BAB 15

66 5 0
                                        

Waktu berlalu dengan cepat. Lomba 17 Agustus sudah di depan mata.

Seluruh sekolah dihias dengan warna merah-putih. Mulai dari pagar, gedung-gedung, ruang kelas, hingga taman penuh dengan bendera-bendera mini, bunga dari kertas dan potongan-potongan kertas yang ditempel sana-sini. Bahkan ada backdrop photobooth bernuansa hari kemerdekaan juga, dipenuhi oleh murid-murid yang berebut mengambil foto.

Aifa memerhatikan seluruh keramaian sambil bersandar di balik mobil yang diparkir depan ruang guru. Kevin muncul di bidang penglihatannya, dikerubungi cewek-cewek yang ingin foto bersama. Mukanya berkerut, tapi tidak menolak.

Salah satu cewek membuka topik obrolan, "Kevin, gue denger lo bakal ikut lomba spesial 17-an tahun ini kan? Gak nyangka banget gue!"

Mendengar hal itu, yang lain ikut menimpali antusias, "Iya, orang-orang pada kaget lho. Ngewakilin perpus lagi."

Kevin tidak menunjukkan perubahan ekspresi yang berarti. Hanya saja, bibirnya berkedut sekilas, "Gue cuma menjalankan perintah ketua." ujarnya singkat.

Para cewek itu terus berbicara, seolah respon dingin Kevin adalah hal yang normal, "Oh iya, kabarnya Yordan juga ikutan lho. Gila banget kan?"

"Seriusan? Wah, kayaknya ekskul lain gak ada harapan nih. Ini bakal jadi panggung mereka berdua!"

"Ngelamunin apa?"

Aifa tersentak, reflek berbalik. Arvi berdiri di belakangnya, senyum khasnya terpatri di bibir.

"Ngapain kamu disini?"

"Gabut. Kamu sendiri? Kenapa ngeliatin Kevin dari tadi?"

Dengusan keluar dari hidungnya, "Siapa juga yang ngeliatin? Cuma mengobservasi keadaan aja."

Arvi memberinya tatapan skeptis, yang dibalas pelototan oleh gadis itu.

Aifa lalu mengalihkan pandangan, memandangi kerumunan yang berlalu lalang, "Btw, ini kenapa semua pada semangat banget?"

Sebelah alis Arvi terangkat, "Kamu gak tau?"

"Apanya? FYI, aku gak dateng tahun lalu. Mager."

Arvi hanya ber-oh ria sebagai balasan, "Biasanya kan lokasi stand dan urutan tampil di Kultura Fest dipilih lewat undian. Tapi khusus di hari kedua lomba 17-an, ada lomba spesial yang hadiahnya itu hak untuk milih lokasi ataupun urutan tanpa ikut undian. Jadi lomba ini satu-satunya kesempatan untuk merebut lokasi paling strategis. Makanya Divisi Seni, terutama yang butuh stand ambisius banget. Kebanyakan ekskul biasanya sering ngundang anggota Divisi Olahraga buat gabung tim mereka. Dan tentu saja, ace dan ketuanya yang paling diincar. Tapi mereka berdua gak ikut tahun lalu. Supaya fair katanya. Makanya yang lain pada hype sama keikutsertaan Kevin dan Yordan hari ini."

Setelah mengangguk-angguk paham, Aifa kembali berujar, "Terus gimana caranya kamu ngeyakinin Kevin?"

Arvi melempar kerlingan jahil, "Ada deh. Kepo ya?"

Aifa melengos, tidak berselera bertanya lebih lanjut.

Tiba-tiba, terdengar suara berkumandang dari pengeras suara sekolah, "Diharapkan bagi seluruh murid untuk berkumpul di lapangan karena acara akan segera dimulai."

"Yuk, kita pergi juga."

.

.

Lapangan sudah penuh dengan hiruk-pikuk para peserta. Selain ramai oleh hiasan merah putih, tali-tali dengan kerupuk di ujungnya, garis-garis putih di sekeliling, dan net juga turut meramaikan suasana.

Aifa memilih duduk di teras sebuah kelas, menyandarkan punggung di depan tiang. Arvi ikut mengambil tempat di sampingnya. Aifa memilih membiarkannya, tahu akan sia-sia berdebat dengan cowok itu.

The Librarian MissionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang