Selepas dari makam Julia, Jasmine berencana meneraktir Nayaka untuk makan siang. Semula Nayaka memang menolak, tapi karena Jasmine yang tetap bersikeras untuk meneraktir makan, maka Nayaka menurut saja pada gadis itu.
"Gue sama Kanaka punya tempat beli bakso langganan."
Jasmine tampak sumringah. "Yaudah, tunggu apa lagi? Ayo kita ke sana!" Saking senangnya, Jasmine langsung meraih tangan Nayaka untuk meninggalkan area pemakaman menuju tempat yang dituju. Nayaka tidak sangka jika Jasmine akan menariknya seperti ini, dan anehnya Nayaka tidak mau protes. Ia membiarkan gadis itu menggenggamnya hingga Nayaka turut mengikuti langkah itu.
"Lo mau pesan banyak pun nggak papa. Uang jajan gue masih sisa banyak, jadi lo... "
Cerocosan Jasmine terhenti dan ia langsung melepas tangannya dari Nayaka. Kecanggungan langsung dirasakan Jasmine saat itu. "Ma-maaf, Nayaka! Gue nggak sengaja! Maaf!"
Nayaka terkekeh pelan. "Udah, nggak papa."
Jasmine menyengir salah tingkah. "Eum, tempat bakso langganan lo di mana, yah? Jauh nggak dari sini?"
Nayaka menggeleng. "Nggak, sih. Lagipula kita ke sananya naik motor. Ayo!"
***
"Wah, emang nggak salah bakso di sini jadi langganan! Baksonya enak!", celetuk Jasmine lalu mengangkat satu ibu jarinya. " Pak, baksonya enak!"
"Wah, makasih yah, Neng!"
Nayaka menggeleng kecil dengan senyum tipis menghias wajahnya. "Lo tahu, Pak Unang itu udah generasi kedua jualan bakso gerobakan di sini. Waktu orang tua gue masih muda, ayahnya Pak Unang yang jualan."
Binar mata Jasmine terlihat jelas. "Wah, bakso langganan lo ini udah legend, dong! "
"Lebih tepatnya, Tante Chika, mamanya Mbak Mindy yang sejak dulu jadi langganan di sini. Terus orang tua kami yang emang sahabatan sama Tante Chika jadiin bakso di sini langganan."
Jasmine menggangguk-angguk kecil. "Gue yang baru dengar sedikit aja persahabatan orang tua lo di mass muda, ngerasa banget dada gue menghangat. Orang tua kalian hebat banget bisa mempertahankan persahabatan mereka sampai kalian gede-gede."
"Itulah yang namanya ketulusan, Jasmine." Nayaka menatap lekat mata Jasmine, sebelum kembali menyendokkan kuah bakso ke mulutnya. "Setiap hubungan itu bakal bertahan lama karena ada ketulusan di dalamnya. Hubungan yang baik selalu berawal dari ketulusan dan keinginan buat berkembang ke arah yang lebih baik. Kualitas pertemanan orang tua kami harus diakui sebagai salah satu kualitas pertemanan yang sangat baik."
"Gue juga pengen punya lingkar pertemanan yang awet sampai gue tua. Harapannya gue bisa punya umur yang panjang, jadi gue bisa membentuk pertemanan dan relasi sebanyak mungkin. Gue ngerasa sepi beberapa tahun ke belakang. Baru akhir-akhir ini gue ngerasa ceria lagi. Gue udah bisa tinggal bareng Papa, dan ketemu teman sebaik kalian." Jasmine tersenyum simpul dan menyendok bakso itu lalu memasukkan ke dalam mulutnya dengan wajah sukacita.
"Terus, Ibu Nuri, Pak Nino, sama Mbak Jenna gimana sekarang?"
"Hm?" Jasmine mengerjap dan menghela napas. "Kata Papa, mereka udah nggak di Indonesia lagi. Mereka memutuskan buat hidup selamanya di luar negeri."
Nayaka membasahi bibir bawahnya. Sepertinya ia sudah salah bertanya pada Jasmine. Rasanya seperti kembali merusak kebahagiaan Jasmine yang baru saja diraihnya. "Jasmine, maaf. Gue nggak bermaksud buat lo nggak nyaman."

KAMU SEDANG MEMBACA
Batas Rasa
Teen Fiction"Hidup dengan orang tua yang bersikap adil itu, bagaimana rasanya?" Nayaka Akhilendra bingung ketika seseorang itu menanyakan hal itu padanya. Yang ada di dalam kepalanya hanyalah, 'apakah orang itu hidup dengan baik, atau justru ia bertemu dengan h...