Nayaka menghela napas. Kejadian tadi sore masih begitu jelas di kepalanya. Irish dan keterkejutannya, dan bagaimana gadis itu tidak menyangka jika Nayaka tahu bahwa faktanya Irish menyukai Kanaka, yang notabene adalah saudara kembarnya sendiri.
Entah apa yang Nayaka pikirkan ketika mengatakan hal itu pada Irish. Bahkan sejak mereka berdua ada di halte, Nayaka sadar jika dia memang bersikap sedikit aneh. Biasanya di dekat Irish Nayaka akan lebih banyak diam. Tapi tadi terjadi justru malah sebaliknya. Nayaka seolah dapat keberanian untuk membuka topik yang ia yakini selalu jadi favorit Irish.
Tentang Kanaka dan siapa yang Kanaka suka.
Ada gelanyar penasaran yang bisa Nayaka temukan dikedua mata Irish saat ia menyinggung perihal perempuan yang menyukai Kanaka. Sejauh ini Nayaka hanya tahu Irish, kemungkinan ada gadis lain yang menyukai Kanaka. Hanya saja Nayaka tidak ingin mencari tahu lebih jauh. Kebetulan saja ia tahu Irish, sebab Irish adalah gadis pertama yang dia suka dan kebetulan juga gadis itu menyukai kembarannya. Jadi, itu sudah cukup jelas mengapa Nayaka benar-benar memperhatikan Irish.
"NAYAAAA!!!!"
Nayaka terkejut sebab suara melengking itu hampir membuatnya tercebur ke dalam kolam renang sebab posisi tubuhnya yang rawan oleng. Ia menoleh sepenuhnya dan mendapati sosok Mindy yang tiba bersama Adisti dan Gwen ke rumah. Tak lupa dengan Ryuga yang terlihat mengobrol sebentar dengan mama dan papa.
"Ciee yang tadi hampir kecebur kolam, wahahaha!" Mindy tertawa kecil sembari duduk bersebelahan dengan Nayaka di pinggir kolam. Adisti dan Gwen ikut duduk bersama mereka.
"Lo ngagetin gue, Mbak. Gimana gue nggak hampir kecebur," balas Nayaka.
"Mending Lo nyebur aja sekalian. Sekalian mandi." Mindy kembali berujar dengan wajah tanpa dosanya.
"Jangan gitu, Mbak. Kasian Bang Yaka kalau kecebur. Kan udah malam, dingin," timpal Gwen dengan gerakan seperti memeluk dirinya sendiri, persis seperti orang kedinginan.
"Yaelah, abang Lo satu ini diceburin ke es juga nggak bakalan kenapa-napa. Palingan otewe beku."
"Ish! Nggak boleh." Gwen menggeser duduknya dan langsung memeluk Nayaka dari samping. "Bang Yaka nggak boleh beku. Nggak boleh jadi temannya Olaf."
Nayaka terkekeh sembari mengusap puncak kepala Gwen. "Emang Gwen yang paling waras," kata Nayaka.
Mindy dan Adisti kompak memutar kedua bola mata.
"Emang Bang Yaka pilih kasih!" Adisti sudah bersungut sebal.
"Pilih kasih apaan sih, dek?"
"Kok cuma Gwen aja yang dibilang waras? Aku nggak?"
Nayaka kali ini tertawa kecil. "Ya ampun gitu doang masa mikir abang pilih kasih?"
Akhirnya Adisti menyengir. "Gitu, yah? Hm, kalau Abang emang nggak pilih kasih ... pasti Abang mau bantu ..."
"Nggak!" Nayaka langsung memberi penolakan. "Kamu ini kenapa kepala batu banget sih, dek?"
"Bang, nomornya dia doang!", rengek Adisti.
Mindy mengerutkan kening. "Naya, dia minta nomor siapa lagi, sih?"
Mendengar pernyataan Mindy, Adisti melotot. "Enak aja! Aku tuh nggak pernah sebegininya yah minta nomor orang! Ini baru pertama kali."
"Biasalah, Mbak. Teman gue yang ada di kelas IPS juga."
"Ya elah. Gebetan Lo itu? Yang badannya mungil itu?" Mindy berusaha mengingat-ingat gebetannya Adisti.
"Asli mbak aku tuh suka banget sama Kak Bisma!"
"Oh, namanya Kak Bisma?" Gwen berujar dengan wajah polosnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Batas Rasa
Teen Fiction"Hidup dengan orang tua yang bersikap adil itu, bagaimana rasanya?" Nayaka Akhilendra bingung ketika seseorang itu menanyakan hal itu padanya. Yang ada di dalam kepalanya hanyalah, 'apakah orang itu hidup dengan baik, atau justru ia bertemu dengan h...