"Those eyes still don't reflect me. Even though I'm so close to you."
(Ambivalent by Uru)
.
.
Aifa terkesiap saat merasakan tasnya ditarik ke belakang. Reflek, ia menghantamkan tas jinjing berisi buku ke arah sang pelaku. Orang itu mengaduh kecil, tas Aifa terlepas dari genggamannya. Aifa buru-buru mundur, menjaga jarak. Ia akan berlari pergi kalau saja tidak mengenali sosok Yordan yang mengusap-usap keningnya yang terkena serangan. Ia membalas sorot curiga curiga Aifa, tersenyum miring, "Reflek yang bagus,"
Aifa menegakkan tubuh, berusaha terlihat berani, "Apa maumu?"
Beda dari biasanya, Yordan tampak canggung, mondar-mandir di depannya. Wajahnya tidak menguarkan rasa angkuh yang biasa. Hanya ada kegugupan dan... harapan?
Aifa mendengus, kelihatannya dugaan Arvi terbukti benar.
"Lo temenan dekat sama Irsha?" tanyanya, mengusap leher.
Bingo. Aifa merespon dengan angguk kecil. Kelihatannya usahanya mendatangi gymnasium rutin selama dua minggu ini berbuah manis.
"Kalo gitu, lo bisa bantu gue ketemuan berdua sama dia?"
"Kenapa gak samperin langsung?"
Yordan mendengus, "Gue gak bakal minta bantuan lo kalo gue bisa,"
Aifa merengut dalam hati, basa basi doang kali, sensi amat.
Kedua tangan Aifa terlipat di depan dada, "Kenapa aku harus bantu kamu?"
"Lo boleh minta apa aja sama gue."
Aifa tergoda untuk minta dibelikan novel terbaru Akiyoshi Rikako yang katanya punya plot twist setara Holy Mother, tapi dia buru-buru mengendalikan diri, "Gimana kalo aku minta kamu setujuin permintaan tim perpus?"
Yordan menyerngit, "Apapun kecuali itu."
"Emangnya kenapa?"
"Gue gak mau ilang muka di depan Arvi." decih cowok beranting hitam itu.
Padahal dia yang lagi butuh.
Gadis itu memandang lurus ke depan. Ia bisa saja memojokkannya disini untuk menerima tawarannya, apalagi posisinya sedang menguntungkan. Tapi kalau terlalu dipaksa, bisa-bisa Yordan malah membatalkan permintaannya.
Aifa sendiri sebenarnya tidak yakin Yordan akan mundur mengingat ia bahkan menelan harga dirinya untuk mendatangi Aifa saat ini setelah memperlakukannya dengan ketus tempo hari. Pasti Aifa hanya satu-satunya pilihan yang tersisa. Tapi gadis itu tidak suka mengambil resiko. Lebih baik main aman.
"Oke. Bakal kubantu. Soal imbalannya, bakal kukasih tau nanti."
Walau berusaha menyembunyikannya, Aifa bisa melihat sisa ketegangan menguap dari wajah Yordan, menilik ekspresinya yang mulai rileks.
Yordan hendak beranjak pergi, tapi tiba-tiba berhenti, menatap Aifa tajam, "Oh iya, jangan bilang-bilang ke Arvi. Gue gak mau dia coba-coba hal gak lucu." Kemudian berlalu pergi.
Hening. Punggung Yordan sudah menghilang di ujung jalan ketika Aifa mendengar langkah kaki dan suara yang sangat familiar, "Aku bener, kan?"
Aifa membalikkan badan, beradu tatap dengan cowok yang menyeringai lebar di depannya. Bukan aku yang kasih tau ya.
"Kayaknya banyak yang trauma sama kamu. Emang berapa banyak orang yang pernah jadi korban?" sindir Aifa.
"Dia berlebihan. Aku gak sejahat itu kok."

KAMU SEDANG MEMBACA
The Librarian Mission
Teen Fiction"Bergabung dengan tim perpus?" "Ya, dan ini bukan permintaan, tapi kesepakatan. Win-win solution untuk kita berdua." SMA Kultura adalah salah satu SMA swasta populer di Indonesia karena program-programnya yang menarik dan inisiatif baru yang berbeda...