"If I can just blame everything on someone else, it's so much easier."
(Adam and Eve by Yuuri)
.
.
"Aifa!"
Yang dipanggil menoleh ke arah sumber suara, menghentikan langkahnya tepat di tepi lapangan. Ia mengangkat alis begitu mendapati Arvi yang melambai ke arahnya dari pintu kelas, berlari kecil mendekatinya.
"Hari ini, pertemuan rutin ditunda. Ikut aku ke Gedung C,"
Aifa mengangguk, menyejajari cowok itu yang sudah berjalan lebih dulu.
"Shafira gak diajak?"
Arvi menggeleng kecil, "Shafira sibuk ngurus P&B yang ditinggal ketua dan senior-senior, jadi dia bertindak sebagai ketua sementara,"
"Sementara?" tanya Aifa heran.
"Anggota lainnya setuju dia jadi ketua tetap, tapi Shafira nolak. Katanya bakal susah ngurus LiTe sama ekskul barengan."
Aifa mengangguk-angguk paham. Khas Shafira. Toh, dia juga bisa jadi ketua pas kelas dua belas nanti.
Begitu berbelok di depan ruang guru, Aifa menceletuk, "Ini kita lagi jalan ke Divisi Olahraga?"
"Kok tau?"
Aifa mengedikkan bahu, "Divisi Sastra & Bahasa sama Akademik udah selesai. Tinggal Seni sama Olahraga. Tapi mengingat kamu masih punya isu sama Zefan, kemungkinan kita ke Divisi Seni kecil. Sisanya ya tinggal Olahraga,"
Arvi mangut-mangut, "Aifa gak mau sekalian jadi detektif aja?"
Mengabaikan godaan Arvi, Aifa berujar lirih, tanpa sadar memelankan nada suara, "Btw, ini gak masalah kita berdua bareng? Itu lho, yang kamu bilang kemaren,"
"Selama kita gak keliatan akrab, mungkin gak papa," balas Arvi.
Mendengar itu, Aifa kontan mendengus, "Emang siapa yang mulai tadi?"
Arvi mengangkat kedua tangan, "Sori, sori. Gangguin Aifa asik soalnya,"
Setelah Aifa berdecak sebagai balasan, tidak ada lagi percakapan yang mengisi perjalanan hingga keduanya sampai di depan pintu berlabel Divisi Olahraga.
.
.
"Gak. Keluar sana,"
Arvi masih memamerkan senyum trademark nya, tidak terkejut ataupun tersinggung dengan penolakan kasar Yordan.
Harus diakui, Arvi memang punya kemampuan mengendalikan ekspresi sama baiknya dengannya.
Selagi membatin, Aifa tiba-tiba menyerngit saat bau tajam menusuk hidungnya.
Rokok.
Aifa menatap Yordan yang masih bersitegang dengan Arvi. Walau berusaha ditutupi dengan parfum menyengat, tetap saja bau tembakaunya bisa ia kenali.
"Padahal kami belum ngomong apa-apa lho." balas Arvi. Intonasinya terkendali, rautnya santai.
Yordan mendengus, "Kalian mau minta bantuan gue buat promosi perpus kan? Gue gak tertarik. Gak usah buang-buang waktu disini,"
"Serius? Padahal hari Minggu kemarin, gue sempat liat lo di toko buku,"
Mendengar pernyataan bernada polos tersebut, Yordan sontak terperanjat. Matanya melebar, melambangkan keterkejutan yang sangat.
Arvi hanya balas tersenyum lebar, seolah tidak sadar dengan perubahan ekspresi Yordan. Aifa mengerutkan kening. Jadi Yordan juga ada di mal kemarin?
"Dia pakai jaket hitam dan masker sih, tapi gue yakin itu lo," Melanjutkan provokasi, Arvi ber-oh kecil, seperti teringat sesuatu, "Kalo gak salah, kan ada rumor kalo lo lagi usa-"
Yordan menggebrak meja. Keagresifan mendadak itu nyaris membuat Aifa terlompat, "Lo salah orang. Keluar dari sini sekarang juga dan jangan berani-berani balik lagi."
Sorot Yordan menghunus tajam, penuh intimidasi. Kedua cowok itu bertukar pandangan dalam keheningan yang mencekam. Arvi mengakhiri perang dingin itu dengan angkatan bahu, "Oke kalo gitu. Kami gak maksa kok,"
Arvi mengarahkan Aifa untuk berjalan ke pintu, yang dituruti gadis itu dengan senang hati. Tapi begitu sampai di bingkai pintu, Arvi berbalik. Dengan seringai penuh percaya diri, ia pun berujar, "Mungkin malah lo yang bakal datengin kami nantinya,"
Yordan langsung mendecih, "Jangan mimpi. Mati pun gue gak sudi,"
.
.
Akhirnya dimulai juga arc Divisi Olahraga. Panjangnya kemungkinan sama dengan arc P&B.
See you in the next chapter!:D

KAMU SEDANG MEMBACA
The Librarian Mission
Novela Juvenil"Bergabung dengan tim perpus?" "Ya, dan ini bukan permintaan, tapi kesepakatan. Win-win solution untuk kita berdua." SMA Kultura adalah salah satu SMA swasta populer di Indonesia karena program-programnya yang menarik dan inisiatif baru yang berbeda...