BAB 34

33 4 2
                                    

"If I had been born in a different place, I wonder if I'd be a different me."

(Merry Go Round by Yuuri)

.

.

Hari Minggu datang dengan cepat.

Aifa dan Irsha sedang berdiri di depan pintu kaca bioskop ketika matanya menangkap sosok yang familiar di depan poster film yang dipajang. Mengenakan kemeja putih dan rok polos hitam, Miranda berdiri tegap dengan sekantong popcorn dalam genggamannya. Gadis itu tampak menyadari keberadaan Aifa juga, ditilik dari langkahnya yang kini melaju ke arahnya.

"Gak disangka bakal ketemu kamu disini," ujar Miranda langsung, tanpa basa-basi.

Aifa menampilkan senyum sopan, "Kebetulan banget ya. Kamu mau nonton apa?"

Miranda melirik tiketnya sekilas, "My Possessive Boyfie,"

Aifa nyaris tersedak mendengar jawaban datar itu. Ia hanya bisa mengerjap, terdiam sampai Irsha ikut nimbrung dengan antusias, "Lo juga suka Boyfie? Wah, Aifa, teman-teman lo kayaknya satu frekuensi banget sama gue,"

Aifa memaksakan diri tetap tersenyum. Kalau diingat-ingat, ia sempat melihat Miranda membaca Boyfie di bawah pohon setelah ia siuman dari pingsan waktu bersepeda dulu.

"Kamu siapa?" Miranda mengangkat alis. Mata tajamnya mengobservasi Irsha dari atas ke bawah.

Irsha sepertinya tidak merasa terintimidasi dari gaya bicara Miranda yang dingin. Ia mengulurkan tangan dengan semangat, "Oh, iya, lupa belum kenalan. Gue Irsha, temennya Aifa. Lo dari Kultura juga?"

Miranda memberi anggukan, menyambut salam tersebut.

Irsha terus melanjutkan percakapan, "Kamu suka apa dari Boyfie?"

Lawan bicaranya mengerutkan dahi, "Aku gak begitu suka. Tata bahasanya berantakan. Tingkah tokoh-tokohnya gak bisa dimengerti. Alurnya mudah ditebak-"

Ah, gawat.

Aifa melirik Irsha hati-hati. Walau ekspresinya tidak banyak berubah, Aifa bisa melihat sudut bibirnya yang berkedut sekilas.

"Tap-"

Sebelum suasana makin canggung, Aifa bergegas mengambil kendali, mengarahkan keduanya untuk masuk, "Ah, kayaknya filmnya bakal dimulai. Yuk!"

.

.

"Film apaan itu?"

Itulah kalimat pertama yang meluncur keluar dari bibir Miranda setelah mereka keluar dari bioskop. Aifa meringis dalam hati. She almost died of cringe too.

"Tokoh utamanya mukul orang lain cuma gara-gara dia liat cowok itu narik ujung baju ceweknya? Gak masuk akal," lanjut Miranda.

"Cemburu kan tanda sayang. Kalo gak posesif artinya dia gak nganggep ceweknya penting dong," balas Irsha langsung, tidak repot-repot menyembunyikan ekspresi tersinggungnya.

"Apa marah-marah cuma gara-gara ceweknya bicara berdua sama cowok lain dan mendekati perempuan lain demi bikin cemburu itu juga tanda sayang?"

"Itu-"

"Kenapa juga si cewek mau nerima cowoknya? Padahal sebelumnya dia selalu dibully. Bukannya itu meromantisasi hubungan toxic?"

Aifa menahan diri untuk tidak ikut mengangguk. Well said, buddy!

"Kalo seenggak suka itu, kenapa repot-repot nonton? Emangnya lo bisa bikin cerita?" tukas Irsha tajam.

Miranda membalas dengan tenang, "Kritik tidak harus diberikan oleh orang yang berpengalaman. Lagipula, target pasarnya adalah masyarakat awam. Jadi tidak ada yang salah untuk menilainya dari sudut pandang amatir,"

The Librarian MissionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang