"Though I'll take a stand, I'm still only human.
The goddess you need can't be me."
(The Cruel Angel's Thesis by Yoko Takahashi)
.
.
"Gimana lo jelasin ini, Kak Yusa?"
"Bu-bukan begitu, Dan-"
Shafira mengerjapkan mata. Matanya bolak-balik dari satu sisi ke sisi lain. Di tengah ruang P&B, berdiri ketiga ketua divisi, Yordan, Ethan, dan Bastian, ditambah Kevin berhadapan dengan Yusa dan tiga kakak kelas yang telah menimbulkan banyak masalah untuknya berdiri di belakangnya. Mereka menunduk dengan wajah pucat. Pintu ruang P&B ditutup rapat supaya tidak terbentuk kerumunan murid-murid yang penasaran.
"Kami menerima laporan kalau kinerja dari P&B menurun drastis beberapa hari ini. Roti belum matang, pesanan yang telat, permen yang bentuknya rusak, dan banyak lagi. Belum pernah ini kejadian sebelumnya," mulai Yordan.
Yusa tampak berkeringat deras, sepertinya berusaha mengingat-ingat dimana keteledorannya. Beberapa hari kemarin bukanlah shift kerjanya, jadi dia tidak begitu tahu. Lagipula, sekalipun mereka memang ceroboh, bagaimana bisa beritanya mencapai telinga para ketua divisi secepat ini? Apa mereka langsung dilaporkan begitu menerima pesanan yang keliru? Bukannya itu tidak masuk akal?
Perlahan, ia menatap ketiga ketua di hadapannya. Meskipun ia lebih senior, posisinya kalah jauh dibanding mereka. Ia tidak bisa menggunakan kartu senioritas sekarang, apalagi menilik masalah yang diperkarakan. Posisinya sangat lemah.
Tapi ia tidak punya waktu lama untuk berpikir.
Bastian melipat tangan di depan dada. Raut kerasnya cukup untuk menambah ketegangan.
"Dan gue juga denger kalau ada masalah internal di P&B. Pemakaian anggaran untuk kepentingan pribadi? Bener?"
Ketiga senior itu serentak menarik napas, berdiri bak patung di bawa tatapan mengintimidasi dari keempat cowok itu.
"Atau harus gue panggil guru kesini?" lanjut Ethan yang bersandar di dinding. Garis wajahnya tidak sekeras kembarannya, tapi ketenangan yang ditunjukkannya memberi tekanan tersendiri.
"Eng-enggak. Itu-"
Di tengah perseteruan itu, Shafira hanya berdiri di sudut dengan raut bingung. Apa yang terjadi selama dia absen tiga hari ini?!
Shafira tersentak saat tatapan Yusa beralih padanya di seberang. Raut putus asa di wajah ketua membuat gadis itu menelan ludah payah. Ucapan Aifa tempo hari terngiang di benaknya.
Tidak sengaja, pandangan Shafira beradu dengan Kevin yang berdiri dekat pintu. Ia tidak bisa mengartikan pandangan cowok itu. Shafira menggigit bibir saat teringat ucapan Kevin saat menjenguknya saat sakit kemarin.
"Shafira, sekali ini aja, prioritaskan diri lo dulu,"
Shafira memutus kontak mata, menatap selimut ungu polos yang membalut tubuhnya, seolah itu lebih menarik dari cowok yang duduk di kursi samping kasurnya.
"Maaf, gara-gara aku lemah..." ujarnya lirih.
Kevin mengacak-acak rambut pelan, mendesah, "Udah gue bilang, jangan minta maaf. Gue gak keberatan nolong lo berapa kalipun, tapi gue gak bisa ada di samping lo selamanya." Perhatiannya tidak terlepas dari sosok mungil di hadapannya, "Shafira, liat gue,"
Kevin menunggu dengan sabar saat Shafira mengatupkan bibir rapat-rapat, hingga akhirnya menoleh padanya perlahan. Netra bulat yang selalu membuatnya terpesona itu kini tertuju lurus padanya, menunggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Librarian Mission
Teen Fiction"Bergabung dengan tim perpus?" "Ya, dan ini bukan permintaan, tapi kesepakatan. Win-win solution untuk kita berdua." SMA Kultura adalah salah satu SMA swasta populer di Indonesia karena program-programnya yang menarik dan inisiatif baru yang berbeda...