"Nayaka, berhenti di sini!"
Kendaraan roda dua milik Nayaka berhenti tak jauh dari rumah mewah berjarak lima puluh meter dari mereka. Pemuda itu mengerutkan kening. "Kenapa berhenti di sini? Rumah Lo yang mana?"
Jasmine menggigit bibir. Rasa takut sudah menjalar walau hanya membayangkan jika Nayaka menghentikan laju motornya tepat di depan rumahnya. Ia takut orang tuanya tahu. "Rumah gue udah dekat, kok."
"Tapi kenapa di sini? Kenapa nggak di depan rumah Lo?"
Jasmine tersentak. Ia harus jawab apa sekarang?
"Ngg, anu ... itu ... gu-gue ..."
"Lo kenapa? Sakit?"
"Nggak! Gue sehat!" Jasmine berujar cepat. "Gue turun di sini aja. Udah Deket, kok. Lagian gue juga mau mampir ke warung dulu. Ada yang kelupaan, hehe."
Nayaka sebenarnya tidak sepenuhnya percaya dengan penuturan Jasmine. Jelas wajah gadis itu kelihatan panik. Helaan napas pelan keluar dari mulut Nayaka. "Gue temenin ke warungnya. Nanti ke rumah Lo kita jalan kaki aja. Sekalian gue bantu bawain barang belanjaan Lo. Lumayan berat."
"Nggak mau! Nggak mau!" Jasmine menolak cepat. "Gue bisa sendiri. Lo mending balik, deh. Makasih banyak udah nganterin gue sampai sini."
"Tapi ..."
Ucapan Nayaka urung ketika ponsel yang berada di dalam saku celananya berdering. Panggilan dari mamanya. Baru saja Nayaka hendak mengangkat telepon dari sang mama, buru-buru Jasmine mengambil semua belanjaannya dan tergopoh ia meninggalkan Nayaka yang tampak linglung.
***
Jasmine menghembuskan napas panjang ketika ia berhasil tiba di kamarnya tanpa ketahuan. Ia takut jika keluarganya melihat ia baru saja kembali berbelanja. "Untung aja," gumamnya dengan wajah lega.
Tak lama, gadis itu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya. Pandangannya ke arah langit-langit dengan kedua sudut bibirnya tertarik pelan. "Nggak nyangka banget gue dianterin sama Nayaka. Huuuuu..."
Kedua tangan Jasmine kini menutupi wajahnya. Pipinya terasa panas. Gadis itu sudah tidak karuan, tubuhnya berguling kanan dan kiri. "Keknya gue beneran naksir, deh..."
Jasmine meraih bantal guna meredam jerit salah tingkahnya. Bisa-bisa satu rumah akan curiga jika ia bertindak aneh seperti ini. Jasmine jadi tahu rasanya suka pada seseorang bisa jadi sangat menggembirakan begini.
Tok, Tok
"Jasmine!"
Tubuh Jasmine yang semula dalam posisi rebahan langsung duduk tegak. Buru-buru ia langsung meraih belanjaannya dan memasukkannya dengan gestur buru-buru ke dalam lemari. Ia teringat perkataan Jella jika Nuri ataupun Nino tidak boleh tahu soal itu.
Jasmine mengatur napas dan berjalan dengan wajah sesantai mungkin ke arah pintu. "Iya, Ma?"
Nuri menatap Jasmine lama. Menatap anak bungsunya dengan pandangan meneliti. "Kamu besok ikut Mama."
Jasmine mengerjap pelan. "Ke mana yah, Ma?"
"Kamu nggak usah banyak tanya. Ikut aja besok."
Jasmine mengangguk patuh. "Iya, Ma."
Nuri mengangguk pelan sebelum meninggalkan Jasmine. Namun tak lama Nuri menoleh. "Kamu sudah makan?"
"Ah? Be-belum, Ma. Nanti Jasmine masak mie atau telur."
"Nggak usah. Tunggu di sini."
Nuri berlalu menyisakan Jasmine yang tampak kaget dan juga bahagia sebab Nuri bertanya perihal makan padanya. Tidak biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Batas Rasa
Genç Kurgu"Hidup dengan orang tua yang bersikap adil itu, bagaimana rasanya?" Nayaka Akhilendra bingung ketika seseorang itu menanyakan hal itu padanya. Yang ada di dalam kepalanya hanyalah, 'apakah orang itu hidup dengan baik, atau justru ia bertemu dengan h...