"When you have something that needs to be protected, you become all the stronger."
Yasashii Suisei (Comet) by Yoasobi
.
.
"Lomba desert?"
Shafira mengangguk antusias, memperlihatkan sebuah foto kue stroberi yang dihias cantik di ponselnya. Merahnya tampak merona, dilapisi dengan krim seputih salju. Di sekeliling kue, berterbaran bunga mawar merah yang berkilauan.
Aifa mengeluarkan gumaman kagum, "Cantik banget. Kamu bikin sendiri?"
Shafira mengiyakan, "Tapi untuk mawarnya, aku minta ajarin David. Susah banget sih, untung dia sabar banget,"
Sebelah alis Aifa terangkat, "David?"
"Oh, aku belum bilang ya?" Shafira memutar kepala, matanya menyapu seluruh area. Perhatiannya tertuju pada seorang cowok berseragam putih—sama seperti yang dikenakan Shafira saat ini, dengan celemek kotak-kotak biru, "David! Sini!" seru gadis itu.
Yang dipanggil menoleh. Baki terhampar di satu tangannya. Kacamata kotak melorot di hidung, segera diluruskannya. Pandangannya tampak datar, tanpa emosi yang terpampang. Mengingatkannya akan cowok dingin bucinnya Shafira.
Shafira loves collecting this cold boy archetype, doesn't she?
Tidak menyadari pikiran Aifa yang melompat kemana-mana, Shafira memperkenalkan David dengan semangat. Satu-satunya cowok di ekskul P&B. Ahlinya dalam candy art. Kesabaran dan ketelitiannya tak tertandingi. Andalan kebangaan mereka.
"Jangan merendah, Fir. Lo juga sama hebatnya, kalo bukan lebih hebat," ujar David setelah Shafira menyelesaikan deskripsi detailnya.
"Kamu yang merendah. Coba tanya yang lain. Pasti pada setuju. Toh, cuma kamu satu-satunya yang bisa bikin candy art disini,"
Sebelum Shafira benar-benar bangkit dan menanyai sekitar, Aifa memperkenalkan diri singkat, dibalas dengan anggukan kecil.
David menaruh baki di atas meja mereka. Aifa bisa melihat potongan permen karamel di atasnya. Bentuknya tidak karuan, beberapa juga pecah.
"Ini candy yang blunder. Kalo mau ambil aja. Daripada dibuang,"
Shafira dengan senang hati mencomot pecahan permen tersebut dan mengulumnya. Aifa meniru gesturnya. Lidahnya langsung disapa oleh rasa manis karamel yang teramat. Kuat, tapi tidak membuat mual. Membuatnya tergoda untuk mencomot satu lagi.
"Shafira!"
Ketiganya terperanjat. Aifa nyaris menelan sisa permennya bulat-bulat. Kompak, mereka mengalihkan pandangan pada seorang gadis—kakak kelas, mungkin yang berdiri di sebelah David. Rautnya tegas dan keras, membuat Aifa gugup.
"Ikut kakak bentar,"
Si kakak kelas kemudian berbalik menuju pintu putih di belakang kasir, seraya membalas sapaan dari anggota ekskul yang berpapasan. Walau ekspresinya tidak berubah banyak, Aifa bisa melihat gurat khawatir di dahi Shafira.
"Maaf, Aifa. Aku bakal balik lagi nanti,"
Aifa segera mencegat, "Bentar. Boleh pinjam ponsel gak? Aku mau nelpon, tapi gak ada pulsa,"
Tanpa bertanya, Shafira menyerahkan ponsel dari saku dan menyebutkan sandi layar kuncinya. Gadis itu berlalu dalam sekejap. David mengekorinya. Tinggallah Aifa sendirian di kursi, menggenggam ponsel pintar bercasing langit malam berbintang di telapaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Librarian Mission
Teen Fiction"Bergabung dengan tim perpus?" "Ya, dan ini bukan permintaan, tapi kesepakatan. Win-win solution untuk kita berdua." SMA Kultura adalah salah satu SMA swasta populer di Indonesia karena program-programnya yang menarik dan inisiatif baru yang berbeda...