BAB 24

46 4 0
                                        

"You tried to pretend that you have no interest. 

Remember we're both playing this game."

(Love Dramatic by Masayuki Suzuki)

.

.

Natya: Mangat yaa! Gue tunggu kabar baiknya!!!!

Arvi meringis membaca pesan terakhir yang dikirim partner in crime-nya itu.

Mereka memang sudah merencanakan pertukaran ini sebelum insiden P&B. Tapi implikasi dari kejadian itu membuat Arvi terpaksa menjauhkan diri dari Aifa seraya memikirkan tindakan selanjutnya.

Ia sudah memutuskan untuk tidak menjalankan rencana swap date itu dan membiarkan Natya saja yang pergi dengan Ethan. Tapi siapa juga yang bisa menebak Natya?

Natya yang selalu kepo dengan kehidupan asmara Aifa itu memintanya untuk menceritakan 'kencan' hari ini sedetail-detailnya. Arvi juga tidak bisa bilang kalau ia sedang menjaga jarak dengan temannya itu. Merepotkan untuk dijelaskan. Jadinya ia memasang ekspresi santai andalannya dan menghampiri Aifa seperti tidak terjadi apa-apa.

Arvi mengangkat wajah. Pandangannya tidak terlepas dari punggung mungil berbalut kemeja putih yang terus berjalan di depannya.

Lagipula Aifa tidak akan peduli dengan keabsenan cowok yang selalu mengganggunya ini. Mungkin ia malah akan bersorak gembira begitu ia keluar dari hidupnya.

Senyum tipis terukir di sudut bibirnya.

Tidak bisa dipungkiri, pemikiran itu terasa sedikit menusuk. Bagi Aifa, keberadaannya memang sekecil itu.

.

.

Mata Aifa langsung berbinar-binar begitu mendapati tumpukan buku berlabel diskon di pojok Gramedia nan luas. Ia mempercepat langkah. Untungnya, area itu lebih sepi dari yang ditakutkannya. Sampai di tempat tujuan, Aifa langsung meraup sembarang buku dan membalik-baliknya dengan antusias.

"Aifa, genre favorit kamu apa?"

Yang dipanggil menoleh, melihat Arvi yang berdiri santai di sebelahnya. Hampir saja Aifa lupa kalau Arvi juga ada disini. Ia mengembalikan fokus pada buku-buku di depan.

"Aku baca semua genre. Yah, kecuali horor sih. Paling sukanya thriller dan misteri. Akhir-akhir ini aku lagi suka Minato Kanae. Phsycologycal thriller-nya oke banget. Keigo Higashino, Akiyoshi Rikako, Chan Ho-Kei juga keren. Kesukaanku kebanyakan novel Asia. Lebih cocok aja sama budayanya. Kalo yang western agak eksplisit seringnya, jadi kurang klik. Yah, cuma masalah preferensi," Aifa mengangkat bahu, menyelesaikan ocehan panjangnya.

Ia bisa mendengar gumaman paham Arvi, "Aku pribadi suka high fantasy. Lord of The Ring, Six of Crows, An Ember in the Ashes. Aku belum baca sebanyak kamu, tapi lumayanlah. Sejauh ini, aku cuma baca novel barat, kebalikan dari kamu. Tapi aku suka detail world building dan fokus politiknya. Lebih mudah nyambungnya sama aku, daripada konflik batin tokoh,"

Aifa mengangkat alis, meminta penjelasan lebih lanjut.

Arvi melanjutkan dengan senang hati, "Aku prefer ngikutin runtutan aksi yang logis ketimbang dilemma personal karakter. Susah aja buat relate. Aku ngerasa kasihan, tapi sebatas itu aja,"

Kali ini giliran Aifa yang mengeluarkan gumaman.

Untuk beberapa waktu, tidak ada yang berbicara, tenggelam dalam kesibukan masing-masing. Arvi-lah yang pertama memecah keheningan.

"Aku ke bawah bentar ya. Ada yang mau kubeli,"

Cowok itu lantas menghilang dari balik rak-rak setelah Aifa mengangguk sekilas. Ia mengerutkan kening saat tak sengaja melihat seorang cowok bercelana training abu-abu dan berjaket hitam yang bersandar di sudut paling tepi ruangan. Tatapannya tampak tertuju pada satu titik, terfokus. Aifa mengalihkan pandangan, tidak begitu tertarik.

Entah berapa lama waktu berlalu sampai Aifa yang sibuk menghitung total harga buku incarannya menangkap kover buku familiar di tangan gadis diseberangnya.

Itu kan...

"Lo baca ini juga?"

Aifa tersentak saat mendengar nada antusias itu. Ia lantas mengangkat kepala. Matanya bertemu dengan gadis pemilik novel. Reflek, dia mengangguk. Raut gadis itu langsung menyala, seperti baru saja menemukan teman seperjuangan.

Aku punya firasat buruk...

Benar saja. Cewek dengan rambut pirang diikat tinggi itu langsung merocos panjang lebar, "Temen-temen gue gak ada yang suka baca, jadi gak ada temen ngobrol. Gue suka banget buku ini. Yang terbaik sedunia deh! Gue baca berulang kali gak bosen-bosen. Katanya bakal difilmin ju-" ucapannya baru terhenti begitu disela dering ponsel.

Cewek energetic itu menghela napas, "Temenku udah manggil buat latihan. Sayang banget, aku padahal mau ngobrol lebih banyak. Ya udah. Bye! Semoga kita ketemu lagi kapan-kapan,"

Sebelum Aifa sempat merespon, dia hilang begitu saja. Meninggalkan Aifa yang berdiri canggung. Ia bisa melihat Arvi yang berjalan ke arahnya, melirik gadis yang berpapasan dengannya barusan dan cowok berjaket hitam yang berjalan di belakangnya. 

"Kenalanmu?"

Aifa mengangkat bahu, "Gak tau juga. Kayaknya dia seneng ketemu temen satu fandom."

"Heh, emang novel apaan?"

Aifa mendesah berat, "Jenis novel yang aku paling gak suka."

Arvi terkekeh melihat ekspresi pahit Aifa, "Kayak apa ceritanya?"

Aifa menghembuskan napas pelan, "Toxic Male Lead, Mary Sue Female Lead, cinta segitiga yang bikin kepala sakit, salah paham gak jelas dimana-mana. Untung selera humornya lumayan bagus. Trio lawaknya ngecarry,"

"Kedengarannya emang gak asik,"

Aifa mengalihkan pandangan, "Aku ngerasa gak enak. Cewek itu bener-bener ngira aku temen se-fanbasenya."

"Yah, kan dia yang salah paham." Arvi menaikkan alis, "Bukannya kamu gak peduli soal beginian?"

"Yah, dia kan temen seperbukuan,"

Arvi lantas menunjuk dirinya, "Aku juga suka baca, kenapa kamu gak pernah simpati sama aku?" ujarnya, pura-pura tersinggung.

Aifa memutar bola mata, "Kamu nyebelin,"

"Artinya aku memorable kan?"

Keras kepala banget! batin Aifa.

Ia mendengus, "Ya, dalam artian buruk," kemudian berjalan menuju kasir, "Ayo. Aku udah selesai,"

"Abis ini mau makan?"

Setelah berpikir beberapa detik, Aifa pun mengangguk setuju, "Oke,"

.

.

Ralat. Adegan manisnya ada di chapter selanjutnya, sekaligus puncak dari date Arvi-Aifa!><

Stay tune ya!

See you in the next chapter!:D

The Librarian MissionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang