BAB 39

14 3 0
                                    

"The look on your face is thrilling and I can't get my eyes off of it."

(Be a Flower by Ryokuoushoku Shakai)

.

.

"Eh, Arvi Aifa? Lagi ada urusan perpus?" 

Shafira melambai pada mereka yang baru memasuki ekskul P&B. Gadis itu tampak sibuk menyusun kue-kue di dalam etalase kaca di balik konter. Sore ini cukup banyak pengunjung yang berlalu lalang, memenuhi ruangan.

"Gak, kami cuma jalan-jalan. Aifa lagi gak mood," jelas Arvi.

Aifa melempar senyum pada Shafira, menunjuk beberapa cake di dalam lemari kaca. Shafira buru-buru meraih baki. Mereka pun berbincang, mengabaikan keberadaan Arvi sepenuhnya. Shafira tampak membisikkan sesuatu di telinga Aifa, yang membuat lawan bicaranya melebarkan mata. Sekilas, ia bisa menangkap tatapan was-was Aifa yang ditujukan padanya, membuat Arvi mengerutkan kening. Setelah puas mengobrolkan topik seru mereka, Shafira menyerahkan kantong plastik berisi kue yang dibeli Aifa. Senyumnya lebih lebar dari biasa.

"Ini aku bayarin. Have fun ya,"

Aifa tampak memelototi gadis itu, mendorong punggung Arvi untuk keluar dari tempat tersebut. Arvi hanya sempat menyerukan kata terima kasih yang singkat, sebelum pasrah membiarkan Aifa bertindak sesukanya.

Mereka sampai di bangku dekat kolam yang kebetulan tidak dipenuhi murid. Padahal biasanya tempat duduk dengan pohon mangga itu selalu populer dijadikan tempat nongkrong.

Setelah bersandar pada punggung kursi yang keras, Arvi melipat tangan di depan dada, menaikkan sebelah alis, "Jadi? Kalian ngapain tadi? Sampai ngelirik aku segala,"

Aifa yang sibuk menata kue di atas meja bermodel batang pohon langsung terpaku. Ia melirik Arvi yang terus menatapnya, lalu pada kue di atas meja. Bibirnya terkatup rapat-rapat dengan pandangan yang tidak fokus.

Menyerah, gadis itu menghela napas, merogoh sakunya. Arvi mengerjap saat sebuah kotak dibalut kertas biru bermotif kereta api disodorkan ke arahnya.

"Cuma itu kertas kado yang ada. Jangan komen macam-macam," desis gadis itu sebelum Arvi bahkan membuka mulut.

"Kado? Kamu tau hari ini aku ulang tahun?"

Aifa mendengus, "Dikasih tau Shafira kemarin. Mumpung udah tau, jadi aku beliin aja sekalian,"

Begitu mendapati ekspresi jahil Arvi, Aifa sontak memijat kening, "Aaah, makanya aku gak mau ngasih! Pasti bakal begini endingnya!!" serunya frustasi, menyesali pilihan hidupnya detik itu juga.

Arvi memutuskan untuk berbaik hati hari ini, tidak menggoda gadis itu lebih jauh. Ia sempat bertanya kenapa Aifa menghadiahinya sekotak pena dan dia bilang dia tidak tahu Arvi suka apa, jadi dia beli hadiah yang praktis saja. Lebih berguna. Arvi tergelak mendengar alasan itu.

Selesai makan, mereka berjalan kembali ke kelas. Langkah Aifa terhenti di depan mading sekolah. Arvi ikut memperhatikan apapun yang merebut perhatian gadis itu. Pengumuman ranking parallel UTS tempo hari.

"Kamu belum liat?"

Aifa menggeleng singkat. Ia bisa menemukan nama Melissa di peringkat teratas jurusan IPA. Begitu pula dengan Seren di jurusan Bahasa. Namanya sendiri tertera di peringkat ketiga jurusan IPS seperti dugaannya. Peringkat pertama sama seperti sebelumnya, cowok di sebelahnya ini.

Aifa memperhatikan nama yang tertera di bawah Arvi, "Ze Fanna Dirgantara? Ini nama lengkapnya Zefan?"

Melihat kening berkerut Aifa, Arvi terkekeh kecil, "Unik kan? Emang udah tradisi di keluarganya Pak Darel sih ngasih nama begitu. Namanya aja Da Rella,"

Aifa tiba-tiba mengulas seutas senyum kecil, membuat Arvi menaikkan sebelah alis, "Kenapa?"

Yang hanya dibalas dengan gelengan, "Gak, cuma nemu sesuatu yang menarik," ia mengalihkan tatapan dari mading, memberi kode pada Arvi untuk lanjut berjalan. Tidak menekan lebih lanjut, Arvi mengikutinya. 

"Bicara soal Zefan, aku denger kamu sempat ketemu Cherry ya?"

Aifa mengangguk, bertanya lewat lirikan mata, emangnya kenapa?

"Dia pacarnya Zefan,"

Jawaban itu sontak membuat Aifa terkejut, "Dia gak naksir Yordan lagi?"

"Katanya sih Zefan yang nembak duluan. Kayaknya Cherry seneng juga bisa pacaran sama cowok status tinggi, makanya dia terima,"

Aifa mengangguk-angguk paham. Mereka melanjutkan percakapan ringan, membicarakan semua yang terlintas dalam benak. 

***

The Librarian MissionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang