sekejap, tergantikan oleh kesadaran yang menampar tiba-tiba.

Langsung saja, ia buru-buru turun dari kasur, mengacak-acak lemari pakaian, "Kenapa gak bilang dari tadi sih?!!" serunya, menarik kemeja putih dan rok lipat cokelat dan melemparnya ke atas kasur.

"Gue udah nelpon lo 100 kali!! Lo aja yang molor! Buruannn! Gue tungguin di tempat biasa!"

Natya menutup panggilan setelah menyelesaikan omelannya. Aifa meraih handuk dan masuk ke kamar mandi.

Saking buru-burunya, ia sampai tidak menyadari keganjilan dari telepon Natya barusan.

.

.

Natya: Aifa, sori banget ya. Gue tiba-tiba ada keperluan mendadak, jadi gak bisa ikut lo.

Aifa mendengus membaca pesan tersebut. Padahal dia yang menerornya sedari pagi, dia juga yang gak datang. Paling tidak, ia bisa melihat-lihat buku dengan santai tanpa perlu mendengarkan rengekan Natya yang kebosanan mengekorinya berjam-jam. Tapi kegembiraannya tidak berlangsung lama.

"Eh, Aifa. Kebetulan kamu disini,"

Gadis itu mengerjap bingung saat Arvi tiba-tiba muncul di hadapannya. Tersenyum lebar seperti biasa.

"Kok kamu bisa disini? Stalker ya?" tuduh Aifa sambil memicingkan mata.

Arvi hanya terkekeh, "Kayaknya sih takdir mendukung kita buat bersama, makanya dipertemukan mulu,"

Sontak, gadis itu menampilkan ekspresi jengah yang sangat kentara, "Ngayal," lalu berbalik pergi, melambai kecil, "Ya udah, bye,"

Sesuai dugaannya, Arvi mengikutinya, dengan cepat menyamai langkah cepatnya.

"Mumpung kita berdua sama-sama sendiri, kenapa kita gak pergi bareng-bareng aja? Biar ada temen ngobrol gitu,"

"Korban buat diganggu maksudmu?"

"Berprasangka buruk itu gak boleh lo, Aifa,"

Gadis itu berdecak, memutuskan mengabaikan keberadaan cowok itu sepenuhnya. Sebenarnya, kemunculannya yang tiba-tiba bukanlah alasan utama yang membuatnya kesal. Tapi tingkah santainya yang membangkitkan emosi Aifa.

Padahal dia sendiri yang menghindarinya sejak kejadian P&B pekan lalu tanpa alasan.

Baik di ruang pertemuan maupun di kelas. Cowok itu selalu membuang muka setiap kali pandangan mereka bertemu. Dan selain dalam rapat rutin, tidak sekalipun Arvi memulai percakapan dengannya.

Untuk orang se-clingy Arvi, tentu ini membuat Aifa bingung. Tapi ia enggan bertanya karena nanti cowok itu pasti mengalihkan pembicaraan dan bilang omong kosong seperti dia rindu padanya atau semacamnya.

Dan tanpa angin atau hujan, dia muncul begitu saja dan menyapanya seolah-olah ia tidak pernah mengabaikan keberadaannya beberapa hari yang lalu.

Benar-benar menyebalkan.

Selagi Aifa sibuk menggerutu, Arvi membuka sebuah pesan yang baru masuk. Diam-diam ia menghela napas.

Natya: Gimana disana??? Lo udah ketemu Aifa? Kasih tau ya, gimana date kalian nanti, wkwkwk!!

Arvi menahan diri untuk tidak mengacak-acak rambut.

Natya dan timingnya.

Ia akhirnya paham perasaan Aifa setiap kali harus berurusan dengan cewek bagaikan badai itu.

.

.

Intro buat 'kencan'nya Arvi dan Aifa:D

Sebenarnya aku mau posting versi lengkapnya di bab ini, tapi karena ada beberapa hal yang mau kutambahin, jadinya cuma pembukaan aja kali ini. 

Semoga puas ya:)

Stay tune buat kelanjutan date mereka yaa. Aku gak sabar nunjukin bagian berikutnya yang -sedikit bocoran- bisa dibilang interaksi paling manis Arvi-Aifa sejauh ini. Semoga aja manisnya kerasa sama teman-teman pembaca:DD

See you! 

The Librarian MissionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang