Happy Reading!
.
.
"Kamu tau gak dimana Rafael?"
Aifa membuka bungkus wafer cokelat yang baru saja dibelinya, kemudian menyodorkannya pada Arvi yang berjalan disebelahnya. Cowok itu menunduk, melahapnya dengan senang hati.
"Rafael? Tumben."
Gadis itu mengeluarkan wafer yang sama dari kantong plastik yang dijinjingnya, ikut memakannya.
"Aku ada urusan sama dia."
Arvi mengetuk-ngetuk dagu, berpikir sejenak, "Hmm, agak susah nentuin lokasinya. Dia itu bisa ada dimana-mana."
Sebelah alis Aifa terangkat, tidak mengerti. Tapi Arvi menjelaskan lebih lanjut.
"Coba liat di gazebo, dekat pohon besar. Aku pernah liat dia disana jam segini."
Gadis itu pun mengangguk, "Kamu duluan aja balik. Aku nyusul nanti."
Sepertinya Arvi hendak mengatakan sesuatu, tapi setelah menunggu beberapa detik, ia justru menutup mulut, mengurungkan diri. Sebagai gantinya, ia hanya mengembangkan senyum kecil, "Ya udah. Cepet balik ya. Buku kamu udah pada nunggu tuh."
Kemudian ia berlalu sambil menggaruk belakang kepala.
Aifa hanya memerhatikan dengan raut heran. Tidak biasanya bicara cowok itu dihiasi nada canggung. Tidak mau berlama-lama berpikir, Aifa segera berbalik, berjalan cepat ke arah gazebo.
Begitu sampai, ia celingak-celinguk, mengedarkan pandangan ke sekeliling. Tanaman-tanaman yang ada sudah lebih tertata dan hijau. Bunga kertas juga sudah mekar dengan indah. Warna oranye dan merah menghiasi sudut-sudut taman. Mungkin berkat perawatan Miranda. Tapi tidak ada satu pun orang disini.
Aifa mendekati pohon besar yang dimaksud Arvi. Ia bisa mendengar bunyi tik-tik yang familiar. Keyboard? Tapi yang aneh adalah bunyi itu sepertinya berasal dari atas. Merasa heran, ia mendongakkan kepala.
Dan betapa terkejutnya Aifa saat ia mendapati sosok Rafael yang duduk santai di salah satu dahan sambil memangku laptop. Cowok itu bahkan tidak sadar dengan keberadaan Aifa, atau mungkin tidak peduli?
Emangnya lagi jaman main laptop di atas pohon?
Memutuskan untuk tidak memusingkan tingkah aneh cowok itu, Aifa berkata ragu-ragu, "Anu, Rafael?"
"Hmm?"
Dia bahkan tidak mengangkat kepala, sibuk dengan apapun itu di layar laptopnya.
"Aku butuh bantuan."
Rafael mengangkat kepala, tampak terganggu. Tapi ekspresinya seketika berubah saat perhatiannya direbut oleh sesuatu. Aifa mengikuti arah tatapannya dan mendarat di kantong berisi wafernya.
"Minggir."
Aifa terperanjat saat Rafael meloncat ke bawah sambil mengepit laptop di lengan. Kakinya refleks bergerak menjauh. Jantungnya berdetak keras akan kemungkinan laptop itu terlepas dan menghempas tanah.
Tanpa tedeng aling-aling, Rafael merebut kantong tersebut dan memakan salah satu wafer begitu saja, tidak meminta izin pada si empunya.
"Untung lo dateng kemari. Gue laper."
Aifa hanya terperangah, belum lepas dari keterkejutan.
Rafael lalu menyelipkan uang 20 ribuan ke tangan gadis itu. Jumlah yang jelas-jelas lebih dari cukup untuk membayar wafer yang dia ambil (atau curi?)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Librarian Mission
Teen Fiction"Bergabung dengan tim perpus?" "Ya, dan ini bukan permintaan, tapi kesepakatan. Win-win solution untuk kita berdua." SMA Kultura adalah salah satu SMA swasta populer di Indonesia karena program-programnya yang menarik dan inisiatif baru yang berbeda...