BAB 26

47 5 8
                                    

"The word love is still so difficult, so I learned more and more next to you, day by day."

(A Story Never Found by Sondia)

.

.

"Makasih tumpangannya,"

Aifa melompat turun dari motor, menyerahkan helm pada Arvi yang masih bertengger di atas motor. Cowok itu hanya membalas dengan senyum simpul.

"Oke, aku balik dulu ya,"

Tidak ada respon.

Arvi menaikkan sebelah alis. Aifa hanya menatapnya lamat-lamat. Kejadian yang cukup langka.

"Kenapa?" tanyanya, setelah lima menit berlalu dalam hening.

Bisa dilihatnya Aifa merapatkan bibir, kemudian menghela napas, seolah kecewa akan sesuatu.

Pemandangan itu membuat Arvi jadi was-was. Apa ia melakukan kesalahan?

Selagi sibuk berpikir, Aifa akhirnya memecah ketegangan dengan suara rendah, "Gak ada yang mau kamu jelasin?"

Arvi mengerjap kaget, "Eh?"

Aifa berdecak, "Bukan 'eh'. Kamu gak ngerasa hutang penjelasan?"

"Aifa, kamu nyadar?"

Aifa mengangkat kepalan tangan, bibir cemberut, "Maksud?"

Arvi buru-buru mengangkat kedua tangan, menggeleng, "Bukan begitu. Kirain kamu gak nyadar,"

"Kamu kira aku bodoh apa? Toh, kamu selalu nempel kayak lintah,"

Melihat Arvi masih tertegun, Aifa mendengus, "Kenapa sekaget itu sih? Biasa aja kali,"

Arvi bergegas menutupi mulut dengan punggung tangan, menghalangi Aifa untuk melihat cengiran yang mulai muncul di bibirnya.

Sebelum Aifa mengamuk karena diabaikan lagi, Arvi pun berucap setelah menetralkan ekspresi, "Maaf, maaf,"

"Jadi?" Aifa melipat tangan di depan dada, mengembalikan topik pembicaraan.

Arvi mengusap leher. Ia menatap ke bawah, kemudian memasang ekspresi jahil, "Aifa kesepian karena gak ada aku ya?"

Tapi Aifa hanya menatapnya dengan pandangan lurus, tidak terpancing.

Melihat pengalihannya gagal, Arvi terkesiap. Walau terkejut, ia tak dapat memungkiri sepercik rasa senang karena ternyata kehadirannya ada artinya bagi gadis itu.

"Ceritanya agak panjang. Kita duduk?"

Aifa membuka pintu pagar hitam di belakangnya, mengarahkan Arvi untuk masuk. Mereka berjalan di halaman dengan pot-pot bunga di sekeliling.

"Keluargamu?"

"Ortuku kerja. Kakakku kuliah di luar pulau,"

Arvi mengerjap, "Jadi kita cuma berdua di dalam?"

Aifa mendengus, "Ya gak lah. Kita duduk di teras,"

Aifa menarik sebuah kursi bambu di teras, menumpu tangan di atas lutut, tidak melepaskan pandangan dari Arvi. Cowok itu ikut duduk di sebelahnya, hanya berbatasan meja kecil berlapis alas hijau.

"Kalau basa-basi lagi, kuhajar lho," pungkas Aifa sigap, mengantisipasi.

"Enggak kok," jawab Arvi, tersenyum tipis, "Dari mana aku mulai ya? Aifa bukan dari SMP Kultura kan?"

Aifa mengangguk.

"Wajar kalo gitu. Toh, kalau pun kamu dari Kultura, tetap gak bakal tau sih. Kamu kan Aifa,"

The Librarian MissionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang