BAB 30

41 4 2
                                    

"My heart aches so much, but the pain is proof of the time I spent with you."

(Anytime Anywhere by milet)

.

.

Aifa terduduk di lantai. Napasnya terengah-engah dengan kepala tertunduk. Rambut hitamnya menutupi wajah. Di sebelahnya, Irsha berdiri sambil memegangi dagu, seperti sedang berpikir. Gadis itu kemudian mangut-mangut, "Aifa cepat paham sih, tapi stamina lo kurang banget."

Setelah memperhatikan kondisi Aifa yang sudah kepayahan dan mungkin tidak menyimak perkataannya, Irsha pun mengulas senyum simpul, "Gue ambilin minum ya."

Aifa hanya melambai sebagai balasan. Seperti yang diharapkan dari anggota andalan ekskul Modern Dance. Meski Irsha juga ikut bergerak sebanyak Aifa sewaktu mengajarinya tadi, dia hanya berkeringat sedikit. Napasnya juga stabil.

Aifa mengedarkan pandangan ke sekeliling. Selain ekskul Irsha, ada ekskul cheerleader yang juga sedang latihan di sisi lain gymnasium. Cewek yang tadi menegur Aifa juga berada disana, mengarahkan anggota-anggotanya. Penontonnya juga tidak kalah banyak.

"Si Irsha, dia keliatan seneng-seneng aja. Pasti rumornya bener."

"Cherry emang gak sekredibel itu, tapi kayaknya dia bener kali ini."

Aifa menajamkan pendengaran begitu mendengar bisik-bisik itu.

"Gue emang udah yakin dia bakal begitu. Gak liat kerjaannya tiap hari cuma godain cowok?"

"Kasian banget Yordan."

"Coba lo deketin sana. Mumpung lagi kosong."

"Boleh juga."

Kedua gadis berkaus putih itu kemudian terkikik dan berlalu.

Aifa memainkan jemarinya di atas pangkuan. Gosip, huh?

Saat sedang berpikir, Irsha muncul dengan dua botol susu vanilla dan menyodorkannya pada Aifa, "Vanilla oke? Aku cuma punya itu."

Aifa mengangguk sopan dan mengucapkan terima kasih.

Setelah menimbang-nimbang sambil menyesap minuman dingin itu, Aifa akhirnya menyahut, "Kapan aja kalian latihan?"

.

.

Sekembalinya dari gymnasium, Aifa mengerjap kaget begitu menemukan Kevin di ruang pertemuan, berkutat dengan catatan dan beberapa buku material terkembang dihadapannya. Menyadari kehadirannya, Kevin mengangkat kepala. Ia hanya mengangguk sekilas, kemudian kembali mengurus urusannya.

Aifa mengambil tempat di dekat pintu, menjaga jarak dengan Kevin di depan meja bundar, "Kamu gak belajar di perpus utama?"

"Nanti dikerubungin."

Aifa mengangguk, diam-diam penasaran bagaimana adegan itu terlihat di dunia nyata. Aifa memperhatikan judul-judul yang terkembang.

"Buku ekonomi kelas 10?"

"Gue lagi ngejar pelajaran yang dulu. Gue sering bolos gegara lomba basket."

"Gak mau jadi atlet profesional?"

Kevin menggeleng kecil, "Gue cuma orang biasa. Ada banyak yang lebih berbakat. Toh, gue juga lumayan tertarik di bidang ini juga."

Aifa mengangguk-angguk, lalu menyeringai, "Tapi ekonomi ya."

Kevin tampak memahami implikasi perkatannya. Ia menghela napas, "Gue sempat mikir begitu, tapi kekanakan banget kalo gue mundur cuma gara-gara cowok sialan itu."

The Librarian MissionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang