BAB 13

55 5 0
                                        

"Gawaaat!! Dunia mau kiamat!! Semua pergi berlinduuuuung!!!"

Arvi mengerutkan dahi saat suara nyaring nan familiar itu menyapa telinganya. Ia bangun sedikit lebih lambat dari biasanya, jadi kelas sudah ramai saat ia sampai di bingkai pintu masuk. Arvi mengedarkan pandangan ke sekeliling dan menemukan sumber keributan. Natya tampak berjalan mondar-mandir dengan muka panik. Teman yang lain hanya meliriknya sekilas, lalu kembali ke urusan mereka masing-masing, sudah terbiasa dengan tingkah absurd gadis hiperaktif itu. Kadang-kadang Arvi penasaran bagaimana Natya dan Aifa bisa berteman ditilik dari kekontrasan mereka.

"Lo ngapain, Nat? Pagi-pagi udah gila aja."

Mengenali suara itu, Natya sontak langsung menerjang ke arahnya, membuat Arvi reflek mundur satu langkah.

"Arvi! Gawat, Aifa, dia-"

Nama yang disebut itu sontak mengubah ekspresi Arvi menjadi serius, "Aifa kenapa?" Arvi melirik ke balik bahu Natya, pada Aifa yang duduk manis di kursinya sambil memainkan ponsel. Tidak ada yang berbeda.

Masih dengan wajah panik, Natya susah payah melanjutkan ucapannya, "Aifa- dia- dia jadi baik!"

Butuh waktu beberapa detik bagi Arvi untuk mencerna pernyataan itu. Kemudian ia menggeleng-geleng kecil, tidak percaya apa yang didengarnya, "Natya, kalo mau bohong itu yang lebih meyakinkan dong. Gue gak sebodoh itu."

Natya melompat-lompat di tempat, gemas, "Kalo gak percaya, samperin aja sana." Mendorong bahu cowok yang masih tertawa itu.

Arvi berjalan mendekat, menggeleng-geleng tak habis pikir. Selera humor Natya ternyata buruk juga.

"Halo Aifa. Kamu cantik kayak biasa." ujarnya santai, menunggu lirikan muak dan balasan tajam seperti biasa dari gadis itu.

Tanpa diduganya, Aifa mengangkat kepala dengan senyum lebar yang asing terukir di bibirnya. Pemandangan yang langka. Apalagi Aifa selalu bersungut-sungut setiap kali berhadapan dengannya. "Halo Arvi. Kamu bisa aja. Makasih ya." Dengan intonasi yang lembut juga.

Oh. My. Fu*king. God.

Arvi sontak berputar ke arah Natya yang berdiri di belakangnya, seperti berlindung dari sesuatu, "Nat, dia kenapa? Abis makan yang aneh-aneh? Dicuci otak?"

Nada suara Natya tidak kalah panik, "Tuh kan gue bilang. Dunia bakal berakhir hari ini. Gak ada harapan lagi."

Melihat kepanikan dua temannya itu, Aifa hanya terkekeh, "Kalian lucu deh."

Respon itu makin membuat keduanya bergidik.

"Ini situasi darurat."

Natya mengangguk, mengusap lengan kasar, "Merinding disko gue sumpah."

Mereka kemudian kembali pada gadis itu, berucap dengan simpati terlukis.

"Aifa, kamu kalo punya masalah bilang aja. Kami siap dengerin kok."

"Iya. Jangan sungkan-sungkan."

Gadis itu tidak merespon, sibuk memandangi layar ponselnya. Arvi bisa melihat gambar tiket online dan cover buku Azalea's Belfry disana. Otaknya langsung berputar cepat, menghubungkan semua petunjuk yang ada.

"Nat, sekarang tanggal 10 Agustus kan?"

"Iya."

Arvi menghela napas lega. Hari ini kan acara meet and greetnya Vannessa Zahar, penulis panutannya Aifa. Wajar saja moodnya baik sekali.

"Tenang Nat. Aifa kita akan kembali kok besok."

"Serius?"

"Dua rius. Sana jangan ribut lagi."

The Librarian MissionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang