BAB 14

58 4 0
                                        

Happy reading!:D

.

.

"Aifa selalu duluan sampai ya."

Aifa mengangkat kepala dari buku. Shafira memasuki ruang pertemuan, membawa plastik berisi waffle. Aifa melirik jam dinding, masih ada 5 menit sebelum jam tiga.

"Tumben kamu gak telat."

"Hehe. Tadi kerjaan di ekskul selesai lebih cepet." Shafira beranjak duduk, mengisi toples kue yang sudah kosong itu.

Shafira kemudian mengeluarkan sebuah kertas HVS dan kotak pensil. Aifa melongok, melirik kertas yang sudah penuh dengan garis kotak-kotak tersebut.

"Bukannya tugas peta kamu udah selesai?" ujar Aifa, teringat saat ia tidak sengaja bertemu Shafira yang mengerjakan tugas yang sama di perpustakaan utama kemarin.

Shafira menggaruk-garuk pipi, "Aah, temen aku bilang kalau dia agak kesulitan bikin tugasnya, jadi dia minta tolong."

Aifa memerhatikan kertas yang baru terisi sedikit itu. Jelas sekali Shafira dimanfaatkan. Our typical good girl. Tapi Aifa memutuskan untuk tidak menyinggungnya, membiarkan Shafira tenggelam dalam kesibukan.

Waktu berlalu dengan cepat. Anggota berikutnya memasuki ruang pertemuan. Rafael. Tanpa tedeng aling-aling, ia langsung meraih toples kue di atas meja dan pergi ke sudut favoritnya, langsung berkutat dengan laptop. Tidak ada yang baru.

"Hmm, aneh. Kok Arvi belum datang juga ya?"

Aifa melirik jam. Sudah pukul setengah empat sore. Memang aneh. Biasanya, Arvi sudah datang 10 menit paling lambat sebelum pertemuan dimulai.

"Rafael, mau pergi panggilin gak?"

"Gak." balas cowok itu acuh, lanjut mengunyah waffle.

Wah, gak tau diri banget ini orang.

"Aifa bisa gak?" Shafira beralih padanya.

Aifa nyaris protes, tapi ia terpaksa menelannya kembali. Shafira sedang sibuk mengerjakan tugas temannya itu. Kalau ia tolak, bisa-bisa Shafira sendiri yang pergi. Ia jadi tidak tega. Akhirnya Aifa mengalah dan berjalan keluar.

Begitu melewati lapangan, Aifa tiba-tiba teringat sesuatu yang krusial.

Tunggu, aku harus cari dia dimana? gerutunya, menyumpahi diri yang lupa menanyakannya tadi.

Ia mengecek di kelas, tapi tidak ada orang. Aifa memaksa otaknya berpikir, mengingat-ingat. Sebuah percakapan melintas dibenaknya. Oh iya, bukannya dia pernah bilang dia anggota ekskul olimpiade ekonomi?

Aifa pun bergegas menuju Gedung A. Sempat linglung dan nyasar. Setelah sempat tersesat, akhirnya sampai juga ia di depan pintu dengan palang bertuliskan 'Ekskul Olimpiade Ekonomi'. Ia bisa mendengar gelak tawa dan riuh obrolan dari dalam. Pintunya sedikit terbuka, memperlihatkan Arvi yang sedang bersandar di meja, dikelilingi beberapa siswa-siswi disekitarnya.

Aifa merengut melihat Arvi yang menyeringai lebar, menanggapi candaan teman-temannya. Orang sibuk nungguin, malah dia sibuk haha-hihi disini.

Tapi kekesalannya tidak berlangsung lama saat ia menyadari Arvi berkali-kali melirik arlojinya. Dan meskipun senyumnya terpatri sempurna, kakinya mengetuk-ngetuk lantai tidak sabaran. Sepertinya dia terjebak disini.

Saat Aifa sedang mempertimbangkan tindakan selanjutnya, suara Arvi tiba-tiba berkumandang, "Jadi lomba berikutnya bakal diadain tiga minggu lagi?"

Suara rendah khas cowok menyahut, "Iya. Lo ikut, kan?" nadanya terdengar penuh harap. Aifa tidak bisa melihat wajahnya dari tempatnya berdiri.

The Librarian MissionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang