"Baby, angels like you can't fly down hell with me."
(Angels Like You by Miley Cyrus)
.
.
"Waktu kamu ngedeketin aku dulu, aku gak pernah ngerasa apa-apa. Aku cuma mikir kamu seperti fansku pada umumnya," Yordan memulai. Ia memilih bersandar di tiang dekat tangga gazebo. Irsha tidak bergeser dari tempatnya semula, memainkan ujung jemari, tidak berani mengangkat wajah.
Tanpa disadarinya, seulas senyum kecil terulas di bibir Yordan, "Tapi perlahan, aku mulai kagum pada kepercayaan dirimu. Kamu yang bersikap seolah dunia berputar di sekitarmu. Orang-orang mungkin bilang sifatmu itu arogan atau konyol. Tapi aku benar-benar mengaguminya."
Yordan terdiam sejenak. Dikelilingi orang berbakat seperti Arvi dan Kevin secara tidak sadar menurunkan rasa percaya dirinya. Ia sadar bahwa kemampuan atletis yang selalu dibanggakannya ternyata tidak ada apa-apanya. Di luar persona kokoh yang ditampilkannya, Yordan mulai kehilangan pijakan. Perasaan tidak berdaya itu menggerogoti batinnya, perlahan tapi pasti.
Tapi keberadaan Irsha dan kepercayan dirinya yang tidak tergoyahkan mulai tertularnya padanya. Jauh dalam hatinya, Yordan mengagumi gadis itu, disertai perasaan hangat yang perlahan muncul setiap kali Irsha menghampirinya setelah pertandingan dengan senyum cerah. Yordan berharap bisa menjadi sekuat dirinya nanti.
Tetap saja, tidak mudah untuk menghentikan kebiasaan buruk. Minum-minum, merokok dan balapan liar adalahs caranya untuk melepaskan stress. Saat Irsha pertama kali mengajukan syarat itu, Yordan sudah mencobanya. Tapi tidak sampai seminggu ia sudah menyerah. Di saat yang sama, ia tidak ingin kehilangan gadis itu, jadi ia melakukan hal yang selalu dilakukan manusia untuk menjaga hubungan yang rapuh. Melontarkan dusta.
"Maaf."
Hanya itu yang bisa Irsha katakan atas pengungkapan Yordan yang jujur ini. Irsha tidak pernah menyangka sebesar apa efek yang ia berikan pada cowok itu. Kenyataan ini menghantamnya keras. Rasa bersalah seolah meremas jantungnya, terasa menyesakkan.
Yordan menggeleng, "Aku gak datang kemari untuk membuatmu minta maaf," ia kemudian menatap Irsha dalam-dalam, "Aku udah cerita bagianku. Sekarang giliranmu Irsha. Setelah itu, baru kita bisa menyelesaikan kejar-kejaran ini,"
.
.
"Jadi gitu kejadiannya," Irsha menutup ceritanya atas kejadian kemarin, "Kami udah share perasaan masing-masing, dan kami setuju untuk mengakhiri hubungan kami. Untuk sementara waktu, kami gak akan bisa interaksi kayak normal lagi,"
Irsha berusaha tersenyum, tapi Aifa bisa melihat jejak muram di sana. Mereka sedang duduk di taman depan kelas Aifa yang cukup lengang karena jam pulang sudah lewat.
Aifa hanya bisa mengangguk, tidak tahu harus merespon seperti apa. Berurusan dengan perasaan orang lain bukanlah kemampuan terbaiknya.
Merasa sudah cukup dengan topik suram, Irsha meregangkan tubuh, "Yah, paling enggak semuanya udah selesai. Gue bakal bisa tidur nyenyak dari sekarang. Thanks, Aifa. Buat kesempatannya."
Aifa menggeleng. Satu-satunya alasan kenapa ia melakukan ini adalah untuk mendapatkan simpati Yordan, jadi ia tidak pantas mendapat ucapan tulus itu dari Irsha.
Irsha pun berpindah ke lain topik. Tampaknya, Miranda mendatanginya ke kelas waktu istirahat tadi dan meminta maaf atas ucapannya tempo hari. Ia bilang kalau ia masih tidak paham dengan pandangan Irsha, tapi tetap saja ucapannya menyakiti hati gadis itu. Tapi ia tidak akan merubah pendapatnya. Kalau Irsha ingin berdiskusi lagi, ia terbuka untuk percakapan.
Irsha tergelak, "Aneh banget kan? Dia juga minta maafnya datar banget. Tapi Miranda gak sejahat yang gue kira. Cuma awkward banget dan mudah banget bikin orang salah paham. Kalo kami mau pergi nonton lagi, lo mau ikut juga?"
Dan Aifa menghabiskan sore itu dengan buru-buru mencari alasan untuk menolak ajakan Irsha, walau tampaknya tetap sia-sia.
Apa ini karma? batinnya pasrah.
***
Akhirnya bisa posting bab baru lagi:D
Motivasiku cukup menurun beberapa minggu ini, jadinya banyak update yang kelewat.
I'll do my best next time!
See you next week!:)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Librarian Mission
Roman pour Adolescents"Bergabung dengan tim perpus?" "Ya, dan ini bukan permintaan, tapi kesepakatan. Win-win solution untuk kita berdua." SMA Kultura adalah salah satu SMA swasta populer di Indonesia karena program-programnya yang menarik dan inisiatif baru yang berbeda...