Aroma khas rumah sakit selalu berhasil membuat Jasmine tidak betah. Bau obat-obatan yang beradu dengan aroma zat kimia lainnya membuat kepala Jasmine sedikit pusing. Suara tempat tidur dorong dan kursi roda yang memecah hening koridor yang cukup sepi.
"Kamu tunggu di sini," kata Nuri pada Jasmine yang sebenarnya sedang sibuk berkecamuk dengan isi kepalanya.
Jasmine langsung melirik Jenna yang terlihat tenang-tenang saja saat di rumah sakit. Nino, Nuri, dan Jenna bergerak masuk ke dalam salah satu ruangan. Tersisa ia dan Jella yang menunggu di luar ruangan.
Pikiran Jasmine berkecamuk. Beberapa hari yang lalu ia bahkan sempat mencuri dengar perihal pembicaraan Jenna dan Jella. Jenna yang sudah sedikit ragu soal penyakitnya dan Jella yang sibuk meyakinkan jika Jenna akan baik-baik saja. Detik ini pun Jasmine tidak tahu sakit apa yang Jella derita. Ditambah lagi tak ada satupun dari keluarga yang memberitahunya.
"Jasmine," panggil Jella yang berhasil membuat Jasmine menoleh sepenuhnya pada sang kakak.
"Iya, kak?"
"Uang kamu masih ada, nggak?", tanya Jella.
"Masih, kak. Masih banyak malah."
"Kakak ngeliat kamu pulang diam-diam kemarin. Dianterin sama cowok juga."
Kedua mata Jasmine melotot. "Dia teman Jasmine, kak. Dia cuma nolongin Jasmine karena belanjaan Jasmine banyak."
Jella tersenyum tipis. "Santai. Syukurlah kalau uang itu bisa digunakan buat ngebeli makanan atau keperluan yang kamu butuh. Asal mama atau papa nggak tahu, itu lebih baik."
Jella tidak mengatakan apapun lagi. Gadis itu sudah mengambil ponsel dan tampak sibuk dengan itu. Jasmine menipiskan bibir. Rasanya ingin sekali memeluk Jella sekali saja untuk mengucap terima kasih. Jasmine ingin memeluk Jella selayaknya adik yang bisa mencurahkan segala perasaan pada kakaknya.
Andai Jasmine bisa mengatakannya pada Jella.
Tak berselang lama, Jenna beserta Nino dan Nuri sudah keluar dari ruangan itu. Tak ada pertanyaan apapun dari Jella.
"Jasmine, mama harap kamu masuk ke dalam. Cek kesehatan."
"Hah? Aku, Ma?"
Nino menatap Jasmine dengan tajam. "Masuk saja. Kesehatan kamu harus dicek."
"I-iya, pa."
Jasmine bangkit dan melangkah masuk ke dalam ruangan. Kakinya gemetar. Jantungnya berdebar tidak karuan. Ia sama sekali belum pernah melakukan prosedur cek kesehatan.
Setelah Jasmine sudah masuk ke dalam ruangan, Jella melirik Nuri. "Kondisi Jenna gimana?"
Nuri mengerjap pelan. "Seperti biasa."
Jella menghela napas. "Terus kenapa mama minta Jasmine cek kesehatan juga?"
"Cukup Jenna yang sakit. Jasmine jangan sampai. Apalagi selama ini makanan dia beda sendiri. Mama nggak mau dia sakit juga."
Penuturan dari Nuri jelas membuat Jenna mengerutkan kening. "Tumben mama merhatiin Jasmine. Mama ceritanya pengen adil ke Jasmine juga sekarang?"
"Sudah. Hal ini tidak perlu dibahas di sini." Nino angkat bicara. "Intinya anak itu jangan sampai sakit. Itu aja. Papa nggak mau ambil resiko. Apalagi sampai kakek kalian tahu kalau selama ini Jasmine diperlakukan berbeda."
***
Nayaka yang baru saja selesai memarkirkan motornya dikejutkan dengan kehadiran Adisti yang sudah menggandeng tangannya dengan wajah riang. "Bang Nakaaa..."
"Apalagi, Adis?", tanya Nayaka melirik Adisti yang masih setia menggandeng tangannya.
"Bang Yaka nggak mau bantuin Adis, apa? Adis pengen banget nomor telepon teman abang itu. Adis dengar dia punya nomor lain lagi."

KAMU SEDANG MEMBACA
Batas Rasa
Novela Juvenil"Hidup dengan orang tua yang bersikap adil itu, bagaimana rasanya?" Nayaka Akhilendra bingung ketika seseorang itu menanyakan hal itu padanya. Yang ada di dalam kepalanya hanyalah, 'apakah orang itu hidup dengan baik, atau justru ia bertemu dengan h...